Penculik

Amerika

Romano baru saja sampai di negara kelahirannya. Dia begitu lelah setelah menempuh perjalanan selama 24 jam. Umur memang tidak bisa berbohong. Dulu Romano bisa pergi kemanapun tanpa rasa lelah. Sekarang, Romano sudah malas untuk menempuh perjalanan jauh.

Ya, Romano memutuskan untuk mengurus perusahaan Smith yang sudah kembali berjaya setelah sempat mengalami kebangkrutan. Berkat upaya dan kejeniusan Romano, perusahaan warisan orangtuanya itu bisa pulih hanya dalam waktu beberapa bulan saja.

Suasana bandara LAX sore itu terlihat sangat ramai. Sepertinya Romano salah memilih jadwal terbang pada hari weekend. Romano jadi harus bersabar menunggu kopernya. Dia mengunyah permen karet sambil sesekali memandang ke sekelilingnya.

"Hey, stop.." seorang petugas bandara tampak mengejar seorang bocah kecil berumur 5 tahun dengan rambut spike dan pipi chubby. Bocah pria itu berlari ke arah Romano lalu dia bersembunyi di belakangnya.

"Hold on.. who are you?" teriak Romano yang panik karena sekarang petugas itu berlari ke arah Romano juga.

"Tolong aku, Om." katanya dengan bahasa Indonesia yang lancar.

Rupanya bocah itu adalah orang Indonesia.

Tapi, kenapa dia berlari-lari dan dikejar petugas?

Petugas itu sampai di depan Romano dengan nafas tersengal. Dia menatap bocah yang bersembunyi di belakang Romano.

"Selamat sore, Mr. Apakah anda mengenal dia?" tanya petugas dengan sopan.

"Ya, tentu saja saya kenal. Dia anak teman saya. Kenapa anda mengejar anak ini?" tanya Romano dengan bahasa Inggris yang fasih.

"Saya ingin menyuruh dia untuk melepaskan ikat pinggangnya, tapi dia malah berlari. Kami jadi curiga. Dan kenapa dia bisa ke bandara sendiri?" omel petugas sambil bercak pinggang.

"Maaf, dia tidak mengerti Bahasa Inggris. Dia orang Indonesia."

"Jadi bagaimana?" petugas itu mencari solusi untuk permasalahan ini.

"Saya akan cari dulu teman saya. Nanti kami akan ke sana untuk pemeriksaan. Terimakasih." Romano membungkukkan badan, lalu mengajak anak itu pergi bersamanya.

Setelah semua tenang, Romano mengajak anak itu untuk duduk di bangku yang kosong.

"Mana orang tua kamu?" tanya Romano sambil berjongkok di depannya.

Sekarang anak itu menengok kanan kiri mencari orangtuanya.

"Mana mama aku, Om?" tanya bocah itu panik.

Romano menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sejenius apapun Romano, dia tidak akan bisa menjawab pertanyaan aneh bocah 5 tahun di depannya.

"Kamu dari Indonesia?"

Bocah itu mengangguk cepat. "Aku berdua sama Mama ke sini untuk liburan Om. Tapi mama aku kayaknya tersesat di toilet." jelas bocah itu dengan air mata yang sudah hampir jatuh.

"Astaga.. Kenapa bisa tersesat? Dia juga gak bisa bahasa Inggris?"

"Iya. Kami orang desa, Om. Mama pasti salah jalan deh." "Habis bandaranya besar banget."

"Kenapa kalian liburan ke Amerika kalau kalian gak punya pengalaman keluar negri?" Romano keheranan dengan bocah aneh yang kali ini sudah menangis kencang. "Hey, jangan menangis. Om akan bantu kamu untuk cari mama." "Tapi aku butuh nama dan foto Mama mu."

"Huaa.. aku gak punya hape Om. Mama gak kasih hape karena aku sukanya main."

"Ssst.. jangan nangis. Nanti Om dikira orang jahat." Romano menaruh jari telunjuknya di bibir untuk memberikan kode supaya anak itu diam.

Saat ini Romano sudah menjadi perhatian dari banyak orang.

'Sial banget gue. Belum ada 1 jam di sini, udah ada masalah aja.' batinnya.

"Om, jadi aku gimana?" bocah itu menangis tersedu sambil memegang lengan Romano.

"Coba Om pinjam kartu Identitas kamu." Romano mengambil tas Mickey mouse yang digendong oleh bocah itu. Dia membuka tasnya dengan tidak sabar.

Di dalam tas anak itu hanya ada snack, air mineral dan kacamata hitam. Romano sampai mengeluarkan semua isinya, lalu dia membalikkan tas di tangannya itu dan mengguncang nya dengan keras takut kartu identiasnya terselip di sana. Tapi, apa yang dicari Romano tidak ada.

"Hey, apa kamu yakin kalau mama kamu itu ajak kamu liburan?" "Kenapa kayaknya dia seperti akan buang kamu?" ucap Romano yang sudah tampak putus asa.

"Gak mungkin, Om. Mama sayang sama Leon." Leon yang sudah mulai tenang kembali menangis karena ucapan yang menyakitkan dari Romano.

"Aduh... kenapa nangis lagi?" "Om kan cuma bercanda." Romano kebingungan menghadapi Leon. Dia mengeluarkan sekotak susu, lalu menancapkan sedotan dan memberikan pada Leon supaya dia bisa diam.

"Pokoknya kalau aku gak ketemu mama, aku akan tinggal sama Om." Leon mengusap air matanya dengan punggung tangan. Dia menerima susu yang diberikan Romano dan langsung meminumnya.

"Kenapa ikut Om?"

"Karena Om yang menemukanku." ucap Leon dengan setengah berteriak.

Romano tersenyum pahit. Keputusannya untuk mendukung child free setelah menikah nanti, memang sudah tepat. Jika dia memiliki anak, maka kehidupannya akan lebih rumit seperti sekarang ini.

"Penculiiiiik!!" suara itu melengking keras.

Romano langsung berdiri dan menengok ke belakang dengan sumringah. Dia yakin itu pasti Mama Leon karena dia berteriak menggunakan bahasa Indonesia. Tapi, belum sempat melihat orang itu, kepala Romano sudah terhantam oleh sepatu wedges yang melayang di udara.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!