Pertemuan Firman Dan Anggara

"Kakak, aku ingin mengatakan sesuatu."

Lewat sambungan seluler, Kinara menghubungi sang Kakak. Meski semula ragu, namun karna keadaan memintanya untuk berkata jujur.

Firman, Kakak lelaki Kinara yang berada di seberang terdiam sejenak sebelum menjawab. Pria yang merupakan tenaga pengajar disebuah sekolah menengah atas itu sempat menanggapi ucapan sang adik dengan gelak tawa. Sebab tidak mungkin sang adik yang memiliki sifat jahil itu mendadak serius jika tak sedang mengerjainya.

"Ayo, bicara saja. Apa uang sakumu kurang atau jatah bulananmu habis?." Masih diiringi gelak tawa sedangkan Kinara meremas tangan. Rasanya tak sanggup untuk bicara dalam situasi semacam ini.

"Bu-bukan, Kak. Bukan tentang itu."

"Lalu?."

Kinara terdiam. Gadis itu ragu untuk berterus terang.

"Akhir pekan, pulanglah. Kita bicara jika Kakak sudah sampai."

"Hei, memang kau ingin bicara apa sampai meminta Kakak pulang, heem?."

Kinara menelan saliva berat. Tidak, ia belum sanggup berbicara sekarang apalagi hanya melalui telefon.

"Pokoknya pulang saja. Titik." Kinara lekas mematikan sambungan panggilan dan menonaktifkan ponsel. Tidak, ia tidak sanggup membayangkan seperti apa reaksi sang Kakak jika mengetahui tindakan bejat Anggara di belakangnya.

Kinara menyesal ketika ia teringat akan ucapan sang kakak sekitar satu tahun lalu.

"Fikirkan dulu masak-masak. Kakak tau, kau menyukainya. Akan tetapi hanya sebatas rasa suka saja tidak cukup untuk menjadi pondasi sebuah hubungan."

Saat itu Kinara berfikir jika sang Kakak berbicara demikian sebab sedari awal Firman memang kurang menyukai Anggara. Entah karna apa, namun karna rasa sayangnya pada sang adik membuat pria tersebut tak ingin menentang.

"Cari tau kepribadian dan yakin jika pria yang kau suka memang baik, barulah kau bisa memutuskan untuk tidak atau berlanjutnya suatu hubungan. Kakak tidak pernah melarangmu untuk dekat dan memiliki hubungan dengan dia, tapi aku pun tidak akan pernah memaafkan andai dia menyakitimu."

Kinara menutupi wajah untuk menyembunyikan tangis. Ia masih mengingat dengan jelas kata-kata sang Kakak. Dan saat ini terbukti, atas keraguan Firman pada Anggara selama ini.

💗💗💗💗💗

Akhir pekan yang dinanti dengan harap-harap cemas oleh Kinara, kini datang. Sedari semalam Firman sudah mengabarkan jika akan kembali dan sampai detik ini pun Kinara belum menjelaskan alasan pasti untuk meminta sang Kakak pulang.

Sementara di lain sisi, Kinara pun sudah menghubungi Anggara untuk datang ke rumah. Sepertinya saat ini menjadi waktu yang tepat untuk menyelesaikan semua.

Suara klakson mobil mengejutkan Kinara yang duduk melamun di ruang tamu. Begitu melihat dari jendela kaca jika mobil sang Kakak lah yang datang, gadis itu berlari keluar.

"Hai gadis," sapa Firman seperti biasa pada sang adik yang menyambutnya di depan pintu.

"Hai juga, tampan," balas Kinara tak mau kalah. Keduanya pun saling berpelukan selepasas sang adik menjabat dan mencium punggung tangan sang Kakak.

Binar wajah Firman kentara jelas. Ia senang berjumpa sang adik yang amat sangat ia rindukkan. Maklumlah, jauhnya tempat dan kesibukan membuatnya tak rutin setiap bulan berkunjung dan hanya menyerahkan Anggara untuk menjaga sang adik, mengingat pria tersebut adalah tunangannya.

Sesungguhnya berat untuk melepas sang adik seorang diri di kota yang berbeda seperti ini. Akan tetapi mau apa lagi, Kinara tetap tak mau pindah dan ikut dengannya selepas kedua orang tuanya tiada. Terlebih, saat itu pun Anggara juga meyakinkan jika dirinya akan menjaga dan memastikan semua baik-baik saja ketika dirinya tinggalkan.

Firman menjatuhkan bobot tubuh di sofa ruang tamu selepas melepaskan tas punggung dan menaruhnya di samping pria itu duduk. Lelah bercampur penat yang ia rasa selepas beberapa jam berkendara.

Kinara sigap menuju dapur dan lekas membuat minuman segar, meski dalam hati dirinya benar-benar cemas mengingat beberapa menit lagi Anggara pun akan sampai.

Begitu menyuguhkan minum pada sang Kakak, bersamaan pula dengan kedatangan mobil Anggara di halaman rumah.

"Wah, ada Anggara juga. Memang kau ingin bicara apa?." Firman bertanya selepas meneguk minuman segar yang dituang sang adik dalam gelas. Sementara Kinara meneguk salivanya susah payah.

"Aku ingin berbicara sesuatu, dan ini menyangkut hubunganku dengan Anggara." Kinara melirik pada Anggara yang rupanya sudah berdiri di ambang pintu. Gadis itu lantas membuang wajah saat pandangan mereka bertemu.

"Anggara, masuklah. Kenapa malah diam di situ?." Firman menyapa Anggara yang masih terpaku di ambang pintu. Kali ini wajah Anggara tak terlihat cerah seperti terakhir kali mereka bertemu. Ada apa ini?.

"Baik, Kak," jawab Anggara yang beberapa detik kemudian juga sudah duduk di sofa tunggal ruang tamu.

"Hei, ada apa ini?. Kenapa kalian berdua terlihat tegang?." Firman menatap sepasang kekasih itu secara bergantian. Mengernyit selepas menyadari jika wajah keduanya sama-sama kusut.

"Nara, kau bilang ingin ada yang dibicarakan?." Firman kembali mencecar sang adik. Sedangkan kedua tangannya bergerak untuk menuangkan minuman dingin di gelas Anggara.

"Kak, Anggara berkhianat."

Firman sontak terdiam. Ia menghela nafas sembari menelaah ucapan sang adik. Sementara tubuh Anggara menegang, mendengar Kinara berucap tanpa aling-aling.

"Hem, berkhianat, maksudmu?. Pelan-pelan dan lebih jelaslah berbicara supaya Kakak Faham." Meski terlihat tenang namun siapa sangka jika Firman mulai meradang. Kinara berbicara dan Anggara tak menyangkal. Bukankah itu sudah seperti sebuah kebenaran?.

"Semalam aku menemukan Anggara bersama seorang gadis di kamar apartemen. Mereka berada di atas ranjang yang sama dan melakukan hubungan selayaknya suami istri." Nafas Kinara mulai memburu, sedangkan Anggara menundukkan kepala.

"Apa maksudmu, Kinara?. Dan Kau, Anggara. Kenapa kau tak menyakal. Apa semua yang diucap adikku adalah benar?."

Anggara masih terdiam.

"Anggara, jawab!."

Detik itu juga Anggara menganggukkan kepala dan menjawab, "Ya."

Anggara menggebrak meja berbahan kayu hingga menciptakan bunyi yang mampu mengejutkan Anggara dan juga Kinara. Di sana Anggara memejamkan mata. Ia pasrah andai Firman akan mennampar atau pun menghajarnya. Semua memang kesalahannya.

"Kakak." Kinara berteriak. Ia menatap sang Kakak dengan penuh permohonan.

Firman menghela nafas dalam, berulang. Mengembalikan kewarasan agar tak bersikap anarkis demi adiknya.

"Kak, gadis yang sudah Anggara tiduri pun hamil. Maka dari itu kami menyudahi hubungan." Seperti tersayat sembilu. Hati Kinara begitu perih. Bukan hanya cintanya yang berakhir namun kepercayaannya pada seorang pria seolah musnah.

Firman yang masih syok, tak mampu berkata-kata. Berulang kali ia mengusap wajah kasar. Ya, tuhan. Kenapa sampai begini. Dalam hati ia merutuki takdir.

"Baik, aku terima keputusan kali. Tapi sebelum kau pergi, aku ingin berbicara berdua denganmu, Anggara." Firman bangkit dan berlalu pergi. Rasanya tak sanggup untuk menatap wajah sang adik yang bersimbah air mata selepas karna pengkhianatan seorang pria. Firman tak sanggup.

Tbc.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!