Chapter 3

Sementara itu, Michael merasa bersalah setelah melihat Annisa pergi. Ia tahu bahwa Annisa pasti merasa terluka setelah mengetahui tentang Ivy. Ia memutuskan untuk mencari Annisa dan mencoba menjelaskan semuanya padanya.

Michael merasa sangat berat hatinya setelah melihat Annisa sedang menangis sendirian di sudut bar. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan, karena di satu sisi dia masih sangat mencintai Annisa, tetapi di sisi lain dia merasa tidak bisa meninggalkan Ivy.

Saat Ivy mengajukan pertanyaan tentang Annisa, hati Michael terasa berdebar-debar. Dia merasa seperti dia harus memberi tahu Ivy tentang hubungannya dengan Annisa, tetapi ia juga merasa takut kehilangan Ivy.

Michael sangat ragu dan bimbang, apakah seharusnya dia mengikuti hatinya ataukah menjaga hubungannya dengan Ivy karena sudah berkomitmen untuk menikah dengan dia.

Di dalam hatinya, Michael merasa ragu akan keputusannya untuk bertunangan dengan Ivy. Ia mulai mempertanyakan apakah Ivy benar-benar adalah pasangan yang tepat untuknya, ataukah ia hanya merasa nyaman karena mereka sudah saling mengenal selama bertahun-tahun.

Michael merasa bahwa hubungannya dengan Annisa memiliki kedalaman yang lebih, tetapi ia juga takut bahwa ia hanya melihat Annisa dari sudut pandang yang salah. Ia tidak tahu apakah Annisa merasakan hal yang sama dengannya atau tidak.

Setelah beberapa saat memandangi Annisa yang menangis, Michael akhirnya memutuskan untuk menghampiri Annisa.

"Annisa, apa yang terjadi? Apa yang membuatmu menangis?" tanya Michael dengan penuh kekhawatiran.

Annisa menoleh ke arah Michael dan terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan suara terbata-bata, "Aku...aku tidak tahu. Aku hanya merasa sedih."

Michael merasa khawatir melihat Annisa menangis sedih, dan ia merasa bahwa ia harus memberitahu Annisa tentang hubungannya dengan Ivy.

"Annisa, ada sesuatu yang perlu aku katakan padamu. Ivy, gadis yang kau temui tadi malam, adalah tunanganku," ujar Michael dengan suara sedikit gemetar.

Annisa terkejut dan tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Ia merasakan perasaan campur aduk di dalam hatinya, sedih karena mengetahui bahwa Michael sudah memiliki tunangan, tetapi juga kecewa karena merasa bahwa hubungan mereka yang selama ini dirasakan istimewa ternyata hanya menjadi sebuah ilusi.

"Aku tidak tahu harus berkata apa, Michael. Aku merasa sedih," ujar Annisa akhirnya dengan suara lirih.

"Aku tahu ini sulit, Annisa. Tapi aku harap kau bisa memahami situasinya. Aku masih mencintaimu, tapi aku juga sudah berkomitmen untuk menikah dengan Ivy," ujar Michael dengan nada sedih.

Annisa merasakan hatinya semakin sakit, dan dia hanya bisa menunduk sambil menangis. Michael merasa sedih melihat Annisa menangis, tapi ia tahu bahwa ia harus melanjutkan hidupnya bersama Ivy.

"Aku harap kita masih bisa berteman, Annisa. Aku tak ingin hubungan kita rusak karena ini," ujar Michael dengan penuh harap.

Annisa mengangguk pelan, dan ia tahu bahwa ia harus berusaha untuk melupakan perasaannya terhadap Michael. Ia hanya bisa berdoa semoga kebahagiaan menemukan Michael bersama Ivy.

Beberapa hari setelah event mode kantor itu, Annisa masih merasakan beban pikiran yang cukup berat. Setiap kali dia berpikir tentang Michael, perasaan sedih dan kecewa masih terus menghantuinya. Hari itu, Annisa berangkat kerja dengan hati yang berat dan tidak bersemangat. Ia takut untuk bertemu dengan Michael, khawatir ia tidak bisa menahan emosinya dan membuat suasana kantor menjadi tidak nyaman.

Saat Annisa sampai di kantor, ia melihat bahwa Michael sudah ada di sana. Annisa mencoba menghindari Michael, tapi ia tidak bisa memungkiri bahwa ia merasa khawatir dan penasaran tentang apa yang akan terjadi jika mereka bertemu.

Ketika Annisa sudah masuk ke dalam ruangan, Michael mendekatinya. "Annisa, aku ingin bicara denganmu," ujarnya dengan suara lembut.

Annisa menatap Michael dengan tatapan dingin. Ia merasa bahwa ia tidak siap untuk membicarakan apapun dengan Michael pada saat itu. "Maaf, Michael, aku sedang sibuk. Kita bisa bicara nanti," ujarnya sambil berlalu pergi.

Michael merasa kecewa melihat Annisa yang terus menghindarinya. Ia tahu bahwa situasinya sulit dan ia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk memperbaikinya. Ia berharap bahwa waktu akan menyembuhkan luka di hati Annisa dan ia masih bisa menjaga hubungan baik dengan Annisa sebagai teman.

Beberapa minggu kemudian, Annisa mencoba untuk melupakan perasaannya terhadap Michael dan fokus pada pekerjaannya. Ia mulai bersosialisasi dengan rekan kerjanya dan menikmati pekerjaannya sebagai editor majalah.

Meskipun Annisa masih merasa sedih ketika mengingat kenangan bersama Michael, ia mulai memahami bahwa kebahagiaan orang lain juga merupakan kebahagiaannya sendiri. Ia berharap bahwa Michael dan Ivy akan bahagia bersama, dan ia merasa lega bahwa hubungan mereka masih baik sebagai teman.

Ketika Annisa melihat Michael di kantor, ia tidak lagi merasa takut atau sedih. Ia bahkan bisa tersenyum dan berbicara dengan Michael seperti biasa, tanpa ada rasa canggung atau perasaan yang terlalu dalam. Ia tahu bahwa perasaannya masih ada, tapi ia juga tahu bahwa ia bisa mengatasinya dan menjaga hubungan baik dengan Michael sebagai teman.

….

Annisa sedang berjalan di kota New York pada suatu malam yang dingin. Dia merasa sedih dan lelah karena pekerjaannya yang menumpuk. Dia melihat sebuah restoran yang baru buka dan memutuskan untuk masuk ke dalamnya untuk menghangatkan dirinya dan makan malam.

Annisa memasuki restoran yang baru saja buka dan disambut oleh aroma makanan yang sedap. Ia merasa lapar dan ingin mencoba hidangan yang ditawarkan di restoran itu. Ketika ia melihat ke arah dapur, ia terkejut melihat Reynold, mantan kekasihnya yang menjadi chef di restoran tersebut.

Reynold juga terkejut melihat Annisa dan keduanya saling menatap tanpa bicara. Akhirnya Reynold memutuskan untuk mendekati Annisa dan menyapa.

"Annisa, lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?" tanya Reynold dengan senyum ramah.

Annisa merasa sedikit canggung, tetapi kemudian membalas sapaan Reynold. "Kabarku baik. Bagaimana denganmu?"

Reynold menjawab dengan senyuman. "Aku baik-baik saja. Aku senang melihatmu lagi setelah begitu lama. Apa kamu ingin mencoba hidangan spesial yang aku buat hari ini?"

Annisa mengangguk dan Reynold mempersilahkan Annisa duduk di sebuah meja yang sudah disiapkan untuknya. Reynold kemudian memasak beberapa hidangan istimewa untuk Annisa, seperti yang dulu sering ia lakukan untuknya.

Annisa menikmati hidangan itu dengan lahap dan terlihat senang. Namun, di dalam hatinya masih ada perasaan yang rumit ketika bertemu kembali dengan Reynold. Ia masih teringat dengan perpisahan mereka dan takut terjebak dalam masa lalu yang menyakitkan.

Setelah selesai makan, Annisa memutuskan untuk pergi dan membayar tagihan di kasir. Reynold mencoba menahan Annisa dan mengajaknya bicara lebih lama, tetapi Annisa sudah memutuskan untuk pergi.

"Terima kasih untuk makan malam yang enak, Reynold. Tapi aku harus pergi.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!