Wajah-Wajah Tanpa Dosa

Kinara melangkah tanpa arah. Bersimpuh di sudut bangunan sepi, perempuan itu menangis sejadi-jadinya. Hendak mengadu, namun pada siapa. Di kota ini dirinya hanya seorang diri sementara ke dua orang tuanya lebih dulu berpulang pada ilahi, menyisakan seorang kakak laki-laki yang kini tengah bekerja di kota lain.

Dalam kesunyian malam, Kinara memaki. Bukan hanya padanya tetapi juga pada takdir yang seakan mempermainkannya.

Lelah menangis, gadis itu kembali melangkah. Mencari sebuah taksi yang bisa mengantarkannya sampai ke rumah.

Benarkah dunia ini kejam?.

Kinara menatap nanar bangunan yang baru beberapa tahun ia dan keluarganya tinggali. Sebuah bangunan berlantai dua yang batu ia tinggali selepas sang Ayah dipindah tugaskan. Dulu, mereka hanya sekadar merantau. Akan tetapi begitu pekerjaan sang Ayah semakin membaik, mereka pun memilih menetap, dan meninggalkan hunian di kampung halaman.

Firman, pria yang merupakan Kakak dari Kinara lah yang kini menempati. Sudah tiga tahun terakhir, pria berusia tiga puluh tahun dan berprofesi sebagai Dokter umum itu memilih tinggal dengan alasan dekat dengan Rumah sakit tempatnya bekerja.

Sementara Kinara, kecelakaan beberapa bulan lalu yang mengakibatkan kedua orang tuanya meninggal, rupanya masih menyisakan luka dalam. Ia memilih tetap tinggal di rumah mereka tanpa sang Kakak. Hidup sendiri, menempati rumah yang meninggalkan banyak kenangan bersama kedua orang tuanya sekaligus tak ingin berjauhan dengan Anggara, kekasihnya.

Lalu, setelah peristiwa ini apakah Kinara masih akan bertahan di rumah yang penuh dengan kenangan ke dua orang tuanya tersebut?.

Pintu rumah ia buka perlahan. Gadis itu menghela nafas dalam, Rasa sakit dan pengkhianatan yang baru saja terjadi membuatnya tersadar, jika selama dan seserius apa suatu hubungan, tidak akan menjadi jaminan seseorang tak akan berlaku curang. Sebuah ikatan, belum tentu dapat membatasi seseorang. Seperti halnya Anggara, pertunangan diantara keduanya, nyatanya tak menjamin pria tersebut hanya setia pada satu gadis, dirinya.

Malam itu, masih dengan isak tangis, Kinara merebahkan diri di ranjang. Ia ingin tidur, memejamkan mata dan berharap sesuatu yang baru saja terjadi hanyalah sebuah mimpi.

💗💗💗💗💗

Pagi menjelang. Kantuk masih begitu terasa saat Kinara memaksa untuk membuka mata. Terasa berat dan panas, gadis itu tersadar, tangisnya semalam pasti menyisakan bengkak di mata dan sembab di wajah.

Tersadar jika pagi ini pun dirinya harus melakukan aktifitas seperti biasa dalam setiap harinya, Kinara mulai tak bersemangat. Kuliah, ah dirinya bahkan tak sudi untuk sekadar melihat Anggara atau pun Feronica lagi selelas kejadian semalam.

"Breengsek kalian," maki Kinara seraya membekap wajahnya dengan bantal. Muak, sungguh ia muak. Berharap jika apa yang sempat ia lihat hanyalah mimpi, namun Kinara sadar jika yang sudah ia alami adalam sebuah kenyataan.

Gadis menyedihkan itu baru mengingat satu hal.

"Cincin." Tersenyum miring, Kinara melepas cincin pertunangan yang dengan bodohnya masih tersemat indah di jari manisnya, dan membuangnya ke sembarang arah.

Pandangan Kinara kini tertuju pada Ponsel yang teronggok di tepian ranjang. Benda pipih berwarna merah muda itu bahkan ia non aktifkan sejak semalam. Dalam hati, perempuan itu penasaran. Apakah Anggara munghubunginya semalam, mengkhawatirkannya atau mendatangi rumah namun ia tak mendengar karna sudah terlelap?.

"Ya, tuhan. Bodohnya kau yang masih berharap pada pria seberengsek dia, Kinara!." Kinara memaki diri sendiri.

Segera ia raih dan mengaktifkan benda tersebut untuk membuktikan. Kosong. Kinara tersenyum seperti orang gila, begitu tak mendapati satu notifikasi pun dari Anggara. Di sana hanya tertera beberapa panggilan tak terjawab dan pesan dari sang Kakak.

Tubuh Kinara melemah. Ia kembali bersandar pada kepala ranjang. Rupanya Anggara sama sekali tak berniat menjelaskan apa yang sudah terjadi semalam. Akan tetapi gadis itu lagi-lagi tersadar. Tanpa perlu dijelaskan, semalam bahkan lebih dari sebuah penjelasan. Anggara dan Feronica memiliki sebuah hubungan di belakang punggungnya. Ah, entah sejak kapan. Kinara bahkan merutuki diri yang sama sekali tak menyadari jika sang Tunangan dekat dengan gadis selain dirinya.

Pekerjaan Anggara sebagai Dosen muda memang sangat digandrungi kaum hawa, termasuk para mahasiswinya. Kinara bukan tak tau jika ada beberapa gadis yang terang-terangan mengoda sang kekasih di depannya. Akan tetapi yang ia lihat selama ini adalah Anggara yang bersikap cuek dan tak memberi respon. Dan Feronica, apa gadis itu menjadi pengecualian sampai Anggara menanggapi bahkan sampai berhubungan badan dengannya?.

Kinara masih tak menyangka jika perasaan Anggara sebegitu dangkal padanya. Andai semalam ia tak memergoki, mungkin selamanya dia hanya akan menjadi manusia paling boodoh yang akan terus dibohongi. Beruntung, perselingkuhan Anggara terkuak sebelum keduanya menikah.

Tak ingin berlarut dalam keterpurukan, Kinar pun bangkit. Ia tetap harus melanjutkan hidup. Beraktifitas seperti biasa meski tak tau akan dibawa ke mana hubungannya dengan Anggara.

💗💗💗💗💗

Jika kemarin dirinya masih berdebar-debar dan menanti dengan wajah berbinar ketika Anggara memasuki ruang fakultas dan memberi bimbingan materi, namun tidak dengan sekarang.

Di kursinya, Kinara membuang wajah ke arah lain saat Dosen muda bernama Anggara itu mengucap salam dan memasuki ruangan.

Sungguh menyebalkan.

Seperti biasa, pagi ini Anggara berpenampilan paripurna dengan kemeja dan celana bahan. Rambutnya yang hitam legam ia sisir ke belakang. Anggara memang tampan. Pantas saja jika sang Dosen menjadi primadona kampus menyaingi pesona para mahasiswa yang notabene anak didiknya.

Sepasang mata Kinara mengerjap. Ia sempat menangkap beberapa kali Anggara menatapnya ketika menjelaskan.

Ketika pandangan sang gadis ia geser kesamping, senyum di sudut bibirnya terukir. Wow, ia baru ingat jika Feronica juga berada di dalam satu ruangan yang sama dengannya, dan Sialnya gadis tersebut tertangkap basah sedang tersenyum pada Anggara.

Benar-benar PAS.

Di sini, di ruangan ini, Kinara benar-benar disuguhi oleh wajah-wajah manusia bersalah namun tanpa beban seolah tak berdosa.

Anggara yang tenang sembari menjelaskan, nyatanya pasca kejadian tak sekali pun menghubungi apa lagi menjelaskan. Sedangkan Feronica, Ah, bisa-bisanya ia tersenyum dan menatap penuh minat pada kekasihnya. Hah, kekasih?. Feronica bahkan sudah jauh berbuat dibandingkan dirinya yang berstatus tunangan.

Kinara menghela nafas berat. Sesak serasa menghimpit dada jika dirinya tetap berada di satu ruang yang sama dengan para pengkhianat.

Gadis itu pun lekas mengemas barang pribadinya ke dalam tas dan meminta izin ke toilet. Pandangan Anggara tertuju pada Kinara yang berdiri hendak keluar. Meski ragu, pada akhirnya sang pria pun mengizinkan.

Ketahuilah Anggara, bukanlah toilet yang menjadi tempat tujuan tunanganmu sekarang. Melainkan ke sebuah kantin.

"Buk, Dua mangkok baso dengan lima sendok sambal."

"Baik, Neng." Penjaga kantin hanya manut. Menuruti perintah Nara.

Tak ada alasan galau memilih tak makan. Lapar, begitu fikir Kinara. Dengan lahap ia menghabiskan bola-bola daging dengan kuah begitu pedas tersebut. Saat teringat raut wajah bahagia dan tanpa dosa dari Anggara dan Feronica, Kinara melahap makanannya semakin brutal. Tak perduli pedas, tak perduli panas, semua yang ia rasakan tak sebanding dengan luka pengkhianatan yang pasangan itu torehkan.

Bulir bening meleleh. Kinara menangis jua. Air matanya tumpah bahkan tak bisa dicegah. Mencoba tegar, namun gagal. Ya, hatinya masih terlalu ringkih. Remuk redam ketika dikhianati.

Tbc.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!