Dengki

Keesokkan harinya, Ahra kembali ke sekolah. Setelah semalam dipijat oleh ibunya, tubuh Ahra yang capek menjadi sedikit pulih. Kali ini dia tidak akan bebas begitu saja, Zeyan pasti akan mengganggunya lagi. Ahra sekarang berada di tengah-tengah, dikelilingi oleh para laki-laki.

"Cupu, hei cupu!" teriak Zeyan.

"Muka jerawatan, tampang pas-pasan." ledek Pramudy.

"Najis lihatnya, grrhgh...!" Eybo mengangkat kedua pundaknya, sambil menatap jijik.

"Awas, aku mau lewat." jawab Ahra, dengan tegas.

"Lewat saja, ngapain harus laporan ke kita." ujar Zeyan.

"Kamu tuh menghalangi jalan tau gak!" jawab Ahra.

Ahra hendak lewat pada sela-sela yang kosong. Namun, Zeyan malah menahan tangannya. Ahra sibuk ingin melepaskan, namun tenaga Zeyan lebih kuat darinya. Eybo, Pramudy, Theo, dan Fras sibuk tertawa, dengan mengelilingi Ahra.

"Aku paling tidak suka, bila ada yang melawanku." ucap Zeyan.

"Kamu siapa, sehingga aku harus patuh." jawab Ahra.

"Berani dia iya sama kita, padahal berasal dari rakyat jelata." Theo mencekik leher Ahra.

Ahra melakukan perlawanan, namun apalah daya dia perempuan. Fras menjambak jilbab Ahra, hingga rambutnya ikut tertarik. Pramudy dan Eybo tegak pinggang, sambil tertawa-tawa. Siswa dan siswi yang lewat segera berlari kabur.

"Kami adalah Geng Kapak Kece, yang ditakuti oleh penduduk sekolah. Orangtua kami bukan dari kalangan biasa, pejabat yang sangat kaya dalam negeri ini." Zeyan memamerkan kekuasaan, dengan wajah sombongnya.

Tiba-tiba saja ada ibu Zasty dan ibu Thanti, yang berjalan di kejauhan. Theo segera berhenti mencekik Ahra, saat disenggol oleh Pramudy.

"Gawat, kita harus segera kabur. Jangan sampai perbuatan kita dipergoki." Zeyan berlari duluan, disusul oleh teman-temannya.

Ahra memegangi lehernya yang memar, nafasnya terasa tercekat. Benar-benar sesak, dan akan menjadi trauma tersendiri. "Uhuk... uhuk..."

Pelajaran dimulai dengan Ibu Zasty, dan sekarang dia memberikan tugas pengungkapan sepenggal kalimat. Selaku guru bahasa Indonesia, dia menjelaskan secara detail.

Seluruh siswa dan siswi dipanggil satu-satu, untuk membacakan apa yang ditulis pada buku. Sekarang tiba giliran Ahra, yang maju ke depan kelas.

"Bully itu benar-benar ada, penindasan itu benar-benar nyata. Namun mengapa dunia acuh, seolah mengingkari apa yang dilihat." Ahra membacakan ungkapannya, sambil menahan air mata.

Setelah selesai, dia duduk di kursi. Rasanya itu sudah cukup melegakan, meski hanya sebuah ungkapan lewat tulisan. Dia tidak bisa menjelaskan lagi, bila tidak dipercaya. Mau menuntut, orangtuanya dari kalangan tidak mampu. Ahra hanya mampu menangis dan menangis, dalam diam berusaha tegar.

"Di dunia ini, siapa yang lemah akan tertindas. Biasanya tidak menerima kenyataan, adalah luka paling sengaja." Zeyan membacakan ungkapannya, sambil tersenyum mengejek ke arah Ahra.

Jam pelajaran berakhir, berganti dengan jam kosong. Ahra mengambil botol air minum, lalu meneguknya beberapa kali. Tiba-tiba saja lidahnya kepahitan, seperti merasakan air tersebut ditukar. Ahra

"Hahah... hahah... mampus kamu." teriak Zeyan.

"Hahah... hahah...." Suara tawa dari teman-temannya.

Ada seorang perempuan mendekati meja Ahra, lalu memberikan sebotol air putih. Ahra segera berkumur dan memuntahkannya di jendela.

"Kamu sudah agak mendingan?" tanya Rembulan.

"Iya, terima kasih Embul." jawab Ahra.

Rembulan melihat botol Ahra, yang airnya berwarna hijau. "Kelihatannya, ini diberi tetesan empedu."

"Ya Allah, pantas saja pahit sekali." jawab Ahra.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!