Bagai mengukir di atas air

Bagas sampai di kamar yang berukuran tiga kali empat, ruang khusus dimana wanita yang dia cintai terbaring tak berdaya di atas ranjang. Setiap kali dia melangkah masuk ke dalam. Hatinya kembali hancur berkeping-keping. Jiwanya seakan berusaha menyembul keluar.

Tepat di sisi ranjang pasien dia menghapus setiap jejak air mata yang membasahi pipinya. Dia berusaha berhenti menangis. Dokter bilang kalau orang Kona tetap bisa mendengar, meski tidak merespon.

"Hai, sayang. Bagaimana kabarmu? Aku minta maaf karena baru bisa mengunjungimu."

Diraihnya tangan sang istri. di kecilnya beberapa kali untuk menghapus rindunya. Dia mengecup kening Zahara sebelum duduk di kursi.

"Sayang, kamu tahu. Ammar sudah besar. Dia semakin pintar. Dan tadi sebelum aku kemari. Ammar dan Zahira sedang jalan-jalan keliling komplek. Aku sering membayangkan bagaimana perasaanku saat kita yang pergi jalan santai bersama. Sayang, aku merindukanmu." Bagas kembali tak kuasa menahan rasa sedihnya.

Hatinya semakin hancur berkeping-keping ketika bicara. Namun, tak ada respon dari istrinya.

****************

"Ammar, sayang." Zahira sedang asik bermain dengan anak kakaknya.

Ammar lari-larian di taman dan Zahira mengawasinya sambil berjaga-jaga. Dia tidak mau keponakannya terjatuh dan terluka.

Zahira juga sering menangis kala melihat Ammar yang belum bisa bermain bersama dengan ibu kandungnya. Zahira juga terkadang mengunjungi Zahara dengan membawa Ammar. Mencoba agar kakaknya mau merespon kehadiran Ammar. Namun, ketika respon itu di sambut dan Zahara bangun dari tidur panjangnya. Kakaknya tidak mengakui putranya sendiri.

Zahara tidak ingat kalau dia memiliki putra. Dia bahkan kerap berlaku kasar. Sehingga Bagas melarang Zahira untuk mempertemukan Ammar dan Zahara.

"Ammar, Ammar. Hati-hati sayang. Ammar awas."

Zahira langsung berlari dan meraih tubuh mungil Ammar yang hampir tertabrak oleh sepeda.

Seorang pria tidak berhati-hati dan melaju dengan cepat dari arah selatan. Dia hampir menabrak Ammar. Untung saja Zahira sangat sigap sehingga Ammar tidak cedera.

"Aw." Zahira mengasuh kesakitan.

"Maaf, maafkan saya. saya tidak berhati-hati." Pria itu mengulurkan tangan untuk membantu Zahira berdiri.

Zahira menyambut ukuran tangan itu dan dia bangun sambil terus memegang erat tubuh mungil Ammar.

"Tidak apa-apa. Saya yang kurang waspada menjaga putraku." Zahira berdiri dengan tegak.

"Putra?"

Pria itu melihat Zahira dengan seksama. Dia tidak menyangka wajah imut seperti Zahira sudah memiliki seorang putra.

"Benar dia putraku."

Zahira memang selalu bilang kalau Ammar adalah putranya. Penyamarannya sebagai kakaknya haruslah sempurna. Keluarga Bagas tidak mau ada orang yang tahu kalau dia adalah Zahira.

"Permisi, saya harus kembali ke rumah." Zahira meletakkan Ammar di troli.

"Perlu saya antar?" tanya pria itu.

"Tidak perlu." Zahira langsung mendorong troli.

Pria yang hampir menabrak Ammar masih terus memperhatikannya.

"Siapa bro?" tanya pria yang juga sedang mengendarai sepeda.

"Cewek."

"Iyah, gua tau itu cewek Rangga. Maksud gue dia siapa? Lo kenal dia?" tanya Deon kepada sahabatnya Rangga.

"Enggak. Tadi gue hampir nabrak anaknya. Untung dia langsung sigap menolong putranya." Rangga masih tak mengalihkan pandangannya.

"Ya udah, Bro. Kita balik yuk. Udah mulai terik nih." Deon mengajak pulang Rangga.

Mereka berdua kembali mengayuh sepeda dan menuju arah pulang.

****************

Bagas selesai mengelap tubuh istrinya dengan handuk dan air hangat. Setiap kali dia pergi menemui istrinya. Hal yang biasa dia lakukan adalah mengelap tubuh istrinya agar tetap bersih dan wangi. Dia juga memberikan pelembab dan serum yang biasa di gunakan sang istri.

"Aku pamit pulang dulu. Aku harap saat aku kembali lagi. Kondisimu semakin membaik."

Bagas berpamitan dan dia langsung keluar dari kamar Zahara. Ketika dia sedang menutup pintu kamar. Dia tak sengaja melihat teman dekatnya berada di rumah sakit juga.

"Tohar." Panggilnya.

"Hai, Gas. Wah wah wah kayaknya yang semalam habis senang-senang sama istri kelelahan sampe periksa ke rumah sakit nih." Tohar langsung nyerocos.

"Apaan sih. Siapa yang seneng-senenh. Orang sampe rumah cape langsung tidur." Bagas menepuk pundak temannya.

"Ah, masa? Bukannya di Roni udah masukin obat ke minuman Lo? Pasti Lo ngerasa pusing-pusing dan pandangan kabur dong." Tohar menahan tawa.

Bagas mengingat kejadian saat dia dan Zahira akan pulang. Memang benar dia merasa pusing dan pandangan kabur seperti yang di katakan oleh Tohar.

"Kalau itu benar. Lalu dengan siapa aku melampiaskan rasa itu?" Bagas mulai bertanya-tanya dalam hatinya.

"Aku harus mengingatnya. Memang ciri-cirinya sama persis. Namun, aku tidak ingat apapun. Kalau itu benar terjadi ...," Bagas berusaha mengingatnya.

Saat dia berjalan untuk meninggalkan rumah sakit, beberapa potongan kejadian kemarin mulai dia ingat. Namun, ingatannya sering kabur. Mungkin itu karena dia sedang dalam pengaruh obat.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Monah Mama'y Maika

Monah Mama'y Maika

Ada notif langsung mampir....awal cerita yang sangat menarik...aku suka karya darimu thooor....Semangat ya nanti aku kasih bunga buat kamu 💪💪👍👍

2023-03-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!