Romano membukakan pintu mobil untuk Leon dan Sunny. Tadi Romano sudah meminta anak buahnya untuk mengirimkan mobil ke rumah sakit. Dia tentu butuh kendaraan untuk kembali ke rumahnya. Tidak mungkin Romano mengajak Leon dan Sunny mengunakan trem. Itu akan sangat merepotkan.
Leon begitu kagum dengan mobil supercar di depannya. Dia tidak pernah melihat mobil Lamborghini di kampung. Leon hanya pernah melihat itu dari televisi. Jadi saat ini, Leon mengelus mobil Lambo merah itu dengan hati yang begitu gembira.
"Mom.. ini yang kayak punya artis-artis ya? Bagus sekali." teriak Leon.
'Haduh, anak ini..' Sunny menepuk jidatnya karena tingkah kampungan anaknya. Wajar saja Leon seperti itu, karena selama 5 tahun ini, Sunny tidak pernah membawa Leon keluar negeri. Jangankan luar negeri, luar kota saja tidak pernah.
Sekarang, Sunny nekat membawa Leon ke Amerika karena dia ingin merasakan pergi keluar negeri bersama anaknya. Lagipula, Romeo memberikan banyak sekali uang pada Sunny. Sunny sampai kesulitan menghitung angka 0 nya.
Dia sudah memberikan pada ibunya dikampung untuk memperbaiki rumah, tapi sisa uangnya masih sangat banyak. Jadi, akhirnya Sunny memutuskan untuk liburan ke Amerika menggunakan pesawat kelas bisnis.
"Om, tolong fotoin Leon sama mama di sini." Leon memberikan ponsel Sunny pada Romano.
Romano tertawa melihat kepolosan Leon yang tidak jauh beda dari Mamanya. Sementara itu, Sunny hanya bisa menahan perasaan malunya.
Leon bergaya dengan mengacungkan satu jempol tangannya, sedangkan Sunny bersandar pada mobil sambil tersenyum kaku.
Romano mengambil beberapa foto. Tapi, sepertinya ada yang salah. Dia maju mendekat, lalu mengambil kacamata hitamnya yang terselip di saku kemeja untuk dipakaikan pada Sunny. Dia juga melepaskan ikat rambut Sunny, sehingga rambut lurusnya tergerai.
"Keren sekali,," puji Romano sambil memandang Sunny. "Kacamatanya."
Perasaan senang Sunny langsung menguap. Dia mengerucutkan bibirnya karena tidak bisa mengomel pada Romano atas prank singkatnya itu.
Romano kembali mundur. Dia tersenyum dari balik kamera. Pemandangan di depan sungguh sangat bagus. Sunny memang tampak lebih keren menggunakan kacamata miliknya. Damage Sunny tidak main-main meskipun dia hanya seorang Babysitter.
"Oke, done."
"Coba liat, om." teriak Leon sembari berlari ke arah Romano.
Romano berjongkok supaya Leon tidak kesusahan melihat hasil fotonya.
"Wah, bagus Om." Leon senang sekali dengan cara Romano mengambil gambar. "Leon mau pamer ke temen-temen."
"Leon!" teriak Sunny. "Siapa yang suruh kamu untuk pamer?" omelnya.
"Gak ada, Ma." Leon tertunduk lesu.
Sunny ikut berjongkok di depan Leon. "Sayang, lihat mama." Sunny mendongakkan wajah Leon.
"Kamu gak boleh pamer. Apalagi pakai barang orang lain." "Mama gak suka kalau Leon seperti itu." "Leon paham gak?" Sunny menasehati anaknya yang masih tampak sedih.
"Iya, paham ma."
"Good boy." ucap Sunny senang. Dia mengacak-acak rambut Leon dan tidak lagi marah padanya.
"Kalian sudah belum? Aku sudah ingin istirahat." Romano memotong percakapan ibu dan anak di sampingnya.
Sunny tersadar. Dia buru-buru masuk ke mobil yang pintunya sejak tadi terbuka itu. Setelah Sunny dan Leon masuk, Romano pindah ke bagian setir.
"Let's go."
Mobil Romano segera jalan dengan cepat meninggalkan Rumah Sakit.
"Om keren banget om mobilnya." kata Leon dengan sumringah saat melihat interior mobil Romano.
"Keren apanya, ini sempit sekali." sela Sunny yang tengah memperbaiki posisi duduknya karena dia pegal memangku Leon.
"Jadi, kalian mau kemana?" tanya Romano yang tidak menanggapi omelan Sunny.
"Kami mau pergi ke New York." jawab Sunny malas.
"Lalu kenapa turun di sini?"
"Mom salah membeli tiket." ucap Sean jujur.
Sunny langsung membekap mulut anaknya supaya tidak bicara macam-macam pada Romano.
Lagi-lagi Romano tertawa. Tingkah Sunny memang selalu aneh dan bikin dia geli. Sejak awal pertemuannya dengan Sunny, wanita itu tampak begitu polos dan lugu.
Sedangkan, Sunny juga memandang Romano dengan takjub. Pria itu sudah bisa tertawa. Terakhir kali bertemu, Romano selalu memasang ekspresi sedih, khawatir dan tidak bahagia.
"Emmph.." Leon meronta dengan kuat karena Sunny tak kunjung melepaskannya, malah sibuk sendiri memandangi Romano.
"Maaf Leon. Mama lupa." Sunny melepaskan tangannya dari mulut Leon begitu dia tersadar.
Leon akhirnya dapat bernafas dengan lega.
"Mama selalu saja gitu kalau liat orang ganteng." celetuk Leon.
"Leon, Mama akan jewer kamu kalau gak bisa diam." Ancam Sunny. Anaknya memang kelewat jujur sampai mulutnya tidak ada remnya. Leon sungguh tidak tahu situasi.
"Mama suka ya sama Om ini?"
"Astaga, Leon!" bentak Sunny. "Mana mungkin mama suka dengan orang ini. Om udah punya istri dan anak." jelas Sunny dengan nada tinggi.
"Mama jahat. Sukanya bentak-bentak Leon." "Leon mau tinggal saja sama Eyang." Leon ngambek dan menangis begitu keras.
Romano merasakan kepalanya berdenyut lagi ketika mendengar tangisan Leon. Dia juga jadi tidak berkonsentrasi menyetir.
"Leon.. Maafin mama.." "Mama sayang sama Leon. Mama gak punya siapapun lagi selain Leon. Jadi, tolong jangan seperti ini." Sunny memeluk Leon yang berada di pangkuannya sambil mencium putranya itu.
"Leon, coba lihat itu ada jembatan." Romano membuka atap mobilnya supaya dia bisa mendapat angin segar sekaligus juga menunjukkan Golden Gate pada Leon dan Sunny.
"Wooooow..Ma, lihat itu ma." Leon seakan lupa dengan perselisihan dengan Mamanya. Begitu juga Sunny. Dia memandang takjub jembatan yang biasa dia lihat di film-film.
"Bagus gak?" tanya Romano pada Leon.
"Bagus bangeeet." yang menjawab bukan Leon, melainkan Sunny.
Romano geleng-geleng kepala melihat kedua orang di mobilnya yang terus memiringkan kepala melihat jembatan yang semakin menghilang dari pandangan.
Apakah keputusannya untuk menahan Sunny di Amerika sudah benar? Apakah Romano akan tahan dengan tingkah kedua orang polos di sampingnya itu?
Ponsel Sunny tiba-tiba berdering mengalihkan perhatian Sunny dari jalanan di negeri Paman Sam itu.
Sunny melihat ponselnya, tapi dia tidak kunjung menjawab.
"Kenapa, Sun?" Romano mendapati ekspresi Sunny yang mendadak berubah.
Hanzel calling.. dia mengintip dan mendapati nama Hanzel. Sepertinya Romano pernah mendengar nama Hanzel. Tapi dimana?
Romano merebut ponsel Sunny dengan tangan kirinya. Dia lalu menekan tombol yes.
"Halo Sunny.. kamu di mana?" suara di ujung sana tampak panik.
"Sunny sedang gak bisa menjawab telepon." ucap Romano sinis.
"Kembalikan ponselku. Kenapa anda angkat telepon orang sembarangan?" protes Sunny. Dia hendak merebut ponselnya, tapi Romano bisa menghalangi Sunny.
"Sunny ada di situ. Tolong berikan ponselnya."
"Dia gak ingin angkat telepon kamu." Romano berhenti sebentar untuk berpikir. "Apakah anda mantan suaminya?" tebak Romano. Dia pernah bertemu seorang pria blesteran asia-eropa di rumah sakit yang sedang bicara pada Sunny.
"Gimana kamu bisa tau, kamu siapa Sunny?"
Ternyata Romano benar. "Aku itu pacarnya." "Jadi, jangan hubungi Sunny lagi. Bukankah kalian sudah selesai?"
"Romeo!" teriak Sunny. Dia kaget karena Romano tiba-tiba mengatakan Sunny adalah pacarnya.
"Tolong katakan pada Sunny, dia gak berhak untuk menyembunyikan anakku. Aku itu ayah biologisnya, jadi sekarang aku ingin bertemu Leon." Pria itu tidak ingin memperpanjang urusan dengan Romano.
"Oke, aku sampaikan." jawab Romano santai. Dia lalu menekan tombol end.
"Apa yang dia katakan?" Sunny langsung menodong Romano.
"Dia bilang, kamu jangan pernah muncul lagi di depannya."
Sunny mengambil kembali ponselnya dari tangan Romano tanpa banyak bicara. Sunny berusaha mati-matian menahan air matanya supaya tidak keluar. Rasanya sangat sesak ketika mengingat kembali kisahnya dengan Hanzel. Pria yang telah menipunya sampai dia bisa memiliki Leon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
in_JUMI
seru ceritanya...
ditunggu mampirannya di cerita aku ya k
2023-03-24
1