Sudah seharusnya bagi Valerie untuk membukakan pintu. Sebelum masuk, Victon sempatkan tersenyum tampan terlebih dahulu. Sengaja, anggap saja sebagai bentuk kompensasi, membuat Valerie pun mengerutkan dahi.
“Kapan proyek ini selesai Al?” Tanya Victon memecah keheningan.
“Kurang lebih 2 bulan lagi, pak.”
“Kenapa mereka masih mengincarku? padahal tanah sudah jelas jadi milikku.”
“Iri dan dengki pak, tidak ada obatnya.” Singkat Aldi.
"Bicara kau seperti iya-iya saja.” Sindir Victon.
Entah kenapa mobil itu seperti ruang rapat. Valerie sama sekali tidak tertarik dengan isi pembicaraan mereka yang membosankan. ”Apa mereka selalu membahas pekerjaan di manapun dan kapanpun?” batin Valerie yang kini lebih tertarik dengan pemandangan jalan raya di luar sana.
“Hei mba bodyguard, ingat!! tugasmu bukan menjadi kamera tersembunyi atau perekam suara, mengerti?!” tanya Victon.
“Mengerti. Tapi pembicaraan anda berdua sangat jelas dan saya punya dua telinga yang masih normal. maaf, itu di luar kendali saya.” Ucap Valerie apa adanya. Aldi tergelitik dengan jawaban gadis itu, bahkan Victon pun di buat mati kutu dan kini membatu.
...🚗🚗🚗🚗...
Sampai di salah satu kota besar pusat ibukota, Victon pun memulai kesibukannya. Saking sibuknya hingga tak sadar jika waktu pun cepat berlalu. Kunjungan terakhir mengharuskan Victon untuk survei langsung di lokasi pembangunan mall barunya.
“Pak Awas!!” Pekik seorang kuli bangunan.
Rupanya, salah satu besi panjang sedikit longgar dari ikatan sehingga hampir saja mengenai punggung Victon. Beruntungnya para pengawal sangat sigap menghalangi kejadian buruk yang nyaris terjadi.
Valerie terluka saat tangannya berusaha menahan besi tadi. Tak ada yang tahu, namun mata elang Victon mengetahuinya meski gadis itu berusaha menyembunyikannya.
“Anda tidak apa-apa pak?” tanya Aldi.
“I’m alright.” Mata Victon kembali menelisik wajah Valerie yang masih datar dan santai-santai saja seolah-olah luka itu bukan masalah serius. Padahal goresan di pergelangan tangannya lumayan. “Kau terluka?” tanya Victon pada Valerie yang menggeleng dan berusaha menyembunyikan tangannya.
“Ikut aku! Al bawakan kotak P3K!”
Belum sempat menjawab, tangan Valerie sudah terlanjur di tarik oleh Victon. Semua orang yang melihat pun di buat bingung kala Valerie sudah pasrah di bawa menuju sebuah ruangan.
“Mana lihat?” Ucap Victon seraya menarik paksa tangan itu.
“Saya baik-baik saja pak. Ini hal biasa yang sering terjadi.” Tolak Valerie.
“Ck, gimana kalau infeksi?!!” Nada bicara Victon semakin meninggi kala Valerie selalu menolak untuk memperlihatkan tangannya. Terkadang Victon sangat jengah dengan Valerie yang selalu bersikap seolah-olah tangguh, padahal tidak. Akhirnya, adegan tarik menarik tangan itu pun terjadi.
Sama-sama keras kepala, itu lah kenyataannya. Keduanya masih bersikeras hingga tanpa sadar menjadi tak seimbang. Brugh… siapa sangka jika adegan familiar yang sering tampil di layar kaca kini terjadi begitu saja.
Valerie terjatuh di lantai dengan Victon yang menimpa di atas tubuhya. Hingga dalam beberapa detik, mata keduanya saling memandang dalam keheningan. Berbeda dengan Valerie yang tak nyaman, Victon malah menikmati.
Manik hitam pekat yang amat menawan di mata Victon. Mungkin seulas senyum saja tidak cukup untuk mengungkapkan kekaguman dalam dirinya. Heran saja, kenapa mata indah itu selalu saja menatapnya seperti ingin menelan habis-habis. Padahal Valerie bisa saja menarik perhatian lawannya, hanya dengan tatapan mautnya itu.
“Awas!! berat tau.” Valerie bersungut-sungut seraya memalingkan wajah. Di lihat dari jarak sedekat itu, Valerie benar-benar terlihat cantik di mata Victon. Kini, keduanya sama-sama berdebar namun dalam arti yang berbeda.
Jika Victon berdebar karena terpesona, berbeda dengan Valerie yang merasa ketakutan. Pria itu semakin di buat bingung dengan kelakuan aneh Valerie. Victon berpikir, apa mungkin Valerie setakut itu padanya?.
Ceklek…
”Ups maaf! Apa saya ganggu pak?” Ucap Aldi yang baru muncul dengan kotak di tangannya. Mana dia tahu jika bossnya sudah bertindak sejauh itu. Akhirnya, demi menyelamatkan nyawa, Aldi pun memilih untuk segera berlalu.
Victon mwncoba bangkit seraya mengulurkan tangannya, namun kembali di tolak. Selalu begini dan akan terus begini. Valerie benar-benar menepisnya sejauh mungkin.
“Saya tidak apa-apa.” Ucap Valerie seraya membenahi bajunya yang sedikit acak-acakan. “Ini sudah menjadi tugas saya untuk melindungi bapak.” Valerie ingin segera melenggang pergi secepat mungkin. Namun, Victon lagi-lagi menahannya.
“Kamu kenapa? apa kita nggak bisa damai seperti biasa?”
“Tolong bedakan pekerjaan dengan urusan pribadi. Jangan membuat posisi saya jadi sulit.”
“hahhh… fine!. Setidaknya biarkan aku membalut lukamu dulu.”
Mungkin bukan saatnya. Daripada frustasi sendiri dengan sikap menyebalkan gadis ini, Victon memilih untuk mengalah dulu. Setidaknya Valerie tidak menolak tangannya yang ingin membalut luka itu.
.
.
.
.
_To Be Continued_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments