Malam hari sekitar pukul delapan lebih, Tirani baru bisa membuka ponselnya. Melihat si Pria sedang mandi membuatnya berkesempatan terbebas sementara dari keganasan Pria tersebut. Kesempatan ia gunakan untuk sekedar melihat ponsel "Hampir seharian gue tidak pegang hp" Seraya menggapai ponsel miliknya. Tirani mempunyai dua ponsel yang satu pemberian Pria tersebut dan yang lain miliknya pribadi. "Sial...badan gue serasa habis di gebukin orang satu kampung" Gerutu Tirani.
Tirani mengeluh nyeri pada bagian pangkal baha, setelah semua kekejaman sang Pria hingga membuatnya kesulitan berjalan sampai terlihat seperti orang habis sunat "Semua gara gara pria sialan itu" kesalnya sembari membuka ponsel. Ia terkejut melihat begitu banyak panggilan masuk atas nama Ibu Siti "Tumben bu Siti telepon jangan jangan si kembar kenapa napa lagi..." sigap Tirani menghubungi balik ibu Siti. Dunia seolah runtuh seketika mendapat kabar bahwa kedua putrinya masuk rumah sakit.
"Ya Tuhan jadi mereka masuk rumah sakit?" Seketika ketegaran seorang ibu melemah begitu mendengar kedua anak kembarnya harus di rawat karena ada masalah dalam saluran pencernaan. Kakinya langsung lemas dan terduduk di lantai, air matanya berguguran, isak tangis begitu menyayat hati.
Kesedihan seorang ibu ialah ketika melihat buah hatinya jatuh sakit, di tambah lagi kondisi tidak memungkinkan mereka bersama. Kerap kali orang tua di hadapkan dengan begitu banyak polemik, antara anak dan keperjaan. Begitulah kehidupan harus mengorbankan salah satunya.
"Maafkan mama sayang semua salah mama sampai kalian seperti ini. Seharusnya mama ada bersama kalian saat kalian sedang sakit...." Sekarang ini ia hanya bisa menangis tersedu, membayangkan bayi kembarnya harus merasakan sakitnya jarum infus dan pahitnya obat obatan.
Seorang Pria bertopeng baru saja kekuar dari kamar mandi "Kenapa kamu bersedih?" Tuturnya sembari mendekati Tirani. Dengan bertelanjang dada dan handuk putih melilit pinggang sang Pria terlihat begitu gagah.
Tirani menundukkan kepala sembari terus menangis terisak "Kalau boleh ijinkan saya pergi hari ini karena kerabat saya tengah sakit" menghampiri Pria bertopeng kemudian bersimpuh di bawah kakinya "Saya mohon ijinkan saya menjenguknya sehari saja" Dengan bercucuran air mata Tirani menyentuh kaki sang Pria.
Seketika Pria tersebut memundurkan langh sehingga tangan Tirani tak lagi dapat menyentuh kakinya "Saya tidak mengijinkan kamu keluar meski sejengkal dari rumah ini"
Mendongak menatap wajah kejam yang sekarang berada tepat di hadapannya. Ingin sekali ia memukul sang Pria kejam hingga nafas tak lagi berhembus "Hanya sehari saja, tolong ijinka saya pergi" Ucapnya memelas.
Duduk tepi ranjang dengan melipat kedua tangan "Kalau saya bilang tidak ya tidak. Paling kerabat kamu hanya butuh uang bukan, sekarang juga saya akan kirim uang kepada kerabat kamu itu udah kan semua beres" Bagi sebagian orang uang adalah segala galanya. Dengan uang mereka merasabisa membeli semua seisi dunia, padahal tidak semua hal bisa di beli dengan uang. Mereka lupa bahwa kebahagiaan tidak akan pernah bisa di beli.
Dia itu manusia atau iblis? Kenapa bisa begitu angkuh tanoa perduli semua alasan....
"Kerabat saya tidak menbutuhkan sumbang dari siapa pun, karena yang dia butuhkan hanya kehadianku saja tidak lebih. Please, ijinkan saya pergi sehari saja tidak lebih dari sehari. Saya juga janji akan menuruti apa puj yang anda inginkan asalkan anda bersedia mengijinkan saya pergi sekarang" Ucap Tirani memelas.
"Tidak" Lantangnya penuh tekanan.
Tirani mulai geram, ia pun bangkit dengan tatapan kemarahan. Manusiawi sih jika Tirani marah karena tidak bisa menemui buah hatinya kala sakit. "Tidak semua hal bisa kamu beli dengan uang, Tuan. Sikap anda mencerminkan karakter seorang pecundang " Emosinya hampir meledak melihat bagimana reaksi pria tersebut dalam menanggapi masalah besar dalam hidup Tirani.
"Dasar manusia tidak punya hati kamu..." Maki Tirani dengan berderai air mata.
Melihat harga dirinya sedikit terluka sang Pria tidak tinggal diam, ia bangkit lalu mencengkeram leher Tirani "Berani sekali kamu mengatai saya" mengeratkan cengkraman "Sekali lagi kamu meninggikan suara depan saya, maka saya tidak akan berbuat lembut terhadapmu. Ingat, kamu itu sudah saya beli dengan nominal tidak sedikit. Kalau kamu bilang semua tidak membutuhkan uang, lalu untuk apa kamu menjual diri selama ini? Jadi wnaita jangan sok suci bicara soal hati karena wanita murahan sepertimu jelas tidak lebih berharga dari segenggam emas" Begitu harga dirinya terluka jelas Pria tersebut tidak terima.
Tirani merasa kesulitan bernafas sehingga mulutnya berulang kali mengangga. Berusaha melepas tangan kekar dari lehernya tentu tidak mudah. "To.....long lepaskan"
Dengan sangat kasar sang Pria melempar Tirani hingga kening terbentur meja rias "Kalau saya bilang tidak ya tidak jangan sekali kali berani menentang perintah saya. Kamu hanya budak jadi jangan pernah mengaharap jadi nyonya, mengerti?!"
Baru sekali ini ia melihat kemarahan dalam diri Pria bertopeng itu "Aww......" Keningnya sampai berdarah akibat terbentur tepian meja.
Pyar....
Dari dalam terdengar suara benda terbanting keras, seperti piring atau gelas pecah. Pasti pria itu telah hilang akal sampai memecahkan semua barang yang ada di depannya.
"Arghhhh......" Melepas topengnya sembari meluapkan semua kekesalan "Kenapa dia harus perduli dengan kerabatnya, kenapa?" mengacak rambut sembari memukul apa pun yang dapat ia sentuh. Peralatan makan berserakan sampai serpihan beling melukai kakinya. Tanpa perduli kaki Pria tersebut menginjak serpihan beling. Lantai putih menjadi berwarna merah maruh akibat darah dari kaki si Pria.
Tirani meringkuk ketakutan mendapat perlakuan kasar dari pria tak di kenal. Selama berkerja dengan Bunda Siska, tidak sekali pun ia mendapat perlakuan kasar. "Maafkan mama nak belum bisa menjenguk kalian" Mengingat wajah kedua putri kembarnya membuat hati semakin teriris.
Tak lama kemudian datanglah seorang laki laki berpakaian serba hitam "Tuan, kaki anda terluka" Sigap ia mencari kotak obat "Biar saya bantu obati, Tuan." Berjongkok hendak mengobati luka di kakinya.
"Tidak perlu, saya tidak butuh bantuan dari kamu. Panggil wanita itu seret dia ke sini...." Titahnya.
Tak lama kemudian Tirani di bawa keluar oleh seorang berbaju hitam "Bantu Tuan mengobati lukanya"
Tirani hanya bisa menuriti saja karena takut Pria itu akan kembali marah. Wajahnya terus tertunduk tanpa menyadari bahwa wajah sang pria tidak memakai topeng lagi. Selesai membersihkan luka pada kali Pria tersebut, Tirani langsung membalutnya dengan perban.
"Kemari kamu"
Tirani mendongak dan melihat wajah asli pria tersebut. Ia seperti tidak asing dengan wajah itu tapi entah di mana mereka bertemu yang jelas Tirani tidak merasa asing.
"Duduk di pangkuan saya" Melihat kening Tirani berdarah sang Pria lalu menyuruhkan duduk lalu menempelkan plester "Maafkan saya sudah menyakiti kamu, saya hanya emosi sesaat." Seketika sikapnya berubah menjadi lembut, seolah mempunyai dua kebribadian ganda. Sedikit marah sedikit lembut begitu sulit di tebak.
Tirani hanya diam tanpa kata. Pikiran dan hati sedang kacau balau.
Membelai rambut sebahu Tirani seraya menatap dalam wajah wanita cantik dalam pangkuannya tersebut "Baiklah saya akan mengijinkan kamu pergi tapi hanya sehari saja tidak lebih"
Seketik Tirani menatap kedua mata Pria itu "Benarkah? Anda mengijinkan saya?" wajah lesu berubah menjadi semangat.
"Pergilah sebelum saya berubah pikiran"
Tirani langsung mengecup pipi sang Pria "Terima kasih banyak Tuanku" Ia segera bergegas masuk kamar mengambil tas dan ponsel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments