Reagan menarik dagu Bianca untuk memastikan luka di bibir Bianca baik-baik saja. Ternyata benturan yang menyebabkan bibir Bianca tadi berdarah kini terlihat baik-baik saja. Reagan menarik kembali tangannya dari dagu Bianca lalu melajukan motornya meninggalkan Bianca yang masih mematung di tempatnya.
Reagan sudah pergi dari dua menit yang lalu, tapi Bianca masih merasakan dagunya di pegang Reagan. Matanya masih menatap lurus meskipun kini Reagan sudah tidak ada, tubuh Bianca seakan terasa membeku namun di dalam hatinya terasa ada sesuatu yang terasa membuncah karena perlakuan Reagan barusan.
Bianca terlonjak dari tempatnya saat mendengar bunyi klakson di depannya.
Luisa membuka jendela mobilnya. Kepalanya keluar untuk menatap Bianca secara langsung. “Minggir Bianca, kau sedang apa melamun di sana?” teriak Luisa.
Bianca tersenyum kikuk, ia memberikan jalan untuk Luisa. Begitu mobil Luisa masuk, Bianca ikut masuk ke dalam gerbang rumah. Ia langsung di berikan tatapan penuh tanya oleh Luisa. “Apa?” tanya Bianca.
“Kenapa kamu baru pulang?”
“Habis pacaran,” jawab Bianca asal lalu masuk ke dalam rumah meninggalkan Luisa.
Bianca hendak masuk ke dalam rumah, tetapi panggilan dari Fiona membuat kaki Bianca terhenti. “Ada apa Mom?”
“kamu kenapa baru pulang?”
“Tadi ketemu Om Filio, terus mampir ke rumahnya.” Kali ini Bianca menjawab dengan jujur.
“Sudah makan siang?” tanya Fiona.
Bianca mengangguk. “Bianca mau istirahat dulu ya Mom.”
Fiona mengangguk dan membiarkan Bianca masuk ke dalam kamarnya.
Bianca menutup pintu kamarnya, lalu menyimpan tas sekolah dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Mata Bianca menatap langit-langit kamar, ia meraba bibirnya yang tadi tidak sengaja bertabrakan dengan bibir Reagan. Sorot mata Reagan yang berada di atasnya membuat jantung Bianca kembali tidak aman. Bianca cukup frustrasi dengan perasaan yang ada di dalam hatinya. Selama ini Bianca tidak pernah merasakan perasaan seperti ini terhadap Reagan.
Luisa masuk begitu saja ke kamar Bianca. Ia duduk di samping tubuh adiknya yang terlentang. “Kamu habis ciu’man ya?” tuduh Luisa.
Bianca bangkit dan duduknya dan berhadapan dengan Luisa. “Apa sih kak enggak jelas,” ketus Bianca.
“Itu bibirmu bengkak begitu, cowokmu agresif ya?”
Bianca mengambil boneka dan memukulkannya pada Luisa. “Sembarangan, ini bukan karena ciu’man,” jawab Bianca tidak setuju.
“Terus apa dong?”
“Kepentok pilar sekolah,” jawab Bianca. Ia tidak mungkin bilang jika dirinya jatuh dengan posisi yang cukup in’tim bersama Reagan.
“Bohong,” sergah Luisa. Ia tidak percaya jika adiknya sepolos itu.
“Kamu mau aku ajari cara berci’uman yang handal, supaya pacarmu puas?”
“Tidak perlu, sana pergi. Mengganggu saja,” ketus Bianca. Ia mendorong tubuh kakaknya agar keluar dari kamar.
***
Malam harinya setelah makan malam selesai Bianca mengikuti langkah Ignazio ke ruang kerja.
“Daddy,” panggil Bianca.
Ignazio menghentikan tangannya hendak membuka pintu ruang kerja. “Ada apa Bianca?”
Bianca mengeluarkan ponselnya dan menunjukkannya pada Ignazio. “Ponsel Bianca jatuh Daddy, tidak bisa menyala lagi.”
Ignazio memperhatikan layar ponsel Bianca yang tampak retak. “Besok Daddy akan membelikan yang baru untukmu.”
Bianca memeluk tubuh Ignazio sangat erat. “Terima kasih Daddy.”
Ignazio mengacak rambut Bianca.
Bianca berjalan menuju kamarnya dengan perasa tenang, jurus paling jitu adalah meminta sesuatu terhadap ayahnya memang paling betul. Jika meminta pada Fiona yang ada Mommy akan marah, apalagi satu bulan yang lalu Fiona baru saja membelikan ponsel Bianca yang kini rusak.
Sesampainya di kamar Bianca menyiapkan beberapa buku untuk jadwal besok. Setelah memastikan tidak ada tugas sekolah Bianca memilih merebahkan tubuhnya dan beristirahat. Tidak ada yang bisa ia lakukan jika ponselnya mati dan Bianca memilih untuk segera pergi ke alam mimpi.
Mentari pagi bersinar seperti biasanya. Begitu juga dengan teriakan Fiona yang berada di ambang pintu menggelegar seperti hari-hari sebelumnya. “Biancaaaa!”
Bianca menutup kupingnya yang terasa sakit akibat teriakan Fiona. “Bianca sudah bangun, jangan teriak lagi,” jawab Bianca.
“Lima belas menit tidak kunjung di meja makan, Mommy siram!” ancam Fiona.
Bianca bangkit dari tidurnya. “Iya,” jawab Bianca. Tangannya mengucek matanya yang masih terasa perih. Tidur sembilan jam rasanya masih belum cukup. Namun Bianca tidak ingin mendengar Omelan Fiona serta terlambat masuk sekolah.
Bianca memaksakan diri berjalan menuju kamar mandi. Selesai dengan rutinitas paginya, Bianca segera menuju ruang makan sebelum waktu yang di janjikan Fiona habis.
Bianca duduk di samping Luisa yang tengah menikmati roti panggangnya. Tangan Bianca mengambil segelas susu pemberian Fiona dan meminumnya.
Refal berjalan menghampiri Ignazio. Ia memberikan pesanan Tuannya semalaman.
“Apa itu?” tanya Fiona penasaran.
“Ponsel untuk Bianca,” jawab Ignazio santai. Ia memberikannya pada Bianca yang duduk tidak jauh darinya.
“Ponsel untuk apa, bulan lalu kamu baru ganti. Kenapa sekarang meminta ponsel lagi pada Daddy?” Tanya Fiona dengan tatapan tajamnya ke arah Bianca.
“Ponsel Bianca rusak, jatuh.”
“Jatah uang jajan bulanan kamu, mommy potong lima puluh persen,” ujar Fiona.
Wajah Bianca tampak cemberut. Kenapa harus di depan Fiona memberikan ponselnya, urusannya jadi rumit begini.
“Fiona sayang,” panggil Ignazio berusaha menyelamatkan Bianca.
Fiona mendelik ke arah Ignazio. “Diam Ignazio sayang, kamu tidak perlu ikut campur. Anak kita harus di beri hukuman karena tidak bisa bertanggung jawab atas barang yang sudah kita berikan.” Suara Fiona memang terdengar sangat lembut, namun bola matanya hampir keluar menatap suaminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments