Daun-daun pohon yang rimbun menutupi seluruh hutan, membuatnya terasa sunyi dan gelap. Matahari seolah tak mampu menembus lebatnya dedaunan, sehingga cahayanya hampir tak terlihat. Hutan ini dijuluki "Hutan Sunyi" karena tak ada satu pun binatang atau manusia yang tinggal di sana. Jika ada binatang, pastilah makhluk ras iblis yang masih bertahan.
Arini dan Bagus Dento terlihat memimpin adik-adik seperguruannya. Rupanya, mereka telah tiba lebih awal daripada yang lain. Tak jauh di belakang para murid Sekte Elang Putih, murid-murid dari empat sekte lain juga akan segera tiba, seperti Sekte Awan Hitam, Sekte Pedang Terbang, dan Sekte Angin Berhembus.
"Nona, sepertinya kita harus menjelajahi hutan ini lebih dalam untuk menemukan Tumbuhan Api Ungu itu," ucap Bagus Dento.
"Kau benar. Ingat, kita harus tetap bersama dan tidak boleh ada yang terpisah dari kelompok, agar tidak tersesat," balas Arini.
"Baik, Nona," seru para murid serempak.
"Nona benar. Jika kita sampai terpisah, akan sangat berbahaya. Ternyata hutan ini lebih menyeramkan dari yang aku bayangkan," kata Bagus Dento.
"Percepat langkah kalian! Tujuan kita adalah bukit di sana," seru Arini, lalu melesat dengan cepat, diikuti oleh yang lain.
*Kraaaak... kraaaak...* Suara burung besar terdengar mengitari hutan setelah Arini dan rombongannya pergi.
Sementara itu, Lestari, yang berada jauh di belakang Arini, merasa panik ketika seekor burung besar tiba-tiba muncul.
"Celaka! Itu Burung Api! Cepat, bersembunyi!" teriak Lestari, murid utama Sekte Angin Berhembus, kepada kelompoknya.
"Kenapa tidak kita lawan saja, Nona?" tanya salah seorang anggota.
"Jangan bodoh! Itu adalah burung terkuat dari ras iblis. Kita tidak akan mampu melawannya," jawab Lestari.
Semua terkejut mendengar perkataan Lestari dan segera bersembunyi. Namun, tanpa mereka sadari, dari arah belakang telah muncul seekor harimau hitam kelam dengan mata bersinar. *Geerr... geerr...*
"Tolong...!" teriak salah satu murid Sekte Angin Berhembus. Lestari tercekat melihat salah satu anggotanya masuk ke dalam mulut harimau itu.
"Kurang ajar! Serang harimau itu bersama-sama!" perintah Lestari.
Para murid Sekte Angin Berhembus segera menyerang harimau itu. Namun, harimau itu terlalu tangguh bagi mereka. *Hiiiiaaaat... braaak... braaak...* Satu per satu murid terkapar tak bernyawa.
Melihat keganasan harimau itu, Lestari langsung menyerang dengan serentetan pukulan. *Wuuuuss...!!! blaaaar... blaaaar...!! duuuaaarrr...* Namun, harimau itu berhasil menghindari setiap serangan. Serangan Lestari hanya membuat harimau itu semakin marah. *Geer... geer...* Harimau itu bergerak cepat menyerang Lestari dan murid-murid yang tersisa. *Breeet... breeet... breeet...* Kelompok Lestari pun kembali bertumbangan, hanya menyisakan Lestari seorang diri.
Dengan penuh kemarahan, Lestari menyerang harimau itu dengan pedangnya. *Hiiiiaaaat... wes... wes... wes...!!* Namun, tak satu pun sabetan pedangnya mengenai harimau itu. *Breeet...* Kuku harimau hitam berhasil mencakar tubuh Lestari, membuatnya terpental dan berdarah-darah.
"Akh..." Lestari mengerang kesakitan. Namun, tak ada waktu baginya untuk berlarut-larut karena harimau itu sudah siap menerkamnya.
"Sialan, sepertinya aku akan mati di sini," gumam Lestari.
Harimau hitam itu pun melesat ke arah Lestari. Namun, tiba-tiba, *wuuuuus...* sebuah pedang meluncur deras ke arah harimau itu. *Blesses...* Pedang itu menancap tepat di perut harimau, membuatnya terkapar tak bernyawa.
Lestari terkejut melihat harimau itu sudah mati di depannya. Ia menoleh dan melihat dua sosok berpakaian hitam berjalan mendekat.
"Terima kasih atas pertolongan Tuan," ucap Lestari.
"Sebaiknya Nona segera pergi dari hutan ini selagi masih sempat," kata salah satu sosok itu sambil mencabut pedangnya dari perut harimau.
"Kalau boleh tahu, Tuan berdua ini siapa dan dari sekte mana?" tanya Lestari.
"Maaf, Nona. Kami tidak bisa menjelaskan. Lebih baik Nona segera pergi," jawab orang itu.
"Baiklah, aku akan menuruti saran Tuan," ucap Lestari, lalu segera pergi.
"Ayo, kita lanjutkan perjalanan, Ratih," ucap orang itu, yang tak lain adalah Jaka dan Ratih.
"Kau sekarang benar-benar berbeda, Jaka. Aku tak menyangka kau sekuat ini," kata Ratih heran.
"Sudahlah, tidak perlu dibahas. Dan aku harap kau tidak menceritakan ini pada siapa pun," jawab Jaka.
"Tenang, rahasiamu aman bersamaku," balas Ratih.
"Cepat, kita lanjutkan perjalanan. Jangan sampai keduluan yang lain," ajak Jaka.
"Baiklah. Sekarang kita ke arah mana, Jaka?" tanya Ratih.
"Lihat bukit itu. Ke sanalah tujuan kita. Siapa tahu Tumbuhan Api Ungu ada di sana," jawab Jaka sambil menunjuk ke arah bukit.
Jaka dan Ratih pun melesat menuju bukit dengan ilmu ringan tubuh mereka. Dalam perjalanan, Ratih semakin heran melihat kecepatan Jaka yang melebihi dirinya. Ia penasaran dari mana Jaka mendapatkan kekuatan itu.
"Ratih, jika kita berhasil mendapatkan Tumbuhan Api Ungu, apa kau mau ikut denganku ke Sekte Langit?" tanya Jaka.
"Tentu saja. Bukankah itu tujuan kita ke sini?" jawab Ratih.
"Aku hanya khawatir ayahmu tidak mengizinkanmu," ucap Jaka.
"Aku tidak peduli. Bagaimanapun, aku ingin menjadi kuat, melebihi Kakak Arini," tegas Ratih.
"Baiklah, aku janji akan membawamu ke sana," ucap Jaka.
Tak lama kemudian, mereka tiba di bukit itu. Namun, alangkah terkejutnya mereka melihat banyak mayat bergelimpangan di sana.
"Sepertinya telah terjadi pembantaian di sini. Kejam sekali," ucap Ratih.
"Siapa yang melakukannya? Apa kau tahu dari sekte mana mayat-mayat ini, Ratih?" tanya Jaka sambil memeriksa luka di tubuh mayat-mayat itu.
"Kalau tidak salah, ini dari Sekte Pedang Terbang dan Sekte Awan Hitam," jawab Ratih.
"Apa kau yakin?" tanya Jaka masih ragu.
"Aku yakin. Lihat saja pakaian yang mereka kenakan," ucap Ratih mantap.
"Sebaiknya kita segera pergi dari sini, Ratih. Jika ada yang melihat kita, kita bisa dituduh membunuh mereka semua," ucap Jaka.
"Kenapa takut? Bilang saja kita sampai di sini mereka sudah terbunuh," balas Ratih.
"Tidak sesederhana itu, Ratih. Mereka tidak akan percaya begitu saja," jawab Jaka.
"Benar juga. Kalau begitu, cepat kita pergi dari sini," ucap Ratih.
"Tunggu! Kalian mau kabur ke mana? Kalian harus bertanggung jawab atas perbuatan kalian!" teriak seseorang yang tiba-tiba muncul.
"Celaka... Kakak Arini," bisik Ratih lirih.
"Tenang, Ratih. Biar aku yang urus mereka," ucap Jaka.
"Enak saja kalian menuduh kami. Apa kalian punya bukti?" tantang Jaka.
"Kenapa suaranya tidak asing?" batin Arini saat mendengar suara orang berpakaian hitam itu.
"Heh, bukti sudah di depan mata. Kalian masih mau menyangkal?" ucap Arini.
"Bagus Dento, cepat nyalakan tanda bahaya!" perintah Arini.
"Cepat, gunakan tanda bahaya untuk memberi tahu para tetua sekte!" seru Bagus Dento.
"Baik, Kakang," jawab Prawoto, lalu meluncurkan tanda bahaya. Ciuuuuu... ciuuuu... duuuaaarrr...!!!
"Tangkap mereka!" perintah Arini. Para murid sekte segera mengitari Jaka dan Ratih.
"Apa boleh buat, aku akan hadapi kalian semua," ucap Jaka, bersiap menyerang.
"Jaka, mereka adalah murid Sekte Elang Putih. Jangan sampai membunuh mereka," bisik Ratih.
"Ya, aku tahu. Tenanglah," jawab Jaka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
Ngurah Panji
Biasanya masing" sekte punya aliran ilmu silat sendiri"
2024-10-01
0
Mamat Stone
tabok sampai kapok
2024-08-10
0
Wulan Sabila
mantap
2024-06-25
0