Episode 04

"Astaga si kembar demam tinggi bagaimana ini apa mereka kangen sama mamanya, ya?" Seorang wanita paruh baya berusia kisaran empat puluhan lebih tengah menggendong salah satu bayi kembar milik Tirani. Sejak pagi si kembar tiba tiba demam tinggi entah apa penyebabnya. Mereka terus menangis seolah mencari keberadana sang ibu"Coba deh telepon mbak Rani (Tirani) saja siapa tau dia bisa pulang sekarang, kasihan mereka dari tadi nangis terus nggak mau diem. Mana seharian nggak mau minum minum susu lagi takut mereka kenapa napa nanti"

Dengan kondisi Tirani sekarang tidak memungkinkan dirinya bisa mengangkat telepon, di tambah lagi nada dering ponselnya silent. Ratusan kali sekali pun tidak akan membuatnya mendengar telepon darinya.

"Astaga, kemana mbak Rani itu? Kenapa tidak di angkat juga sih?" Melihat bayi kembar terus menangis membuatnya gugup dan tidak mau ambil resiko. Ia langsung membawa mereka menuju puskesmas terdekat.

"Pak, tolong antar saya ke puskesmas, ya" Titahnya kepada seorang ojek pangkalan yang mengkal tidak jauh dari rumahnya.

Ibu siti, seorang janda, tinggal seorang diru. Beliau sudah lama menjadi sejak kepergian suaminya, beliau hanya memiliki satu orang anak tapi sudah lama sekali tidak pulang, karena sudah memiliki keluarga sendiri di kota besar. Awalnya karena merasa kasihan melihat Tirani kekusahan mengurus bayi kembarnya, dan harus keusahan mencari uang, maka dari itu beliau pun menawarkan diri untuk menjaga si kembar. Kasih sayang yang beliau berikan begitu besar melampaui kasih sayang nenek kepada cucunya sendiri. Beliau sudah mengangap si kenbar seperti cucunya sendiri. Mungkin kalau tidak ada beliau kedua bayi kembar itu tidak tau akan menjadi seperti apa, dengan tuntutan pekerjaan sang ibu.

"Si kembar kenapa, buk?" Tanya tukang ojek.

Ibu Siti menggendong kedua bayi kembar, dan terus mencoba menenangkan kedua bayi dalam gendongannya itu. Begini susahnya kalau mengurus dua bayi kembar jika salah satu sakit semua ikut sakit, satu nangis yang lain ikut nangis pula, jadi serba susah. Untuk menggendong kedua bayi kembar sekaligus juga begitu sulit, harus menggunakan dua gendongan saling menyilang agar memudahkan mereka bergerak. "Mereka demam mang dari pagi rewel terus nggak mau minum susu pula. Saya takut mereka dehidrasi, kasihan mereka masih bayi nggak tega saya lihatnya" Hati ibu Siti begitu mulia setara dengan kasih sayang seorang nenek terhadap cucu.

"Emang si neng Rani belum ada pulang, buk? Biasanya seminggu sekali dia pulang" Imbuh pak tukang ojek.

Menghela nafas panjang "Huff....saya juga tidak tau mang kenapa mbak Rani tidak pulang seminggu ini, padahal si kembar pasti rindu sekali sama ibunya" Membelai salah satu wajah bayi kembar tersebut.

"Oh....mungkin neng Raninya lagi banyak kerjaan kali, buk. Tapi semoga saja dia cepat pulang lah kasihan si kembar kurang kasih sayang dari ibunya" Banyak orang merasa iba melihat kondisi si kembar. Bayi berusia tiga bukan lebih sudah harus merasakan jauh dari orang tua, kurang kasih sayang seorang ibu, dan kehangatan sosok ayah.

"Semoga saja, mang. Oh iya mang bisa lebih cepat tidak...."

Bapak tukang ojek langsung tancap gas "Baik buk saya akan ngebut biar cepat sampai. Ibu pegangan ya" Percuma saja mau ngebut seperti apa kalau motor sudah tua termakan usia laju kendaraan pasti menurun.

"Sabar sayang kita sebentar lagi sampai puskesmas, kalian harus kuat, nak" Tangisan si kembar semakin melamah mungkin saking seringnya menangis tanpa ada asupan air susu sedikit pun.

Tak berapa lama sampailah mereka di depan puskesmas "Tunggu sebentar ya mang sekalian nanti tungguin saya pulang" Dengan wajah cemas ibu Siti langsung membawa si kembar masuk.

Bapak tukang ojek berdecak kagum melihat bagaimana Ibu Siti mengasihi kedua anak itu "Ck,ck,ck....beruntung sekali ada ibu Siti yang bantu jagain mereka kalau tidak ada beliau pasti neng Rani udah kebingungan merawat si kembar"

"Permisi bu bidan saya mau cek kondisi si kembar, dari pagi rewel, terus nggak mau minun susu,badannya juga demam tinggi" Dengan gemetaran ibu Siti meletakkan kedua bayi kembar di atas ranjang pemeriksaan.

Cekatan seorang bidan desa memeriksa kesehatan bayi tersebut "Musim pancaroba seperti sekarang ini banyak balita mudah terserang penyakit, buk. Saran saya penuhi kebutuhan asi si kembar supaya imun mereka tetap terjaga" Ucap bu bidan sembari memeriksa salah satu bayi kembar tersebut.

"Mohon maaf bu bidan kedua bayi ini sudah tidak minum asi lagi" Jawabnya penuh rasa iba.

Bu bidan nampak tersentak "Lho kenapa buk? Di usia mereka sekarang ini seharusnya masih full asi, bukan susu formula. Seharusnya ssbagai ibu anda pasti paham" Bu bidan mengira bahwa bayi kembar tersebut adalah anak ibu Siti.

"Emm...itu bu anu mamanya si kembar kerja di kota cari duit. Mereka di titipkan sama saya, karena himpitan ekonomi membuat mama bayi kembar ini harus rela tidak menyusui anaknya" Ucapnya dengan nada memalas.

"Oh begitu, ya. Kasihan sekali kamu nak masih kecil sudah di tinggal sama mamanya" Sang Bidan ikut tersentuh mendengar penjelasan dari Ibu Siti.

ketika menyangkut masalah ekonomi siapa pun tidak berani berkomentar lagi, sebab kebutuhan orang berbeda beda. Lain orang lain kebutuhan. Semua orang mengalami sulitnya teehimpit ekomoni sampai tidak ada satu kata untuk menjatuhkan mental para mencari rejeki.

"Terus bapak anak ini kemana, bu? Kenapa harus mamanya yang cari nafkah?" Sembari memeriksa perut bayi kembar tersebut.

"Kalau masalah itu saya kurang tau, bu. Sejak pertama kali mbak Rani masuk ke desa ini dia sudah membawa si kambar dan tidak tau keberadaan suaminya di mana. Saya juha tidak enak menanyakan hal lebih jauh takut dia tersinggung" Jelas ibu Siti.

"Benar juga sih, bu. Oh iya begini bu Siti melihat kondisi si kembar sekarang jauh lebih baik kalau anda membawanya langsung ke rumah sakit, saya sarankan mereka mendapat penangan lebih lanjut" Ucap sang bidan.

"Maksud bu Bidan mereka harus di rawat begitu? memang mereka kenapa, bu Bidan?" Ibu Siti nampak syok.

"Saya kira ada masalah pada pencernaan mereka dan harus segera di tangai oleh dokter spesialis anak" Menulis surat rujukan lalu memberikan kepada ibu siti.

"Kalau begitu terima kasih banyak bu Bidan, saya parmisi dulu"

Tanpa tunggu lama Ibu Siti langsung pergi menuju rumah sakit terdekat.

"Di saat seperti ini mama kalian justru susah di hubungi, nak. Kalian sabar ya sayang ibu Siti ada bersama kalian" melihat mereka terus menangis tak henti membuat beliau merasa teriris hatinya.

"Eh kalian sudah dengar gosib terbaru tentang ibu tak bersuami itu belum? Kabarnya sih di kota dia itu jadi kupu kupu malam lho" Dua orang pengendara motor melihat Ibu Siti nampak begitu mencemaskan kedua bayi kembar milik Tirani. Mereka kebetulan tengah melintas di sekitar puskesmas dan melihat beliau menggendong kedua bayi tersebut.

"Ah masa sih, jeng? Saya kita neng Rani itu wanita baik baik lho eh ternyata dia ular berbisa"

"Iya, waktu itu suami saya tidak sengaja mau berangkat ke kota, eh pas dijalan kebetulan mereka satu bus, setelah sampai tujuanneng Rani melepas jaket dan pakaiannya begitu mini. Suami saya sampai memotretnya dan bertanya sama saya untuk memastikan apa itu Rani apa bukan, dan ternyata emang itu Rani" Jelasnya secara detail.

Seorang ibu paruh baya bertubuh gempal lalu menimpali ucapan tetangganya yang saat ini mengendarai motor bersamanya "Astaga, pantas saja setiap kali ditanya kemana suaminya pasti jawabannya berubah ubah, jadi ternyata dia si kupu kupu malam toh. Nggak nyaka saya jeng" Geleng kepala saking tidak percaya atas gosib yang beredar luas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!