Dalam pemakaman, pria bernama Uncle Ziat turut hadir menyaksikan proses pemakaman ibu Naren. Narendra hampir tak bisa mengontrol diri dan rasanya ingin menghajar sang paman sampai sekarat.
"Jangan pura-pura bersimpati padahal semua duka ini adalah ulah mu, Uncle!" Naren mencengkram kerah meja Uncle Ziat dengan erat. Sampai urat-urat nadinya mencuat kepermukaan kulit. Wajahnya memerah dipenuhi kabut kemarahan.
Siapapun ketakutan melihat Narendra, tapi Uncle Ziat malah terkekeh. "Oh keponakanku tersayang, apa maksudmu ini adalah ulahku?" Pria itu pura-pura tidak tahu.
Satu pukulan telak mengenai rahang sang paman. Barulah pria itu membalas tatapan dingin Naren. "Kau berani memukul uncle mu sendiri, Naren!" tekan pria itu.
"Kenapa tidak?! Bahkan setelah ini aku akan mengirim mu ke penjara!" Naren menggebu-gebu.
"Atas alasan apa kamu ingin mengirim uncle ke penjara?!"
Naren tersenyum remeh. "Aku sudah mengetahui kebusukanmu. Kamu yang sudah membunuh Nenek, Kakek, dan juga menjadi dalang kecelakaan ayah. Dan sekarang ibuku kamu lenyapkan dengan keji. Biadab! Kamu sungguh manusia biadab!" teriak Naren dengan mata memerah.
Jika ia tak harus mencari kakaknya, ia pastikan akan membunuh pria tua itu dengan tangannya sendiri. Namun, saat ini mencari kakaknya jauh lebih penting.
"Naren, kamu tega sekali menuduh uncle. Mana mungkin uncle bisa melakukan itu!" Yang disebut uncle Ziat itu tetap mengelak.
"Apa kamu masih bisa mengelak setelah ku beri tau buktinya?" Naren kembali tersenyum remeh. "Aku punya semua buktinya."
Mendengar itu, Ziat mengerut takut. "Bukti apa?"
"Bukti rekaman CCTV yang disimpan oleh ibu. Naren tidak menyangka, kamu tega melakukan itu semua? Melenyapkan saudara demi sebuah harta warisan. Cuih, menjijikan!"
Ziat melepas cengkraman tangan Naren, memberi pukulan dan tendangan hingga Naren jatuh tersungkur. Setelahnya berlari menjauh.
Meski Naren meneriaki para pengawal untuk mengejar, tapi Ziat sudah melesat dengan kecepatan penuh.
"Tuan, ku bantu berdiri." Valey mendekati Naren dan memberi bantuan. Tapi pria itu justru membentak.
"Diam! Sialan!" Naren berdiri sendiri. Memegangi tulang pipi yang memanas akibat pukulan Ziat.
"Kenapa kamu tidak kabur bersamanya, hah?!" bentak Naren.
Valey menatap bingung. "Kabur bersama siapa, Tuan?"
"Bersama sekutumu! Kamu bersekongkol dengan baj*ngan itu untuk menghancurkan keluargaku! Katakan, dimana kakakku?!"
Dari pertama Valey menginjakkan kaki di rumah Naren dan berniat baik menyampaikan pesan wasiat dari ibunya, tapi pria itu justru menuduhnya yang tidak-tidak.
Terus berkata jika ia bersekongkol dengan pria bernama Ziat untuk merebut harta bendanya. Bahkan menuduhnya sebagai mata-mata.
"Tidak, Tuan. Aku tidak bersekutu dengan siapapun. Aku juga tidak mengenal siapa uncle Ziat."
"Kakak Anda sama sekali aku tidak tau!" Valey bergetar takut melihat tatapan berang dari Naren.
Tiba-tiba Naren mencengkram pergelangan tangannya dengan erat dan menyeret paksa tubuhnya keluar dari area pemakaman.
"Tuan, tolong lepaskan tanganku. Tanganku sakit, Tuan!" Valey berusaha menjauhkan tangan Naren dari pergelangan tangan kanannya, tapi cengkraman Naren malah lebih kencang dan semakin menyakitinya.
"Sakit?!" Naren menghentikan langkah, tersenyum remeh dan melanjutkan ucapannya, "tujuanku memang membuatmu sakit sampai kau mau mengatakan dimana baj*ngan itu menyembunyikan kakakku!"
Naren terus menyeret Valey sampai masuk ke dalam mobil. Lalu mengendarai mobil itu dengan kecepatan penuh. Amarah, kesedihan, dan kekalutan melingkupi diri. Hingga tak terpengaruh dengan wajah polos Valey.
Bruk!
Naren menghempas tubuh Valey ke lantai di kamar gudang. Memang sejak Valey datang ke rumah Naren, yang mana menimbulkan kesalahpahaman, akhirnya Naren justru menyekap Valey. Juga memperlakukannya dengan buruk.
Naren bahkan mengancam Valey jika wanita itu berani kabur dari rumahnya. Takkan segan menghabisi nyawanya.
"Ibu, kenapa nasib Valey seperti ini?" Valey menangis disudut kamar gudang yang dipenuhi barang tidak terpakai. Debu yang tebal membuat pernapasannya sesak, tapi Naren seolah tak peduli. Ia terus dikurung entah sampai kapan.
Di ruang kerja Narendra, tak sedikitpun memiliki hasrat untuk membuka file-file penting. Pria itu justru melamun dengan pikiran kalut.
"Ibu sudah kutemukan, walau tanpa nyawa. Tapi kakak! Kamu dimana, kak?" Naren beralih melihat foto keluarga yang terpajang di atas meja kerjanya.
Setelah ayahnya meninggal, semua urusan kantor di handel oleh kakaknya. Ia yang hanya suka berfoya-foya tampak kaget dengan keadaan sekarang. Dimana mau tak mau dia yang harus mengambil alih pekerjaan kakaknya.
"Wanita itu, sialan! Sama sekali tidak mau membuka mulut! Harus ku apakan supaya dia mau memberitahuku dimana kakakku." Kedua bola mata Naren seolah memancarkan kebencian tingkat penuh. Terus berprasangka bahwa Valey adalah mata-mata yang dikirim Ziat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Fadiylah19
contoh orang kaya tp bodoh🤦🏽♀️
2023-03-10
1
Aliya Jazila
up
2023-03-09
0
Sumi Sumi
up banyak banyak akak
2023-03-09
0