Ledekan Ibu-Ibu

"Baiklah. Katakan butuh berapa hari untuk menyelesaikan administrasi dari desa ke kota? Pekerjaanku tidak bisa ditinggal di sana. Jarak desa ini ke kota sangatlah jauh. Aku tidak mungkin pulang pergi karena hanya akan memakan waktu."

Ternyata oh ternyata kedatangan Iko untuk menjemput Nana agar meninggalkan desa secepatnya. Tapi Nana sendiri merasa keberatan dengan ajakan Iko yang tiba-tiba. Terlebih banyak tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan di desa. Nana pun meminta penangguhan waktunya.

Aku belum tahu bagaimana Iko yang sebenarnya. Sepuluh tahun berlalu membuatku hampir tidak bisa mengenalinya. Apakah dia masih Iko yang dulu?

"Nana, aku bertanya padamu." Iko pun membuyarkan lamunan Nana.

"Em, ya. Maaf." Nana pun tersadar dari lamunannya. "Aku butuh ... sekitar satu minggu untuk mengurus administrasi dan surat-menyuratnya. Kau bisa menunggu?" tanya Nana kemudian.

Iko mengangguk. "Aku akan menunggu."

Dan akhirnya kesepakatan itupun dicapai oleh mereka. Nana setuju untuk ikut Iko ke ibu kota, meninggalkan desa dalam jangka waktu yang belum bisa ditentukan.

Iko, aku harap kau masih sama seperti yang dulu.

Penampilan Iko kini lebih mewah, bergaya, tampan dan juga hartawan. Iko datang ke desa menjemput Nana dengan menaiki mobil keluaran terbaru. Tentu saja hal itu membuat Nana bertanya-tanya, masihkah Iko seperti yang dulu?

Iko sendiri terlihat tidak mempunyai banyak waktu untuk menunggu. Ia harus segera kembali ke kota selepas menjemput Nana. Namun, pada akhirnya Iko harus menunggu proses administrasi Nana selesai. Itu berarti selama beberapa hari ke depan ia harus tinggal sementara di desa. Meluangkan waktunya untuk menunggu kekasih tercinta.

Esok harinya...

Iko baru saja selesai membersihkan gubuk rumah yang ditempati Nana. Iko juga membantu menjemur pakaian yang Nana cuci tadi pagi. Tapi saat menjemur pakaian, saat itu ibu-ibu yang habis berbelanja di pasar melihatnya. Mereka pun melewati gubuk rumah Nana yang sudah tampak reot.

"Eh, Iko?" Salah satu ibu itu mengenali Iko.

"Eh, iya si Iko. Kapan pulang, Ko? Udah lapor Pak RT belum?" tanya ibu lainnya.

"Iko jadi bersihan ya? Beda sama yang dulu waktu jadi kuli," kata ibu yang lain.

"Iya dong, beda. Iko kan sekarang jadi orang kota. Cepetan nikah, Ko. Kasihan Nana nanti jadi perawan tua," sindir ibu yang lainnya.

"Dulu kalian kecil masih kami maklumi untuk tinggal bersama. Tapi sekarang sudah besar. Jadi harus lapor Pak RT dulu biar nggak dikira kumpul kebo." Ibu yang lainnya ikut bicara.

Mendengar hal itu tentu saja membuat telinga Iko jadi panas. Ia lalu berkata, "Nanti saya lapor Pak RT, Bu-ibu. Tapi saya mau nyuci mobil dulu."

Iko pun tersenyum seraya menunjuk mobilnya. Saat itu juga ibu-ibu desa kaget melihat mobil Iko yang terparkir di sana. Begitu mewah dan juga menyilaukan pandangan mata. Mereka berbisik-bisik lalu meninggalkan Iko yang sedang menjemur pakaian. Iko pun bergumam di dalam hatinya.

Kenapa manusia melihat seseorang hanya dari hartanya? Tanpa peduli harta itu berasal dari mana? Mereka tidak tahu saja pekerjaanku bagaimana. Jika tahu, pasti akan lebih jauh mengumpat Nana.

Iko menyadari jika gerak-geriknya tidak bisa lepas dari penglihatan ibu-ibu yang ada di desa. Teringat jelas di benaknya, sepuluh tahun silam masih tinggal bersama seorang nenek tua yang merawat mereka. Tapi kini nenek itu telah tiada. Iko pun memutuskan untuk mengadu nasibnya di kota. Dan sejak saat itulah keadaan mulai berubah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!