Pernikahan yang bagaikan sebuah beban besar bagi Yazid kini sudah berjalan hingga dua bulan. Hari-hari terus berjalan tanpa ada kebahagiaan yang bisa ia rasakan. Berbeda dengan Mita yang terus berusaha memperjuangkan hati sang suami. Tak pernah mengeluh sekali pun semua rasa lelah di tubuhnya hanya berakhir dengan hinaan tanpa pujian. Terkadang Mita hanya bisa menangis dalam tidurnya di kala malam. Yazid sungguh dingin dan acuh padanya. Dan Mita sadar ini semua memang akan terjadi, sebab Yazid sedari awal menolak pernikahan itu.
"Mit, tubuh kamu kok kurus sekali, Nak?" tanya Imah sang mamah kala siang itu Mita berkunjung ke rumah orangtuanya dengan kue di tangannya yang ia beli.
Bukannya menjawab, Mita hanya tersenyum dan memilih memeluk tubuh sang mamah. Sejenak ia memejamkan mata seolah ingin menjatuhkan air mata di pelukan itu. Namun, Mita berusaha menahannya. Mungkin dulu ia anak yang sangat manja dan cengeng. Tapi tidak boleh ia tunjukkan saat ini pada kedua orangtuanya. Cukup pada sang nenek mertua Mita mencurahkan isi hatinya.
Ia takut jika lama kelamaan kedua orangtuanya akan marah jika Mita di perlakukan tidak pantas oleh Yazid dan perceraian menjadi jalan putusan mereka. Tidak, Mita tidak mau ada perceraian. Ia bersumpah akan menikah satu kali seumur hidup apa pun yang terjadi.
"Mita bawa kue kesukaan papah. Sebentar yah biar Mita siapkan dulu, Pah?" wanita itu masuk ke dapur meninggalkan kedua orang tuanya.
Mita memang membagi waktunya hari ini dengan mengunjungi orangtua lebih dulu lalu ke kantor mengantar makan siang untuk suaminya. Melihat sikap sang anak kedua orangtua Mita hanya saling pandang tanpa berani berkomentar apa pun. Mereka tidak ingin ikut campur dengan masalah pernikahan anaknya. Dan setelah menikmati waktu sebentar bersama kedua orang tua, di sinilah Mita saat ini. Kantor Yazid, ia berdiri tepat di depan pintu ruang sang suami.
Suara tawa terdengar dari arah dalam, Mita mengerutkan dahinya dalam dan mendengar apa yang mereka bicarakan.
"Apaan sih lu, Zid? Itu istri lu. Kan lu yang setuju nikah sama dia. Lah sekarang kok ngehina gitu sih?" celetuk Nia terkekeh keras.
"Emang iya kan? Tahunya apa sih? Paling cuman buka paha doang wanita sekarang. Beda sama lu, Nia. Untung lu sahabat gue." sebuah lelucon yang terucap begitu saja dari bibir Yazid sungguh terasa begitu menghantam keras dada Mita kala mendengarnya. Bahkan ia sampai memegang dadanya saat ini.
"Yasudah gue pulang dulu. Nih makan habisin dan jangan lupa di simpen baik-baik tempatnya. Ntar ketahuan istri lu habis lu di omelin si nenek." Nia beranjak dari duduknya dan itu bisa Mita saksikan dari celah pintu ruang kerja Yazid.
"Thanks, yah Nia. Lu udah rela tiap hari bawain masakan yang gue minta." ujar Yazid menepuk pundak sang sahabat. Nia hanya tersenyum saja tanpa mengatakan apa pun.
Kepergian Nia dari ruangan itu membuat Mita keluar dari persembunyian setelah di rasa aman. Ia menatap punggung Nia yang menjauh. Di tatapnya rantang makan siang untuk sang suami.
"Ternyata perjuanganku selama ini sama sekali nggak ada hasil." Mita melangkah pergi dengan rantangan yang tetap ia bawa di tangannya. Mita berjalan tanpa mau menoleh pada siapa pun yang melihatnya. Meski di kantor itu semua tahu siapa dirinya. Mita tak lagi perduli. Ia pulang dengan melajukan mobil dan melempar makan siang itu ke tempat sampah yang ia lewati.
Air mata jatuh di pipinya. Mita tak ingin pulang saat ini. Ia ingin menenangkan pikirannya. Entah jalan apa yang harus ia ambil saat ini. Melihat perjuangan yang sangat melelahkan Mita rasakan nyatanya tak membuahkan hasil sedikit pun. Simpati dari Yazid bahkan tak juga ia dapatkan.
Sedangkan di ruang kerjanya, Yazid nampak duduk di kursi kerja sembari menatap jam di tangannya. Waktu istirahat sudah hampir habis, bukankah seharusnya Mita sudah tiba?
"Kemana dia? Apa membuat kekacauan lagi di rumah?" gumam Yazid menggelengkan kepalanya pusing.
Ia memilih acuh toh perutnya juga sudah aman terisi dengan makanan enak dari sang sahabat. Memang tanpa sepengetahuan Mita, Nia selalu datang di waktu istirahat lebih cepat untuk makan siang bersama dengan Yazid. Hal itu sudah sering mereka lakukan bahkan sebelum Yazid menikah. Hanya saja sejak Mita mengantar makan Yazid meminta Nia untuk datang lebih cepat setidaknya ia bisa makan dengan nyaman sebelum makan masakan istrinya sendiri.
Di sebuah tempat berlatih memanah, Mita tampak berdiri berdua dengan seorang nenek tua yang nampak masih segar. Keduanya sama-sama tengah fokus pada tujuannya di depan untuk ia panah.
"Aku lelah sekali, Nek." ujar Mita saat itu.
Niat ingin menenangkan diri justru akhirnya ia masih harus melibatkan wanita tua itu untuk menjadi temannya. Mita memang merasa sangat nyaman dengan nenek mertuanya.
"Semua memang tidak ada yang instan Mita. Nenek tahu apa yang kamu rasakan. Tapi, itu tujuan yang ingin kamu capai. Apa kamu ingin menyerah begitu saja? Jika nenek pun di posisi mu mungkin satu minggu Nenek sudah angkat tangan. Toh Yazid bukan pria terbaik yang harus di perjuangkan sesakit itu. Bahkan kamu adalah wanita yang sangat baik, Mit. Nenek beruntung cucu nenek mendapatkan istri sepertimu." panjang lebar Fena berucap mengucapkan apa yang menurutnya benar dan pantas ia ucapkan.
Sekali pun Yazid adalah cucunya sendiri, ia tidak membenarkan perlakuan Yazid pada Mita selama ini. Bahkan ia sangat tidak suka sang menantu yang kerap kali membela anaknya.
"Tapi hati ku sudah mantap, Nek pada kak Yazid. Itu sebabnya aku tidak mau menyerah. Dan kali ini aku ingin berada di titik ini untuk istirahat sejenak dari lelahku, Nek." Mita melepaskan panahnya pada target yang lebih jauh.
Melihat panahan Mita berada pada titik target luar membuat kening Fena mengerut. Tidak kah itu sama artinya dengan menyerah?
"Maksud kamu, Mit?" Fena menurunkan busur di tangan dan menatap Mita lekat.
"Aku ingin membebaskan Kak Yazid saat ini. Dan Aku ingin belajar mandiri di luar, Nek. Aku juga ingin seperti Nia yang menjadi wanita karir dan serba bisa. Mungkin dengan begitu aku jauh lebih di pandang oleh suamiku, Nek."
Sang nenek menghela kasar napasnya. Meski terdengar menakutkan, namun ia tetap mendukung apa yang menjadi keputusan Mita. Selagi itu tidak berbuat hal yang buruk.
"Nenek percaya denganmu, Mit. Kamu pasti mendapatkan apa yang kamu inginkan. Ingat selalu dengan posisimu sebagai istri. Bagaimana pun kamu di luar nama suamimu lah yang kamu bawa." Mita menggenggam tangan nenek Fena dan tersenyum.
Hari itu keduanya pun memutuskan pulang dengan kendaraan masing-masing.Tentu Fena di antar dengan supir pulang ke rumah. Keduanya berpisah sembari berpelukan erat. Hingga saat menjelang sore tiba Mita tengah menikmati waktunya mandi dengan aroma therapy di kamar. Bahkan kepulangan Yazid dari kantor pun tak ia sambut kala itu.
Suasana rumah sunyi senyap saat Yazid melangkah masuk. Pertama kali yang ia lihat adalah dapur yang sunyi. Meja makan yang kosong. Ada helaan napas lega di tubuhnya kala tak melihat makanan yang tersaji. Ritual yang selalu ia lakukan memang menuju dapur dan meja makan demi memastikan makanan terburuk apa lagi yang akan ia dapatkan malam nanti. Dan saat ini rupanya tak ada apa pun yang mengharuskannya drama mau muntah lagi.
"Syukurlah aman. Tapi ada apa dengannya? Apa dia sakit?" gumamnya dalam hati memikirkan Mita sebab sejak siang tadi sang istri juga tak ada datang ke kantor dan membawakan makan siang untuknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Dede Anggraeni
Semangat mit,Aku yakin kamu bisa,,kamuu harus balas semua perlakuan buruk yazid ke kamu,jdi kan diriMu lebih baik yg tidak seorangpun berani merendahkan kamu 💪💪💪
2023-03-22
2