Setelah diperiksa lewat sampel darah, tidak menunjukkan adanya penyakit apa pun. Bahkan, sudah diperiksa dengan rekam jantung.
"Bagaimana keadaan anak saya Dok?" tanya Baidah.
"Semuanya normal, tidak ada penyakit apa pun." jawab seorang dokter muda.
"Tidak masuk akal Dok, jelas-jelas dia sakit. Anak saya merengek-rengek, menangis dengan histeris."
"Tapi, inilah kenyataannya Bu. Saya sedang tidak mengarang cerita. Pemeriksaan kami sudah teliti, tidak mungkin salah." Dokter tersebut berlalu dari hadapannya.
Keesokan harinya, Kubis pergi ke perusahaan. Terdengar banyak orang berbicara, mengenai Pare yang masuk rumah sakit.
Para anak buahnya yang terdiri dari Labu, Talas, Ubi, dan Kentang sedang membicarakan ketua geng. Mereka heran saja, karena kemarin Pare baik-baik saja.
"Ada apa dengan Pare?" tanya Wartel.
"Dia masuk rumah sakit, namun nihil hasilnya saat diperiksa." jawab Kentang.
Wartel membenarkan jilbabnya. "Mungkin, dia sakit dikirim orang."
"Ini zaman teknologi canggih, masih percaya saja dengan spiritual." Ubi ingin tertawa.
"Kamu jangan ngotot, di kampung ku saja pernah ada kejadian begitu. Tetangga bibiku perutnya besar, karena dikirim teluh oleh orang." jelas Wartel.
"Hahah... mengapa pernyataan mu, malah membuat aku sakit perut." Talas meremehkan hal yang disampaikan Wartel.
Labu asyik cengengesan sendiri, saat melihat layar ponsel. "Lucu juga stiker kucing dari gebetan."
"Woi, asyik sendiri saja lu." Kentang bersorak.
"Biasa, lagi mengobrol dengan teman baru."
"Teman apa teman, tampak dekat sekali."
Wartel duduk didekat Kubis. "Kamu sudah dengar belum, tentang berita Pare sakit perut?"
"Dengar," Menjawab singkat.
"Tapi, agak aneh 'kan, karena dia mendadak sakit, tanpa bisa diagnosa dengan jelas."
"Aku tidak mau mendengar tentangnya, karena dia dan aku tidak dekat. Aku malas mengurus berita membosankan tersebut." ucap Kubis, dengan ketus.
"Oh gitu iya, maaf deh." ucap Wartel.
"Iya, tidak apa-apa kok." jawab Kubis, dengan raut wajah biasa saja.
Pabrik mie instan terus beroperasi selama 24 jam, tanpa adanya berhenti. Namun, semua karyawan menggunakan jam kerja bergilir. Ada yang dapat jadwal pagi, siang, sore, dan malam.
Wartel mencampurkan semua bahan. "Eh, kamu yang bagian pembentukan Mie ya."
"Iya, ini aku lagi membuka karung berisi tepung." jawab Kubis.
"Masukkan saja semuanya, hari ini kita harus memproduksi seratus bungkus." ujar Wartel.
"Iya Wartel, aku ikut saja." Kubis sudah lama menyukai Wartel, secara diam-diam.
Kubis dan Wartel berjalan ke arah mesin, yang biasa digunakan untuk pembentukan mie.
"Eh, nanti kita buat merek pada plastiknya." ujar Kubis.
"Hmmm.. iya. Ada Labu juga yang membantu di sini." jawab Wartel.
Seketika raut wajah Kubis berubah tidak suka, apalagi melihat nama yang disebut mendekat. Labu memberikan es krim pada Wartel, hingga membuat perempuan itu tersenyum.
"Terima kasih Labu." ujar Wartel.
"Iya Wartel, sama-sama." jawab Labu.
"Eh, nanti aku mau menjenguk Pare. Kasian sekali, bila tidak dilihat keadaannya. Kamu mau ikut tidak?" tanya Kubis.
"Aku tidak mau, kamu dengan teman yang lain saja." jawab Wartel, menolak mentah-mentah.
"Sombong sekali bro, seperti tidak butuh orang lain." sahut Labu.
"Bukan urusan kalian tukang bully. Lebih baik, kamu urus dirimu sendiri." Wartel menjawab ketus.
Wartel pergi meninggalkan mereka berdua, yang melanjutkan pekerjaan. Kubis menjadi gelisah, merasa seperti sedang diawasi. Dia pikir dengan balas dendam, hatinya akan jauh lebih tenang. Realitanya tidak begitu, malah diserang rasa gelisah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments