Malam harinya, Labu menyatakan perasaan pada Wartel. Labu senang karena diterima, hingga perasaaan yang kuncup berbunga mekar. Wartel juga sudah lama menyukai Labu, makanya selalu dekat dengan Pare.
"Wartel, aku bahagia sekali." ujar Labu.
"Aku juga, karena sudah lama memendam perasaan sama kamu." jawabnya.
Wartel melihat bibinya yang baru datang, dengan membawa seorang dukun. Wartel menyuruh untuk memeriksa keadaan Pare.
"Dia ini sakit, tapi tidak terdeteksi oleh medis." ucap Wartel.
"Biasanya, ini penyakit kiriman." jawab dukun.
Mbah dukun membacakan mantra, dengan fokus memegang gelas. Bibi Timun melihat air, yang diberikan pada Pare.
"Diminum dengan perlahan." ucap Mbah Moleng.
"Iya Mbah." Pare meneguk dengan penuh harapan.
Mulai bergerak menuju ke dalam usus, lalu ke lambung. Iblis tanduk keluar dari dalam perut, melapor pada mbah Gondrong.
"Siapa dia, beraninya ikut campur." Mbah Gondrong mulai murka.
"Dia adalah dukun dari desa Pulau Bango." jawab iblis tanduk.
Mbah Gondrong membacakan mantra, hingga air berubah jadi baskom, yang masuk ke dalam perut Pare. Mbah Moleng melihat Pare kesakitan, dengan perut yang berubah besar.
"Kenapa mendadak lagi kambuh, padahal tadi sudah membaik?" tanya Baidah.
"Ini bukan sakit medis, tapi kiriman santet. Wajar saja, bila dikirim lagi. Dia ingin menyiksa target, supaya tidak bisa menjalankan aktivitas." jawab mbah Moleng.
"Siapa yang tega melakukan ini. Sungguh tidak punya hati manusia tersebut." ucap Wartel.
"Bibi juga tidak habis pikir, mengapa masih ada manusia yang menggunakan cara ini."
Demi mengatasi rasa sakit yang diderita Pare, satu-satunya cara dia dibius. Hanya dimasukkan obat dan vitamin lewat infus. Baidah sebenarnya tidak tega, namun harus tetap melakukan hal ini.
"Maafkan Ibu Nak!" ujar Baidah.
Wartel mengusap lembut pundak Baidah. "Sabar iya Bu, semoga Pare lekas sembuh."
"Terima kasih Wartel, kamu bersedia membantu bersama Labu." ucap Baidah.
"Jangan sungkan, kami akan terus menjenguknya." jawab Wartel, dengan datar.
Bibi Timun keluar dari ruangan, saat dokter menangani pasien. Pare yang terus guling-guling, sampai tidak sanggup lagi menahannya. Tubuhnya kurus kering tertekan batin, karena terus mengeluh kesakitan.
"Sebaiknya, biarkan dia dirawat dalam keadaan seperti ini. Jika dia dalam keadaan sadar, itu akan lebih menyiksa." ujarnya.
"Baiklah Dok." jawab Baidah.
Wartel berboncengan dengan Labu, lalu Kubis merasa cemburu. Dia melihat dari kejauhan, saat keduanya bercanda. Labu yang pernah bersifat seenaknya, membuat Kubis terlintas untuk mengirimkan santet.
"Awas kamu Labu, giliran kamu yang akan tersiksa. Aku akan mengirimkan santet pelebur nyawa padamu. Berawal dari rasa sakit tiada henti, lalu berujung pada kematian." batin Kubis menyimpan dendam.
Mbah Gondrong menyambut kedatangan Kubis, lalu melihat wajahnya frustasi. Mbah Gondrong tertawa lantang, merasa lucu dengan Kubis yang tidak tenang.
"Kamu mau apa?" tanya Mbah Gondrong.
"Aku mau santet Labu, karena dia mendekati perempuan yang aku suka." jawabnya.
"Silakan, kamu tusuk sendiri boneka ini sesuka hati. Aku akan memberinya mantra, yang tertuju pada Labu." Mbah Gondrong menunjuk boneka, yang ada di atas meja.
Mbah Gondrong mulai membacakan mantra, hingga boneka santet bergerak. Mbah Gondrong memberikannya pada Kubis. Terserah mau diapakan, yang terpenting bahagia.
”Aku akan tusuk, bagian perut dan dadanya. Lihat saja kamu Labu, tidak akan bisa genit lagi.” batin Kubis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments