Rumah Sakit

Pare memegangi perutnya. "Sakit, sakit Dok! Perutku seperti ditusuk paku."

Baidah mendekati anaknya. "Apa yang sakit, yang mana."

"Ini Bu, sebelah kanan. Aduh... duh... aduh... duh... berganti sebelah kiri. Sakit Bu, tolong panggilkan dokter."

"Baiklah Nak, tunggu sebentar." jawab Baidah.

Pare guling-guling, menangis, bahkan menjerit-jerit menahan sakit. Baidah bingung, dengan apa yang terjadi.

"Ibu, tolong aku. Rasanya seperti tertusuk paku, lalu terasa pedih seperti disayat pisau." ujar Pare.

"Ibu akan segera mencari pertolongan. Kamu tunggu dulu iya Nak." jawab Baidah.

Pare mencengkeram tangan Baidah. "Kalau bisa yang cepat Bu, aku sudah tidak sanggup."

"Iya Nak, sabar ya." jawab Baidah, dengan lembut.

Pare ditinggal sendirian, namun Baidah sudah menitipkannya pada dokter. Baidah akan pergi mencari seseorang, untuk menolong putranya.

Wartel dan Labu naik mobil, ketika menjenguk Pare di rumah sakit. Mereka membawa beberapa bungkus ketoprak kesukaan Pare. Mereka sangat kompak, saat masuk ke dalam pintu ruangan.

Wartel tersenyum ke arah Pare. "Aku berharap kamu cepat sembuh, biar bisa kumpul sama teman-teman lagi."

"Terima kasih Wartel." jawab Pare.

Labu memegang tangan temannya. "Tidak ada kamu, aku merasa sepi. Biasanya, kita jail dengan Kubis Zerono."

"Aku tidak terpikir lagi, fokus pada sakit ini." jawab Pare.

Kubis tertawa sendiri saat melihat cermin. Dia merasa bahagia, karena tidak ada yang bisa meremehkannya lagi. Kubis didekati oleh seorang perempuan, yang tidak asing di matanya. Siapa lagi, bila bukan sang ibu.

"Kamu kenapa?" tanya Aliny.

"Aku bahagia, karena bisa masuk kantor tanpa rintangan lagi." jawab Kubis, sambil meringis.

"Memangnya apa yang terjadi?" tanya Aliny.

"Sudahlah, Ibu tidak perlu banyak tanya. Yang paling penting, uang bulanan masuk dengan lancar." Kubis memegang kedua tangan ibunya.

"Iya, iya, terserah apa katamu saja." ujar Aliny.

"Heheh... gitu dong Bu." jawab Kubis, dengan raut wajah sumringah.

Kubis melompat-lompat kegirangan, merasa bahagia dengan keadaan Pare yang menderita. Kubis membuat kopi di dapur, lalu merasa merinding dadakan.

"Kok seperti sedang diawasi ya?" Kubis memegangi tengkuknya, karena bulu kuduk berdiri.

Baidah pergi ke dukun, untuk mengobati putranya. Wartel dan teman-teman lainnya keluar dari ruangan. Membiarkan pria lanjut usia itu bereaksi, untuk menolong Pare yang sedang sakit. Dukun tidak dapat melihat dengan jelas, karena ada aura jahat yang menutupi penglihatan mata batin.

"Aku tidak tahu dia sakit apa, sulit dijangkau oleh mata batinku." ujar dukun tersebut.

"Katanya dukun, tapi melihat sakit anakku saja tidak bisa." Baidah jadi kesal sendiri.

"Barangkali, ada iblis jahat di dalamnya. Aku tidak bisa menembus, dengan ilmu yang aku miliki." Dukun itu menyerah.

"Apa tidak bisa dicoba sekali lagi?" tanya Baidah.

"Baiklah, akan aku coba sekali lagi."

Dukun itu membaca mantra-mantra, lalu seketika matanya yang terpejam jadi terbuka. Dukun itu memegangi dadanya yang sesak, sampai memuntahkan darah. Dia diserang iblis tanduk, karena berusaha mengobati pasien.

"Aku menyerah, jangan datangi aku lagi." Dukun itu angkat tangan, lalu berlari keluar ruangan.

"Eh Mbah, mau kemana." Baidah berusaha mencegahnya pergi, dengan memanggilnya dari belakang punggung.

Wartel dan Labu melihat ke arah pintu, yang sedang dipegang gagangnya oleh mbah dukun. Dia lari terbirit-birit, tanpa menghiraukan panggilan dari Wartel.

"Mbah itu kenapa?" tanya Labu.

"Entahlah, dia tampak ketakutan." jawab Wartel.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!