Untuk apa kau buat sajak ini jika akhirnya meninggalkan ku?
Kemarin aku masih mendengar panggilan mu
Sosok gadis yang namanya aku tanya pada salah satu mahasiswa di kampus mu
Pretty
Kau pernah mengatakan akan menggandeng tangan ku
Ternyata semua janji mu itu palsu
Duka dalam aku layangkan di dalam dinding sel lembab ini
Merindukan mu
Jasad mu tidak bisa aku sentuh terakhir kalinya
...💀💀💀...
Ganda semakin gila membayangkan kecelakaan di pelupuk mata akibat kecerobohannya. Dia tidak bisa menjaga orang yang dia cintai. Terkadang dia menangis berganti tawa melambai ke sosok bayangan di sudut sel. Ganda mencakar dinding melampiaskan marahnya, dia memukul dirinya sendiri. Membenturkan kepala ke dinding, menulis nama Pretty menggunakan darahnya.
Seorang penjaga sel menariknya keluar untuk bertemu dengan teman-temannya. Dia tampak linglung tidak mengenal orang-orang di hadapannya.
“Ganda, kenapa kamu kok luka-luka gitu?” tanya Reno memperhatikan semua lukanya terutama pada bagian dahinya.
Eva mengambil tisu dari dalam tasnya. Ganda menepis tangannya saat dia akan membersihkan darah di dahinya. Dia bahkan menjerit, melempar kursi, pandangan mata histeris menunjuk ke sudut dinding.
“Pergi!”
“Sabar Gan, tenang!” ucap Reno.
“Gan, kamu nggak boleh gini. Kalau Pretty tau pasti dia bakal sedih banget. Hiks” tangis Dina.
Karena kondisi Ganda semakin buruk, para petugas membawanya ke kembali ke dalam sel. Batas jam belum berakhir, mereka melihat Ganda dari luar sementara Eva menangis mematung masih menggenggam tisu.
“Kamu kenapa Va? Hey! Ayo kita pulang yuk” Uun mengguncangkan tubuhnya.
Di dalam perjalanan mereka memikirkan kelakuan Ganda. Setelah insiden kecelakaan, banyak hal aneh yang mereka rasakan. Rute laju mobil menuju ke Rumah sakit tempat Lela dan geri di rawat. Dua ruangan yang terpisah itu satu persatu mereka sambangi. Pertama mereka menemui Lela, di dalam ruangan dia di infus terlihat kaki kiri di perban dengan selang dan jarum infus bergelantungan.
“Gimana keadaan kamu Lel? Maaf kami lama datangnya, tadi macet di jalan” ucap Uun berdiri di sampingnya.
“Ya nggak apa-apa. Kalian datang aja aku udah senang banget”
“Gimana ceritanya kalian hampir tabrakan?” tanya Dina.
“Nggak tau, tiba-tiba aja si Geri nabrak pohon di tepi jalan. Padahal kecepatan sepeda motornya terbilang standar. Setelah kecelakaan yang menimpa Pretty dan Ganda, si Geri jadi kehilangan keseimbangan.”
“Kalian berada di depan ku. Si Geri menjerit ular!” ucap Reno.
“Apa kita melewati jalur angker? Aku dengar banyak yang kecelakaan disana” kata Uun sambil bergidik.
“Hussh jangan ngomong yang aneh-aneh dong, ntar malam aku tidur sendirian!” Dina menepuk Uun pelan.
“Ehehe, ya maaf. Yasuda ntar malam aku nginap di rumah kamu deh, tapi aku ijin dulu sama nenek aku ya.”
Wajah Leli sangat pucat, ingin sekali dia mengutarakan sesuatu pada mereka, akan tetapi melihat ketakutan teman-temannya maka dia menyimpan kembali hal tersebut. Sebagian dari mereka pindah ke ruangan Geri. Keadaan yang jauh lebih buruk terlihat lingkar cekung menghitam tatapan ketakutan, bola mata menatap ke atas. Sapaan mereka tidak di balasnya malah Geri Nampak bertingkah aneh.
“Kayaknya dia harus di obati orang pintar deh gais!” bisik Reno.
“Ger kamu bisa dengar suara aku nggak? Istighfar Ger” ucap Uun di dekat telinganya.
Eva dari tadi hanya terdiam membisu, air mukanya tergenang rintik hujan. Dia tidak tahan melihat semua kondisi teman-temannya lalu berlari ke luar ruangan. Uun menyusulnya, dia mengusap punggungnya. Tangisan semakin pecah, hati dan pikiran campur aduk tidak tenang.
“Bagaimana ini? apa yang harus kita lakukan sekarang? Tidak seharusnya kita pergi pada hari itu” ucap Eva.
“Semua sudah terjadi, waktu tidak bisa di putar kembali dan detik akan terus berjalan. Kita doakan saja semoga mereka cepat sembuh”
Berpamitan pulang, di dalam perjalanan Eva membuka suara mengenai keganjilan yang dia alami. Dia menunjukkan pergelangan tangannya seperti habis di cakar. Bukan hanya pada kedua pergelangan tangan saja, dia juga memperlihatkan lehernya yang lebam.
“Ini semua ulah setan yang terus menghantui aku setelah kejadian naas itu__”
“Va kamu tenang aja, aku bakal cari dukun yang sakti untuk mengobati kamu dan membantu kita semua!” kata Reno.
Sesampainya di rumah, Uun menceritakan kejadian yang mereka alami. Nek Inah mengangguk, dia bergerak duduk mengarahkan Uun disampingnya.
“Itu namanya kesambet dan di ikuti dedemit! Kalian seharusnya permisi kalau melewati jalan yang sepi. Nenek selalu bilang ke kamu harus klakson sebanyak tiga kali.”
“Ya nek, alhamdulilah Uun baik-baik saja. Tapi bagaimana menghilangkan gangguan makhluk itu nek? Teman-teman Uun jadi tidak tenang”
“Banyak berdoa dan mendekatkan diri pada Allah Yang Maha Esa. Kamu harus tetap mawas diri, jangan lupa doa yang harus di baca agar terhindar dari gangguan setan”
“Ya nek, Uun akan selalu mengingat dan mematuhinya. Nek, boleh mala mini Uun nemenin Dina? Orang tuanya nggak pulang malam ini.”
“Boleh asal tetap ingat pesan nenek.”
Kedua orang tua Uun sudah tiada, dari kecil nek Inah merawatnya dan membiayai semua kebutuhannya. Nek Inah mempunyai kekhawatiran terbesar jika usainya sudah habis bagaimana dia merelakan cucunya hidup sebatang kara.
...💀💀💀...
“Reno! Hihihihh!”
Dia mencari sumber suara itu, sosok kuntilanak duduk di kursi belakang menatapnya. Teriakan Geri ketakutan, sedikit lagi dia kecelakaan jika tidak mengerem mendadak. Reno keluar dari mobil, dia berdiri melihat makhluk tadi dari luar. Sosok makhluk itu sudah menghilang, dia masuk ke dalam mobil melajukan kendaraan sesekali melihat kursi bagian belakang dari kaca mobilnya.
Kringg__
“Hallo paman, tolong antarkan aku ke rumah dukun yang paling sakti. Aku di hantui penunggu daerah lintas puncak Saranjani”
“Ok, paman tunggu kamu sekarang di halte dekat simpang tiga pusat kota.”
Tinnn.
Perusahaan tempat Diki bekerja dekat halte sehingga dia meninggalkan mobil di parkiran menunggu jemputan sang keponakan. “Reno, tugas mu itu hanya sekolah dan belajar. Kenapa minta paman memperkenalkan mu sama dukun? Kalau ayah mu tau pasti kau akan di pindahkan ke luar negeri.”
“Maafkan aku paman, aku terpaksa melakukan ini. Setelah kedua teman ku meninggal di tempat itu. Kami semua di teror makhluk mengerikan.”
Diki membimbing jalan hingga mereka sampai di sebuah perkampungan. Tanpa permisi mereka langsung masuk, di dalam rumah banyak orang yang mengantri duduk beralas tikar. Seorang pria tua berkomat kamit, di atas meja mengepul asap. Aroma benda-benda klenik tercium memenuhi tempat itu, yang paling menyengat adalah bau kemenyan membuat isi perut Reno ingin keluar.
“Paman, aku tidak tahan dengan semua bau ini. Bisa kita menunggu di luar saja?”
“Kecilkan suara mu! kalau kita di luar maka antrian lebih lama lagi.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
wah seru banget 😍
2023-03-14
0
Sensei 👘
akuh keep dl ga tahan baca malam
2023-03-11
0
nima ✨
ganda kena mental. ya kehilangan kekasih terbunuh di tangannya sendiri. orang tua yang menikmati uang anaknya yang meninggal😤😤😤
2023-03-11
0