Bab 3. Aku Hanya Istri Pajangan

Setelah beberapa lama di dalam ruangan kerjanya dan pekerjaannya juga sudah selesai, Arya keluar dari ruang kerjanya.

"Kruyukk..."

Cacing-cacing di dalam perutnya rasanya sangat lapar. Arya pergi ke meja makan, ia membuka tudung saji dan kosong. Biasanya para Art nya sudah menyiapkan makanan, tapi tumben ini belum. Lalu Art nya pada kemana? Arya saja tidak tahu.

Dengan kasar Arya membantingkan tubuhnya ke sofa, geram rasanya saat lapar tapi tidak ada apa-apa di atas meja makan. Mau masak Arya juga tidak bisa masak, mau keluar terlalu malas jalan, mau good food juga malas mencet ponselnya, maunya tinggal enak tapi ya kalau apa-apa malas gimana mau enak?

"Cacing-cacing di perutku kembali berbunyi," rasanya semakin gusar saat cacing-cacing di dalam perutnya tidak mau berhenti berbunyi.

Arya melihat jarum jam dan sudah menunjukan pukul 9 malam, tapi Zahra tak kunjung muncul. Pikirannya kembali terujuh pada Zahra, ini anak kemana sih?

Zahra turun dari taksi, lalu ia berjalan menuju ke rumahnya. Tanpa mengetuk pintu ia langsung masuk begitu saja, lagian mengetuk pintu juga percuma suaminya tak akan meyanbutnya dengan bahagia.

Saat hendak melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, Zahra menghentikan langkah kedua kakinya karena melihat suaminya duduk di ruang tengah sendirian.

"Jam berapa sekarang?"

"Kenapa baru pulang?"

Sorot mata Arya tak lepas dari wanita berfaras cantik itu, wanita yang sudah sah menjadi istri satu-satunya tapi sayangnya kedua mata Arya masih saja jlalatan, entah mengapa? Lalu Arya maunya wanita yang seperti apa? Padahal Zahra sudah sangat cantik dan baik hati.

"Jam 9 malam."

"Memangnya kenapa? Lagian di rumah juga malas," dengan cuek Zahra menjawab pertanyaan Arya.

"Aku tanya kamu darimana?" sentak Arya, tapi Zahra berusaha tidak takut. Padahal ia merasakan gemetaran tapi berusaha baik-baik saja.

"Apakah penting aku dariman, Mas? Ingat ya Mas! Aku ini hanya istri pajangan, aku mau kemana? Aku mau darimana? Aku rasa itu tidak penting buat kamu, Mas!" jelas Zahra dengan tegas, aku memang seorang istri yang tugasnya mengharagai suami, menghormati suami, tapi suami yang seperti apa dulu yang harus aku perlakukan semanis itu? Kalau Mas Arya, aku rasa tidak pantas.

"Sudah berani kamu melawanku," tatapan bersungut-sunggut itu sedikitpun tidak membuat Zahra takut pada Arya.

Ingat kita sama-sama manusia yang di ciptakan oleh Allah, jadi buat apa juga takut kepada mahluk ciptaannya? Selagi kita di jalan yang benar ya lawan saja!

Zahra enggan meladeni suaminya, ia melanjutkan langkah kakinya untuk pergi ke dapur karena mau mengambil piring dan ia mau makan nasi goreng yang ia beli tadi di depan komplek.

"Aku lapar, tidak ada gunanya juga berdebat denganmu Mas," ujar Zahra dan berlalu pergi begitu saja.

"Para Art kemana?" tanya Arya ketus.

"Libur," jawab Zahra cuek.

"Lalu aku mau makan bagaimana? Aku lapar sekali dari tadi," ujar Arya pada Zahra, ia mengekor di belakang Zahra seperti kucing yang minta makan padanya.

Zahra sudah mengambil piring, lalu ia berjalan ke meja makan, ia duduk dan nasi goreng yang tadi ia taruh di atas piring lalu membukanya.

Baunya begitu lezat menggugah selera makan, sungguh nikmat mana lagi yang Allah dustakan?

Arya ikut duduk di meja makan, ia menelan ludahnya dengan kasar, sungguh enak sekali makanan yang ada di hadapan Zahra. Membuatnya semakin lapar, cacing-cacing di dalam perutnya terus membrobtak hebat.

Zahra mulai menyendok makanannya lalu memasukan ke dalam mulutnya, sungguh rasanya begitu nikmat.

"Emm enak sekali, tidak salah aku langangan di sana," kata Zahra sambil kembali menyuapkan makanan ke dalam mulut.

Arya semakin ngiler tapi gengsi mau minta, perutnya juga tak bisa diajak kompromi.

"Kruyukkk..."

Zahra mendengar suara perut, yakinlah itu perut sang suami kan tidak mungkin perutnya apalagi sudah makan nasi goreng seenak ini.

"Rasanya sangat lapar sekali, mana tidak ada makanan, terus Zahra hanya membeli makanan untuk dirinya saja, kejam sekali dia sama suami sendiri," gumam Arya dalam hatinya.

"Jika kamu lapar, beli saja makanan di depan komplek! Banyak orang jualan di sana," sindir Zahra dengan nada lembut.

Di depan komplek kalau malam memang banyak orang jualan, jadi saat perut merasa lapar bisa langsung meluncur untuk berburu makanan.

"Aku tidak level dengan makanan seperti itu, makanan di pinggir jalan mana sehat, aku yakin itu makanan pasti tidak bersih," ujar Arya penuh penekanan.

"Nyata aku masih sehat padahal aku sering membeli makanan pinggir jalan," sahut Zahra dengan tegas. Dasar manusia sombong, makan saja banyak pilih, daripada ngatain tinggal beli saja ke restoran!

Setelah makan beberapa suap nasi goreng, Zahra menyudai makannya lalu ia menutupi makanan sisanya itu dengan tudung saji kecil. "Buat kucing besok pagi," katanya dengan suara agak keras, ia sengaja biar manusia sombong seperti Arya mendengarnya.

Zahra beranjak dari tempat duduknya, lalu pergi ke kamar untuk membersihkan badannya dan lanjut tidur.

Saat Zahra sudah berlalu masuk kamar, Arya masih terdiam di kursi meja makan sambil memandadangi sisa makanan Zahra yang masih ada, cacing-cacing di perutnya terus berbunyi meminta di kasih makan.

Apa Arya akan memakan makanan sisa Zahra yang tidak lain adalah istrinya atau tetap dengan gengsinya yang selangit itu?

Bersambung

Terimakasih para pembaca setia

Terpopuler

Comments

Wanda Andhika

Wanda Andhika

Idddiiihhhhhh belagu, gengsi lu gede in🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2023-09-01

0

Shinta Dewiana

Shinta Dewiana

mampus lo arya..

2023-08-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!