Ailey tampak terburu-buru keluar dari kosan. Sebuah tas lusuh tergantung di pundaknya. Sesekali dia mengecek ke dalam tas tersebut untuk memastikan dompetnya sudah ada di sana. Dia baru sadar bahwa beras dan minyak goreng tinggal tersisa sedikit di kos sehingga dia harus ke pasar malam untuk membelinya. Padahal bisa saja dia membeli makanan di warung dekat kosan, tetapi dia tidak boleh boros. Sebisa mungkin masak sendiri agar lebih hemat.
Hari itu sekitar jam 6 sore, cahaya matahari sudah mulai menipis saat Ailey keluar kos. Terkadang Ailey masih trauma jika harus pergi berjalan kaki sendirian di atas jam 6 sore, tapi tidak di pemukimannya saat ini. Karena Ailey tinggal di rumah padat penduduk dengan gang-gang kecil, tentunya banyak orang yang masih beraktivitas di sana, bahkan suara anak kecil yang sedang menangis di dalam rumah bisa terdengar hingga ke jalan. Hal ini membuat Ailey tidak takut untuk berjalan sendirian di waktu malam. Jika ada sesuatu yang mengusiknya, dia bisa dengan mudah berteriak dan semua orang di sana dapat mendengar dan menolongnya.
Tidak jauh dari tempat tinggalnya, ada tempat pembuangan sampah yang sangat tidak disukainya. Setiap hari truk sampah lalu-lalang di sana untuk menumpuk sampah dan limbah lainnya yang sudah tidak terpakai. Jelas saja, bau menyengat selalu berseliweran di area itu. Sayangnya, Ailey harus melewati tempat pembuangan akhir tersebut untuk menuju pasar malam karena hanya itu satu-satunya jalan pintas menuju ke pasar. Sebenarnya dia bisa saja melewati jalan lain tapi jaraknya lumayan jauh. Ailey tidak ingin mengambil resiko pulang larut malam.
“Aduh, bau banget! Kalau aku sudah kaya, akan aku pastikan untuk mencari tempat tinggal yang jauh dari area pembuangan seperti ini.” Gumamnya sambil menutup hidung.
Sambil melewati tumpukan sampah tersebut, Ailey menyadari ada yang berbeda di antara sampah-sampah yang menggunung itu. Dia melihat seorang pria sedang bersusah payah untuk mengeluarkan dirinya sendiri dari timbunan sampah yang berbau menyengat.
“Hei, kamu! Bisa tolong aku?” Sahut pria itu kepada Ailey yang sedang melewatinya.
Ailey melihat ke sekeliling dan hanya dia seorang yang saat itu sedang melintas. Dia ingin sekali membantunya tapi bau tidak sedap sudah mencemari hidungnya. Tak bisa dibayangkan baunya seperti apa jika dia harus mendekat dan menolong pria itu.
“Hmm… Kamu ngapain di situ? Jorok sekali!” Balas Ailey tanpa bergeming sedikit pun.
“Bantu aku dulu! Kenapa tumpukan sampah ini berat sekali, sih?” Lanjut pria asing itu.
Kali ini Ailey langsung menghampirinya tanpa berpikir panjang. Sekalipun dia tidak suka area itu, tapi menolong sesama manusia adalah keharusan baginya.
“Kamu…kok bisa-bisanya…ada…di tumpukan…sampah, sih?” Tanya Ailey dengan terengah-engah sambil menarik tangan pria itu.
“Cepat tarik aku dulu!” Kata pria itu tidak sabar.
Segera setelah pria itu berhasil ditarik keluar oleh Ailey, sampah yang menggunung mulai longsor ke bawah. Untungnya sampah-sampah kotor itu tidak mengenai Ailey.
“Sekarang coba jelaskan padaku kenapa kamu bisa terkubur di sampah-sampah ini?” Tanya Ailey sambil menjaga jarak dengan pria itu.
Pria itu terlihat sibuk mengibaskan tangan di badannya untuk mengusir kotoran yang menempel. Lalu dia melihat Ailey dan menjawab, “Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa jatuh di tempat menjijikkan ini.”
“Jatuh katamu? Kau pikir kau ini malaikat atau apa?” Sambung Ailey ketus.
“Ya, kamu bisa bilang seperti itu.” Jawabnya sumringah dengan bangga.
Ailey melongo mendengar jawaban tersebut. Dia hanya menatap laki-laki lusuh itu dengan pandangan aneh.
“Kenapa? Kamu pasti kaget ‘kan kalau aku adalah malaikat.” Sambung pria itu.
“Heran lebih tepatnya. Kok, ada manusia halu seperti dirimu, ya.” Timpal Ailey mulai kesal.
“Eits, bukan manusia. Ingat, ma-la-i-kat.” Lanjutnya menegaskan.
“Ha-lu.” Ailey kembali membalas seraya membelokkan badannya dan berjalan pergi.
Entah dosa apa Ailey sampai harus menolong orang gila dari tumpukan sampah berbau menyengat. Dia terus berjalan menjauhi tempat pembuangan sampah tersebut tanpa mau menoleh sedikit pun. Dia tak punya waktu untuk meladeni orang gila yang menyebut dirinya sebagai malaikat.
“Kamu pergi meninggalkanku begitu saja?” Suara pria tersebut terdengar dekat di belakangnya.
“Kamu ngapain ikutin aku?” Ailey kaget melihat pria itu berjalan mengikutinya dari belakang.
“Hei, aku belum mengucapkan terima kasih! Jangan marah-marah, dong!” Protesnya.
Ailey melenguh sambil melihat wajah laki-laki yang tampak kecewa itu. Dia menyilangkan kedua tangan di dada tanda kesabarannya mulai habis.
“Kamu tidak perlu berterima kasih. Aku ikhlas kok membantumu. Sudah sana, pulang dan bersihkan badanmu!” Kata Ailey seakan ingin menyudahi obrolan dengan segera.
Pria itu tersenyum manis dan berkata, “Betul juga kata Tuanku, kamu memang orang yang tulus.”
Ailey menatapnya dengan kebingungan. Dia terlihat tidak mengerti perkataan pria halu tersebut.
“Namaku Milo.” Kata pria itu sambil mengulurkan tangannya.
Seakan terhipnotis oleh mata pria bernama Milo itu, Ailey menjawab uluran tangannya dan menggenggamnya erat seolah tidak jijik dengan kotornya tangan itu.
“Aku Ailey. Salam kenal.”
“Senang bertemu denganmu.” Balas Milo dengan senyuman ramahnya
“A…aku harus segera pergi.” Ailey menjawab dengan gugup sambil melepaskan jabat tangan yang ditawarkan Milo.
Dengan cepat Ailey bergegas melangkahkan kakinya sambil keheranan dengan dirinya sendiri. Biasanya dia selalu menjaga sanitasi tubuhnya sehingga tidak mungkin dia mau menjabat tangan Milo yang kotor karena sampah-sampah itu. Namun, agaknya Ailey juga merasa kelewatan karena marah akibat terganggu olehnya.
Ailey menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Dia memutuskan untuk minta maaf. Tapi, bagai hilang ditelan bumi, Milo sudah tak berdiri lagi di sana. Ailey hanya diam terpaku. Bagaimana mungkin seseorang bisa pergi begitu cepat? Bahkan jika berlari pun, suara derap kaki harusnya masih bisa terdengar. Hembusan angin malam yang dingin menyisakan seribu pertanyaan di benak Ailey.
Ailey lalu menatap tangannya yang telah bersalaman dengan Milo. Genggamannya terasa hangat, padahal malam itu cukup dingin. Sesekali dia menoleh ke sekitar untuk memastikan pria tersebut tidak lepas dari radarnya. Sangat disayangkan, hasilnya nihil. Ia tak mampu menemukan jejak kepergian Milo. Dia berjalan kembali menuju tempat pembuangan sampah tadi sekedar untuk mengecek perasaan aneh yang menghinggapinya. Sungguh kaget Ailey melihat tumpukan sampah yang berserakan akibat longsor tadi tersusun seperti semula dengan ketinggian yang sama seperti sebelum ia menolong Milo.
Angin berhembus semakin kencang. Burung-burung di udara terlihat terbang di atas melewatinya. Sehelai bulu burung berwarna putih kusam jatuh dan hinggap di pundaknya. Ailey menyeka bulu burung itu dan membiarkannya terjatuh perlahan ke tanah.
Satu pertanyaan masih menghantuinya, siapa sebenarnya pria misterius bernama Milo itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments