Bertemu lagi

Kepala Romano di penuhi bintang-bintang. Pandangannya menjadi gelap, tapi untung saja Romano bisa berpegangan pada tembok di sampingnya.

"Leon, kamu gak apa-apa kan?" wanita yang menggunakan topi pink itu langsung memeluk Leon dengan erat.

"Mama, orang itu bilang mama mau buang Leon." Leon menunjuk pria tinggi tegap yang sedang memegang kepalanya.

"Gak mungkin sayang.." Wanita itu mengusap wajah Leon,lalu mencium kepala Leon.

Setelah anaknya berhenti menangis, wanita itu berdiri untuk melihat penculik Leon. Dari postur tubuhnya, sepertinya pria itu tampak familiar.

"Tuan Romeo?"

"Sunny?" Romano kini sudah bisa memandang wanita yang berdiri di depannya. Meskipun menggunakan topi, tapi dia tahu betul wanita itu adalah Sunny alias orang yang dia cari selama ini.

Romano juga tersadar ketika memandang Leon yang ada dalam gendongan Sunny. Itu artinya Leon adalah Anak Sunny.

"Maaf, Tuan. Saya gak tau kalau anda yang sedang bersama Leon." Sunny menyesali perbuatannya. Dia juga jadi salah tingkah karena Romano memandangnya dengan intens.

"Kenapa kamu kabur?" tanya Romano sinis.

"Lho, Tuan yang suruh saya pergi." Sunny mengingat betul bagaimana Romeo mengusirnya. Bahkan sampai saat ini, Sunny masih merasakan sakit hati akibat perlakuan Romeo.

Romano lupa kalau Sunny belum tau identitasnya. Sunny hanya tau tentang Romeo, bukan Romano. Semua kesalahpahaman ini belum sempat dia jelaskan pada Sunny. Wajar jika Sunny membencinya. Tapi, Romano sangat senang bertemu dengan Sunny di sini. Dia tidak hentinya memandangi Sunny yang tampak lesu dan kelelahan.

Sementara itu, Sunny berusaha untuk mengendalikan jantungnya. Meskipun dia sakit hati pada Romeo, tapi jantungnya tidak mau berkompromi. Apalagi, ketika tatapan Sunny bertemu dengan Romeo.

"Ma,, itu ada darah." Leon menarik celana panjang Sunny sambil menunjuk ke arah dahi Romano.

Sunny dan Romano tersadar.

"Astaga, Tuan." Sunny begitu panik melihat darah segar mengalir dari pelipis Romano.

Romano memegang dahinya. Dia merasakan dahinya basah. Dan benar saja, ketika dilihat, tangan Romano sudah penuh darah.

"Cepat bawa aku ke rumah sakit, sekarang." teriak Romano.

"Tapi, kita naik apa? Rumah sakit mana?" tanya Sunny panik.

Ini Amerika, bukan Indonesia. Jika di Indonesia saja Sunny sudah kebingungan, apalagi di negeri orang.

"Aku rasa kepalaku gegar otak." Romano menakut-nakuti Sunny.

"Tuan, jangan seperti ini. Kalau ada apa-apa, saya akan dimarahi Nona Cassie dan Sean." Sunny ingin sekali memegang dahi Romano, tapi dia cepat-cepat mengurungkan niatnya.

"Aku mau pingsan, Sun. Tolong papah aku." Romano berpura-pura lemas.

Sunny segera memegang Romano, lalu merangkul kan tangan Romano pada pundaknya.

Romano memberikan instruksi agar Sunny mencari taksi dan pergi ke rumah sakit milik Om Cassie.

*

*

*

Sunny melongo mendengarkan dokter yang berbicara padanya dalam bahasa Inggris.

"Yes, Dok.. Okay." jawab Sunny sebisanya.

Dokter itu tersenyum, lalu dia pergi dari ruangan Romano.

Sunny menghela nafas panjang. Dia lalu beralih pada Romano yang sedang tertidur bersama dengan Leon. Ya, setelah menangis Leon kelelahan dan dia tertidur di pinggir ranjang Romano. Sedangkan Romano, Sunny tidak tau pria itu pingsan atau memang sedang tidur.

"Kenapa aku bisa ketemu kamu di sini?" ucap Sunny lirih.

"Sun.." panggil Romano. Dia membuka matanya perlahan.

"Iya, Tuan." jawab Sunny gelagapan. Jelas saja Sunny panik karena ketahuan sedang memandangi Romano.

"Apa kata dokter?" Romano memegang dahinya yang sudah di perban.

"Saya gak ngerti, Tuan. Dia bicara pakai bahasa Inggris. Jadi saya bilang yes yes saja." jawab Sunny sambil menggaruk kepalanya.

Romano berusaha menahan tawanya. Sunny masih sama seperti terakhir mereka bertemu. Dia sangat polos dan mudah dibodohi.

"Kepalaku pusing sekali." "Sepertinya ada yang tidak beres."

"Lho, kan tadi udah diobati dokter. Kok sakit lagi?" protes Sunny.

"Kamu gak boleh pergi sebelum saya sembuh. Kamu harus tanggung jawab." ucap Romano dengan tegas.

"Kok saya yang tanggung jawab sih Tuan?" pekik Sunny. "Saya gak mau. Saya teh ke sini mau liburan, bukan jadi suster anda." logat Sunda Sunny kembali keluar.

"Kalau begitu, saya akan laporkan kamu ke polisi dengan tuduhan tindakan penyerangan dan pencemaran nama baik." ancam Romano.

Sunny tampak ketakutan mendengar ancaman Romano. Mantan majikannya ini memang kejam.

"Tuan, jangan lapor polisi. Saya kan gak sengaja. Kalau nanti saya di penjara, siapa yang akan urus Leon? Apa Tuan mau urus dia?" rengek Sunny dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuknya.

"Ya, jadi kamu setuju untuk urus saya kan?" tanya Romano sekali lagi.

"Ya, tapi.. gimana dengan Nyonya Cassie? Apa dia gak akan marah?" Sunny menimbang lagi untuk mengatakan setuju. Dia tentu harus ingat status pria di depannya yang sudah memiliki istri dan anak.

"Dia di Indonesia. Dan dia gak akan peduli padaku."

"Apa kalian bertengkar lagi?"

"Itu rahasia rumah tangga orang lain, Sun. Kamu jangan terlalu ikut campur."

Sunny terdiam. Dia makin bingung sekarang. Jika dia menyanggupi Romano, dia akan melakukan kesalahan yang sama dan bisa dibilang sebagai pelakor. Tapi kalau tidak mau merawat Romano, nanti Sunny masuk penjara.

"Cepat putuskan, Sun. Aku beri kamu waktu 10 detik." "Satu, dua, tiga, sepuluh." Romano melompati beberapa angka supaya Sunny dapat cepat menjawab.

"Oke, saya akan rawat Tuan sampai sembuh." ucap Sunny cepat.

Romano tersenyum penuh kemenangan. Dia menarik kata-katanya soal kesialan hari ini. Ternyata hari ini dia justru sangat beruntung karena bisa bertemu lagi dengan Sunny dan bisa mengikat dia untuk sementara. Romano sudah merancang dalam otaknya apa yang akan dia lakukan dengan Sunny dan Leon.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!