Napas Valey memburu begitu menginjakkan kaki di atas aspal. Ya, beberapa saat lalu wanita itu mati-matian kabur dari rumah Naren.
"Aku harus pergi sejauh mungkin sebelum anak buah Tuan Naren mengejar ku." Valey berlari tak tentu arah. Dia memilih menyusuri gang-gang sempit ketimbang berjalan dijalan raya. Jika di jalan besar, ia takut anak buah Naren dengan gampang menemukannya.
Terik matahari membuat Valey menelan ludah yang terasa kering kerontang. Di beberapa etalase toko terpajang minuman dingin yang menggiurkan. Tapi ia sama sekali tak memiliki uang.
Sementara di rumah Naren, semua penjaga dibantu pelayan kelimpungan mencari keberadaan Valey.
Salah satu pelayan memberitahu Naren. Pria itu memaki dengan kata kasar. "Dasar tidak becus! Menjaga wanita lemah saja tidak bisa! ****."
Naren pun menunda rapat dan memutuskan segera pulang. Di perjalanan ia mengecek CCTV lalu mendapati Valey kabur lewat gerbang paling ujung dengan memanjat dinding pagar menggunakan tangga.
"Wanita sialan!" desis Naren dengan mata menyala. "Awas saja! Kemanapun kamu kabur, aku pasti menemukan mu dan memberimu pelajaran!"
"Kamu yang mencuri bukti kejahatan Ziat, tidak mungkin aku biarkan lolos begitu saja!"
Naren terus mengecek CCTV hingga kebagian belakang dan mengetahui kemana tujuan Valey pergi.
Setelah menyimpan ponsel, ia memfokuskan untuk menyetir dan menginjak pedal gas dengan penuh. Agar segera sampai dan menemukan tawanannya yang kabur.
Naren menghentikan mobil tepat di titik terakhir lokasi yang terekam CCTV. Sepanjang jalan besar, ia tak melihat Valey. Kini, ia memutuskan untuk menyusuri gang-gang sempit dengan meninggalkan mobilnya begitu saja. Memilih menghubungi pengawal untuk menyusulnya.
Naren tak henti memaki. Beberapa kali mendesah karena harus berjalan jauh dibawah matahari yang begitu menyengat.
Namun, ia tahu usahanya tak sia-sia ketika dari kejauhan sudah melihat wanita berpenampilan lusuh tengah berteduh dibawah pohon rindang yang ada dipinggir jalan.
"Wanita bodoh! Kamu kira semudah itu bisa kabur dariku?!" Naren tersenyum remeh.
Kepala yang berat, dan perut yang kelaparan membuat Valey tak bisa berbuat banyak selain berteduh sementara dibawah pohon rindang.
Sebelumnya Valey sudah mengedar pandangan ke segala arah dan tidak menemukan pria berpakaian serba hitam yang ia tahu adalah penjaga di rumah Naren. Ia menghela napas lega karena bisa beristirahat sejenak.
Namun, kelegaan itu tak berlangsung lama saat seseorang tiba-tiba mencengkram lengan tangannya dengan kuat dan berbisik penuh penekanan.
"Kamu pikir semudah ini kabur dari ku?!"
Suara itu membuatnya bergidik dan menegang dalam satu waktu. Kini, tatapan mereka beradu.
Mata redup Valey memancar ketakutan, sementara Naren menyala dengan lingkar api yang siap melahap semua hingga tak tersisa.
"Tu-an Na-ren." Suara Valey bergetar takut. Jantung yang beberapa saat lalu berdetak normal, kini bertalu-talu menyakiti dada.
'Lari, Valey. Ini kesempatan terbaikmu untuk lepas dari pria mengerikan itu!'
Valey menyentak tangan Naren dan berusaha kabur, tapi sayang, genggaman tangan Naren sangat kuat hingga seolah mematahkan pergelangan tangannya.
"Tolong ... tolong ... pria ini ingin menculik ku!" Valey berharap ada dewa penyelamat yang segera datang.
"Siapapun tolong aku!" Ia mulai menangis putus asa. Tapi, ada dua pria paruh baya yang tergesa-gesa menghampiri mereka.
"Hei anak muda, lepaskan! Kamu mau menculik gadis itu?"
Kepergok dengan warga, tapi Naren masih bersikap tenang. Bahkan tanpa disangka, Naren malah mendekap tubuh Valey.
"Dia kekasihku. Biasa, kami sedang ada masalah sedikit dan dia marah padaku. Aku sedang membujuknya untuk mengantarnya kembali ke rumah, takut orang tuanya sedang mencari." Naren memasang senyum untuk meyakinkan kedua pria paruh baya yang menghampirinya.
"Oh, hanya masalah muda-mudi. Segera bujuk kekasihmu agar tidak membuat gaduh."
"Saya sedang berusaha," sahut Naren.
"Siang-siang ada-ada aja," gumam pria yang satunya.
"Pak ... dia berbohong. Tolong aku, dia akan kembali menyekap ku. Tolong, Pak. Tolong!"
Permohonan Valey tidak digubris, kedua pria itu sudah berlalu.
Naren tersenyum smirk, tatapannya begitu tajam menghunus seseorang didepannya.
"Sekali lagi mulutmu berteriak memanggil orang-orang, akan ku pastikan kamu menangis darah!"
•
Brak!
Tubuh tak berdaya Valey tersungkur di atas lantai. Naren mendekati Valey dan menginjak bahunya sampai Valey merintih kesakitan dan memohon-mohon agar Naren memindahkan kakinya.
"Akh! Tuan, tolong, ampun!"
Rintihan Valey justru terdengar memuakkan bagi Naren, hingga ia lebih menekan tubuh Valey sekuat tenaga.
"Ibu, tolong Valey, Bu. Sakit ...," gumam Valey dengan berderai air mata.
Setelah puas menginjak bahu Valey, Naren beralih berjongkok di depan wanita yang bergumam tidak jelas.
Telapak tangannya gatal untuk meremas pangkal rambut Valey dengan kuat.
"Akh, sakit, Tuan. Tolong lepaskan tanganmu!"
"Sakit yang kamu rasakan tidak ada apa-apanya dibanding kekejamanmu yang tega membunuh ibuku dan menyekap kakakku. Mungkin, kakakku juga sedang bernasib sama denganmu."
"Kamu salah paham! Bukan aku yang melenyapkan ibumu. Sungguh bukan aku. Aku hanya menemukan ibumu yang terluka dan dia memintaku datang menemuimu untuk menyerahkan kunci itu. Percayalah, itu kebenarannya."
Berkali-kali Valey menjelaskan kejadian yang sesungguhnya, tetapi amarah, rasa benci dan kekalutan pikiran membuat Naren tak menerima penjelasan Valey.
Logikanya setuju membenarkan jika Valey adalah sekutu Ziat yang telah membunuh ibunya.
Valey datang dengan berpura-pura baik, padahal hanya ingin menjadi mata-mata. Dugaanya semakin kuat saat file bukti kejahatan Ziat hilang begitu ia menyekap wanita itu.
"Sampai kapanpun aku tidak mempercayai mulut busuk mu! Sampai kamu mengatakan dimana Ziat menyekap kakakku!"
Valey semakin terisak. Ia dituduh melakukan hal keji padahal ia sama sekali tidak terlibat.
Ibu, tolong Valey, Bu.
"Kalau kamu tidak percaya dengan ucapanku, lebih baik segera lenyapkan aku, daripada kamu menyiksaku. Sudah aku katakan, aku tidak tau dimana kakakmu!"
Nada tinggi Valey mengobarkan kebencian Naren semakin membesar, hingga pria itu tak bisa menahan diri untuk menampar pipi Valey berulang kali. Hingga sudut bibir Valey robek dan mengeluarkan setetes cairan pekat yang anyir.
Hening dan hanya terdengar deru napas bertolak dari keduanya. Hingga Valey menunduk dan kembali menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Sumi Sumi
kekejaman mu akan membawamu pada penyesalan berkepanjangan
2023-03-12
0
❤️Nurjehan❤️
sakit hati ku saat membaca nya..author berjaya membuat alur cerita ini menjadi sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan 😓😓
2023-03-10
0