Arsinta Maulida

Pukul 13.45 para siswa siswi SMAN Pertiwi telah pulang. Begitu pun Tata dan teman-temannya, mereka berjalan menuju tempat parkir sepeda, banyak pula siswa siswi yang berjalan kaki karena rumah mereka dekat. Sedangkan rumah Tata jauh dari Sekolahan, jika di tempuh dengan sepeda kurang lebih 30 menit baru sampai rumah.

"Tata... tunggu...!!" suara Fitri menghentikan Tata.

"Apaan?" jawab Tata singkat.

"Hehe...Nebeng dong sampai ujung gang rumah gue" ucap Fitri memelas, rumah Fitri memang tak jauh dari sekolahan namun jika jalan kaki lumayan juga, apalagi di tengah cuaca yang panas terik begini.

"Boleh, tapi Lo yang bonceng yaa. Rumah Lo kan Deket sedangkan rumah gue masih jauh di mata, masih perlu banyak energi untuk sampai ke rumah." jawab Tata yang tak mau rugi.

"Oke." jawab Fitri setuju dengan pendapat Tata. Mereka pun melajukan sepeda dengan senang hati.

"Guys tunggu gue di tempat biasa yaaaa." pinta Tata kepada kedua sahabat baiknya itu.

Keduanya pun hanya memandang kesal pada sang sahabat yang mulai jauh dari penglihatan nya.

"Si Tata suka banget bikin temen lumutan." gerutu Andi yang selalu menunggu sahabatnya itu.

Pasalnya Tata memang sering membuat mereka menunggu, tidak saat berangkat sekolah maupun saat pulang. Ya seperti sekarang ini, setiap hari ada saja teman sekelas yang nebeng pada Tata, mereka berangkat jalan kaki tapi pulang selalu cari tumpangan dengan alasan hari sudah panas.

Setelah sampai di tempat yang dimaksud oleh Tata keduanya berhenti, menunggu gadis itu datang.

"Rik, nanti kemping Lo ikut nggak?" tanya Andi pada sahabatnya.

"Ikut lah, kesempatan terakhir masa gak ikut."

jawab Riko dengan apa adanya.

"Iya juga yah, tahun depan kita udah gak bisa ikut kegiatan Pramuka lagi, karena harus fokus belajar untuk UN." sahut Andi dengan nada sendu.

"Hem...gak berasa ya, kayaknya baru kemarin lulus SMP. Dan sekarang kita udah setengah perjalanan di SMA." jawab Riko membenarkan perkataan Andi.

"Pasti gue bakalan kangen momen-momen unfaedah ini. Nungguin si Queen, goes sepeda bareng-bareng, kerja kelompok, dan masih banyak lagi deh." ucap Andi membayangkan hal-hal yang akan berlalu.

"Guys...." pekik Tata dari kejauhan, dengan menuntun sepedanya karena jalan menanjak.

huh...huh...huh....deru nafas Tata terdengar seperti habis lagi maraton.

"Istirahat dulu ya..." pinta Tata memelas pada kedua sahabatnya itu.

"Langsung aja, kita naik santai naik sepedanya biar cepat sampai rumah. gue udah laper." putus Riko yang sudah kembali mengendarai sepeda nya.

di susul Andi dan mau tak mau Tata pun mengikutinya.

"Nanti belajar dimana?" tanya Tata sambil menggoes sepeda nya.

"Dimana aja, asal Lo gak nyontek." sahut Andi kesal, karena setiap belajar bersama ujung-ujungnya nyontek dengan alasan kepalanya mau pecah, kebanyakan mikir rumus.

"Biasa aja kali jawab nya, gak ikhlas banget bantu temen yang susah." jawab Tata mencari pembenaran.

"Lo susah banget di bilangin." jawab Andi putus asa menasehati Tata.

"Ingat Ta, mulai tahun ini kita gak bisa main-main lagi. Harus fokus belajar, apalagi nanti setelah 17 Agustus. pasti para Guru nanti bakalan sering ngasih ulangan dadakan, tes lisan dan lainnya." kata-kata bijak Andi sudah keluar.

Di antara ketiga sahabat itu hanya Andi lah yg paling sering mengingatkan, paling cerewet meskipun dia lelaki. Tapi semua itu di lakukan karena perduli pada sahabatnya. Mereka bersahabat sejak kelas 4 SD, selain rumah mereka berdekatan, mereka juga bersekolah di Sekolah yang sama. Andi dan Riko adalah murid pindahan di sekolah Tata, di awal pertemuan mereka langsung cocok dan satu frekuensi jadi persahabatan mereka awet hingga ke jenjang kelas atas.

Berbeda dengan Devi yang memang baru berteman beberapa tahun terakhir, meskipun akrab tapi tak sedekat Andi dan Riko. Selain rumah nya tidak berdekatan Devi juga anak orang yang berada, setidaknya orang tuanya memiliki kendaraan bermotor dimana motor adalah barang mewah di desa itu.

Tata membelokkan sepeda nya ke halaman rumah.

"Dahhhh hati-hati di jalan yaaaa." ucap Tata pada kedua sahabatnya, kerena rumah keduanya berada di blok yang berbeda dengan Tata.

Setelah menyenderkan sepeda di samping rumah, Tata berjalan masuk kerumah.

"Assalamualaikum Mbahhhh....." teriak Tata dengan lantang.

"Walaikumsalam." sahut si Mbah dari belakang rumah.

"Mbah masak apa? Tata laper banget nih." tanya Tata sambil mencium punggung tangan sang nenek.

"Tumis jantung pisang campur ikan teri, ada tempe goreng juga." jawab Mbah Ni sambil membuka tudung saji di meja.

"Ganti baju dulu, cuci tangan baru makan.." perintah si Nenek pada sang cucu.

"Ganti baju nanti aja Mbah, Tata udah laper banget nihh," jawab Tata memohon pada sang Nenek.

"Kamu tuh kebiasaan, jagi gadis rajin dikit ngapa? jangan jorok banget, nanti gak ada yang mau sama kamu." jawab sang Nenek sambil menasehati cucu kesayangan nya itu.

"Tenang Mbah, masih ada Andi dan Tiko yang sama Tata, selalu setia menunggu dan menuruti kemauan Tata." jawab Tata dengan enteng.

Sang nenek hanya menggeleng kepalanya berlalu menuju belakang rumah.

sedangkan Tata menikmati makan siangnya dengan lahap, gadis itu tidak pernah pilih-pilih makanan, apapun yang di masak oleh Nenek selalu di makan tanpa protes apapun.

Baginya Nenek nya adalah segalanya, sedari kecil hidup bersama sang Nenek setelah Ibunya meninggal saat Tata berusia 3 tahun. Sedangkan Ayahnya, entah kemana perginya lelaki itu, dulu pamit merantau ke Negeri sebrang saat Tata masih dalam kandungan sang Ibu. tapi hingga kini sang Ayah tak juga kembali.

Dulu Tata pun sering menanyakan keberadaan Ayah nya pada sang Nenek, namun kerena sudah terbiasa kini Tata tak lagi mau tahu tentang keadaan ataupun keberadaan sang Ayah.

Tata menjalani hari-hari nya dengan suka cita bersama sang Nenek, Tata hanya berharap dan selalu berdoa agar sang Nenek selalu sehat dan berumur panjang.

Setelah selesai makan, Tata mengganti baju dan menuju kebelakang rumah mencari sang Nenek.

"Mbah ngapain sih?" tanya Tata penasaran.

"Mbah lagi petik kopi, sudah banyak yang merah. Nanti di makan codot kalo gak cepat di petik." jawab sang Nenek.

Di belakang rumah memang ada beberapa pohon kopi yang sengaja di tanam sang Nenek untuk konsumsi pribadi. Pekarangan yang luas membuat berbagai macam jenis tanaman bisa tumbuh dengan subur di pekarangan itu, ada beberapa pohon kelapa, pohon mangga, pohon jambu biji, jambu air, kopi coklat, pohon Pete, pohon pisang dan masih banyak lagi lainnya yang tumbuh di area pekarangan tersebut.

Terpopuler

Comments

anggita

anggita

SMAN Pertiwi...

2023-03-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!