Curahan Rindu

Bagas membuka pintu kamarnya. Namun, dia tetap terus menempelkan bibirnya di bibir Zahira. Zahira yang berusaha melepaskan rengkuhan Bagas. Ternyata tak bisa. Bagas malah semakin erat dan semakin merapatkan tubuh mereka berdua.

Bagas melempar Zahira ke atas kasurnya. Dan membuka bajunya segera.

"Mas, kamu mau apa? Mas, sadar aku adalah Zahira. Bukan kak Zahara." Zahira berusaha bangkit dari tempat tidur Bagas.

Bagas yang telah melepaskan bajunya. Dia langsung menarik kembali Zahira. Bagas sudah seperti orang yang kerasukan setan saja. Tenaganya juga bak kuda liar. Tak bisa dihentikan oleh tubuh kecil Zahira.

Bagas kembali mengulum bibir tipis Zahira. Dia bahkan mulai membuka outer gaun tidur Zahira hingga hanya inner baju tidur saja yang kini menempel di tubuh wanita berusia dua puluh enam tahun itu.

Zahira menitikkan air matanya. Dia tidak sanggup membayangkan bagaimana sakit hatinya sang kakak nanti jika tahu, suaminya telah menggaulinya.

Bagas mulai menikmati setiap inci tubuh Zahira. Sayang seribu sayang, Zahira tak bisa menolak gairah yang diberikan oleh kakak iparnya itu.

Bagas yang sudah kerasukan hawa nafsunya. Sudah tidak bisa lagi disadarkan oleh Zahira. Setiap kali dia mengelus tubuh adik iparnya. Zahira berusaha menolak dengan bahasa tubuh. Karena bibirnya terkunci oleh bibir Bagas.

"Aku merindukanmu." Bagas berbisik ditelinga Zahira.

Zahira yang mendengar bisikan itu semakin menangis. Dia sadar kalau Bagas bukan menginginkan dirinya seutuhnya. Namun, kakak iparnya itu sedang terjangkit malarindu yang sangat dahsyat. Dua tahun waktu yang sangat lama. Sudah dua tahun itu pula Bagas menahan hasratnya untuk bergaul dengan Zahara.

Kini Bagas sudah melucuti semua pakaian yang dikenakan oleh Zahira dan mulai melancarkan aksinya.

Zahira yang hanyut dalam buaian dan sentuhan Bagas. Tubuhnya tidak bisa lagi menolak sengatan itu. Meski pikirannya terus berusaha menolaknya.

Bagas tidak seperti biasanya bagi Zahira. Bagas sejak awal tak pernah memberikan tatapan menggoda kepadanya. Namun, entah kenapa. Malam ini, pria itu kehilangan kendalinya setelah kepulangan mereka dari pesta.

Satu jam sudah mereka bergelut diatas kasur. Rasa yang baru pertama kali dia rasakan itu. Sangat membuatnya meliuk-liukan tubuhnya yang masih perawan satu jam sebelumnya.

Bagas tergeletak di atas ranjangnya. Dia tidak sadarkan diri setelahnya.

"Mas, Mas Bagas?" Zahira menepuk-nepuk pipi kakak iparnya itu.

Bagas kemudian mendengkur. Mendengar dengkuran kakak iparnya. Zahira lega, dia takut Bagas pingsan.

"Kak, maafkan aku. Maafkan aku yang tidak bisa menolak keadaan ini. Aku tidak tahu kenapa bisa aku hanyut dalam sentuhannya."

Zahira keluar dari kamar Bagas sambil terus menitikkan air matanya. Dia tak bisa menghilangkan rasa bersalahnya kini. Dia juga tak bisa mengerti apa arti rasa yang ada di dalam hatinya.

*****

Matahari sudah bersinar terang. Sejak selepas shalat subuh. Zahira sudah menyiapkan sarapan dan sudah menyuapi malaikat kecil kakaknya.

"Za, gimana tidurmu semalam? Nyenyak?" Mama Utami bertanya.

"Nyenyak, Ma." Zahira menjawab dengan perasaan tak karuan.

Dia takut ibu mertua kakaknya akan kecewa dengannya ketika mengetahui pergumulan dia dan Bagas semalam. Dia tidak mau kehilangan sosok ibu. Selama ini dia mendapatkan kasih sayang dari ibu mertua kakaknya.

Zahira dan Zahara memang sudah tidak lagi memiliki ibu sejak mereka dilahirkan. Zahira dan Zahara di urus oleh bibi mereka.

"Za, kenapa kamu bengong? Apa terjadi sesuatu? Atau kamu tidak enak badan?" tanya mama Utami.

"Tidak, Mah. Aku hanya sedikit mengantuk. Mungkin karena semalam habis mengerjakan tugas kuliah yang cukup sulit"

Zahira kemudian kembali bermain bersama Ammar. Ammar sudah wangi dan ganteng sekali pagi ini.

"Mah, nanti Zahira ajak Ammar jalan-jalan di sekitar komplek ya," seru Zahira.

"Boleh, tapi alangkah baiknya kamu pergi dengan Bagas juga. Karena mama rasa Bagas juga perlu menghirup udara pagi, tapi kemana dia. Kenapa jam segini belum juga bangun." Mama Utami melihat ke arah tangga.

"Mungkin Mas Bagas masih lelah, Mah. Biarkan saja dia tidur agak lama. Zahira siap-siap dulu."

Zahira mengangkat tubuhnya dan berjalan menuju tangga. Saat dia hendak menaiki anak tangga tiga terakhir. Dia berpapasan dengan Bagas yang sudah mandi dan wangi.

"Za. Kamu nanti tolong siapkan beberapa keperluan Kak Zahara. Mas mau ke rumah sakit menjenguknya."

Bagas lalu menuruni tangga. Zahira melihat kakak iparnya itu tak merasa canggung di dekatnya. Bahkan bersikap sangat biasa seperti sebelumnya.

"Apa sebenarnya yang terjadi semalam? Apa dia tidak mengingatnya sama sekali?" Zahira langsung berkaca-kaca.

Dia mempercepat langkahnya untuk masuk ke dalam kamar. Dia menangis di sisi tempat tidur. Kegadisannya telah terenggut, tapi pria yang merenggutnya tidak mengingatnya sama sekali.

Zahira sangat menyesal. Dia menarik-narik rambutnya. Dia menangis karena frustasi. Isak tangisnya tak bisa ia hindari.

Ada rasa sesak kini di hati Zahira ketika Bagas sangat memperhatikan Zahara.

"Kenapa ... Kenapa semalam kamu melakukan hal itu kepadaku? Padahal kamu sangat mencintai kakakku!" Zahira menatap pintu kamarnya.

Rasa marah, rasa bersalah, rasa tak percaya dan rasa sesal bercampur aduk menjadi satu di dalam hatinya.

"Sekarang apa yang harus aku lakukan, Kak? Aku telah menjadi duri di dalam pernikahan kalian. Aku telah menyerahkan kegadisanku kepada suamimu. Suami yang begitu kamu cintai."

Zahira tahu betul perasaan kakaknya kepada Bagas. Dia dulu sangat bangga dan ceria ketika menceritakan sosok Bagas kepadanya dan juga ayahnya.

Bahkan ayah mereka sangat senang karena Zahara mendapatkan sosok suami yang sangat baik.

"Kalau ayah sampai tahu hal ini. Sudah pasti dia akan marah kepadaku. Ayah maafkan Zahira yang bodoh ini." Zahira menghapus air matanya. Dia teringat akan mengajak Ammar jalan pagi.

Zahira mengganti pakaiannya dan kembali turun menemui keluarga kakaknya.

Meski dia tahu kalau mama Utami sangat sayang kepadanya. Namun, dia yakin mama Utami tidak akan setuju jika tahu tindakan Bagas dan dirinya semalam.

"Za, apa semua perlengkapan kak Zahara sudah siap?" tanya Bagas sambil menggendong Ammar.

"Sudah, Mas. Ini Za taruh di atas meja depan ya," kata Zahira sambil memperlihatkan tas yang ada di tangannya.

Ammar yang melihat Zahira membawa tas langsung merengek. Dia seakan takut Zahira meninggalkannya.

"Eh, Ammar. Imu tidak kemana-mana kok. Imu hanya membawa tas untuk Bunda saja." Bagas menenangkan Ammar.

"Apa kamu akan menemui Zahara?" tanya mama Utami.

"Iyah, Mah. Sudah dua hari aku tidak berkunjung. Aku ingin melihat keadaannya." Bagas memberikan Ammar kepada Zahira.

"Za, hati-hati dan jangan lengah saat menjaga Ammar. Aku dengar kamu mau membawa Ammar keliling komplek. Jadi kalian harus lebih hati-hati."

Bagas menyalami ibunya dan menyentuh dagu putranya lalu pergi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!