Beberapa minggu kemudian.
Hari-hari kulalui dengan berat. Mas Amir sekarang terlihat sangat cuek padaku. Memang, dia menunaikan kewajibannya menafkahi istri. Namun, sikapnya sekarang terasa lebih dingin dari sebelumnya. Dia tak pernah memujiku ataupun memanjakanku seperti dulu.
Tak ada senyuman manis yang selalu dia berikan untukku. Mengapa Mas Amir jadi seperti ini? Hanya karena anak keduanya laki-laki lagi, dia lantas menganggap bahwa semua ini salahku? Mengapa tak pernah sekalipun dia berpikir bahwa semua ini adalah kuasa Allah.
Ku lihat dia yang sedang menyantap makan malam ini dengan wajah yang masam. Tak tergambar raut wajah cerianya seperti dulu. Astaghfirullah, sabarkan aku, Ya Allah.
"Bu, saya sudah selesai, ucap Marni, asisten rumah tangga yang dikirim mama untuk kami.
"Iya, Mbak Marni, makasih, ya. Mbak boleh pulang," sahutku dengan ramah. Marni, wanita yang lebih tua enam tahun dariku itu adalah seorang wanita pekerja keras. Dia ditinggal suaminya ketika baru melahirkan anak ketiganya. Dan sekarang dia berjuang membesarkan ketiga anak perempuannya.
Dia hanya bekerja dari pagi sampai malam. Dan setelahnya, dia akan pulang ke rumahnya yang tak jauh dari sini.
Aku sedikit terkejut mendengar kisah hidupnya. Dia ditinggalkan suaminya karena tidak memiliki anak laki-laki. Ketiganya anak perempuan, sedangkan sang suami menginginkan anak laki-laki. Kebalikan dari kisah hidupku dengan Mas Amir. Ya Allah, semoga saja Mas Amir tidak meninggalkan aku karena ini. Aku harus berusaha membujuknya agar dia mau kembali bersikap manis padaku.
"Mas," ucapku pelan hingga terdengar di gendang telinganya.
"Hmmm," sahutnya dengan lesu.
"Enak, Mas?" tanyaku pada makanan yang sedang dimakannya.
"Enak, Ma," sahut Zaki sambil tersenyum riang. Anak itu, dia sangat manis. Selalu memuji apapun yang aku buatkan untuknya.
"Hmmm." Hanya itu sahutan dari Mas Amir. Seperti mau tak mau menjawab ucapanku.
"Besok pagi kamu mau dimasakin apa, Mas?" tanyaku yang terus mencoba membuatnya berbicara.
"Terserah."
Hah? Kata itu yang harusnya aku katakan ketika dia menanyakan tempat makan yang akan kami datangi saat dulu masih berpacaran.
"Kalau ayam semur gimana, Mas?" tanyaku lagi dengan harapan dia mau menjawab pertanyaanku dengan kalimat yang panjang. Sakit rasanya jika dia bersikap dingin seperti ini.
"Terserah."
Nah, kan, kata itu lagi yang keluar dari mulutnya. Apakah tidak ada kata lain selain itu?
Hoooekkk! Terdengar suara tangisan Yoga dari dalam kamar. Segera aku menghampirinya dan mengangkatnya dari box bayinya.
Ku lihat Zaki menghampiriku dan ikut menenangkan sang adik. Manisnya, anak pertamaku ini. Dia selalu mengerti bagaimana caranya bertindak sesuai situasi.
Aku segera menyusui Yoga yang langsung membuat tangisannya terhenti.
"Ma, kenapa dedek nggak makan nasi aja biar kenyang?" tanya bocah polos di sampingku. Dia melihat Yoga menyusu dengan lahapnya. Sepertinya anak keduaku ini memang sangat lapar.
"Enggak, dong, Sayang. Perut dedek sama perut abang kan beda. Kalau dedek masih kecil, perutnya belum bisa mencerna makanan dengan baik. Makanya dia cuma bisa minum susu," ujarku mencoba memberi pengertian pada Zaki.
"Oh, gitu, ya, Ma. Tapi kalau minum terus memangnya nggak bikin kembung?" Zaki kembali bertanya hingga membuatku tersenyum bangga. Bangga sekali karena memiliki anak yang rasa ingin tahunya tinggi. Pantas saja dia menjadi anak yang pintar di sekolahnya.
"Nggak, Sayang. Di dalam susu yang dedek minum, ada makanannya juga, kok." Begitulah caraku menjawabnya agar dia bisa mengerti.
"Wah, kayak gitu, ya, Ma. Ma, aku ke kamar dulu, ya. Sebentar lagi mau salat isya," ucap Zaki sambil melenggang pergi setelah mendapatkan anggukan dariku.
Sayang sekali belakangan ini Mas Amir tidak mau salat berjamaah bersama kami. Setiap pulang kerja, dia selalu mengatakan bahwa dia sudah salat. Pulangnya sekarang memang selalu malam karena katanya dia sedang banyak pekerjaan di kantor. Beberapa kali aku mengajaknya salat subuh berjamaah, dia malah melanjutkan tidur. Entahlah, perangainya berubah sejak anak kedua kami lahir. Entah kekecewaan macam apa yang membuatnya jadi berubah drastis seperti ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
Amir pasti ada perempuan lain di luar.....
2024-04-04
0
renita gunawan
lucu banget kamu,amir.bukan kemauan ana kalian dapat anak laki-laki lagi.dapat anak laki-laki atau perempuan,itu semua adalah takdir dari allah.
2023-03-14
0
Ayas Waty
gitu saja kok ribet ta mas Amir tinggal buat lg anak kan beres
2023-03-11
0