Bertemu Rays

Syaiqa termenung di balkon kamarnya, sudah beberapa hari ini Rays mencarinya. Memang sih bukan Rays lansung yang datang, tapi Zain pengikut setianya yang sudah seperti bodyguard itu. Ya Tapi kan sama saja, toh yang menyuruh juga dia. Syaiqa mengulang-ngulang perkataan Zain sambil mempraktekkan gaya bicara Zain dengan kesalnya.

Rays ingin bertemu denganmu, datanglah ke kantin depan, sepulang kampus besok! Jangan tidak hadir lagi. Rays tidak punya banyak waktu untukmu. Ada hal penting yang harus dibicarakan. Aku tidak akan meminta untuk yang ketiga kalinya.

Begitu Zain mengatakannya tadi siang, saat Syaiqa hendak ke toilet sewaktu jam pelajaran masih berlangsung. Tidak ada Naya juga di sana. Aneh dan bingung, bagaimana bisa Zain menemukannya saat ia sedang seorang diri. Ia tidak habis pikir kenapa bisa cowok yang digadang-gadang sebagai cowok terkeren dikampus itu mencarinya. Ini terlalu janggal. Mungkin jika orang lain diposisinya akan berbeda, pasti sudah kegirangan sampai planet pluto. Tapi ini dia, tidak pernah dekat dan mencoba dekat dengan laki-laki, dengan perempuan saja dia bicara sekenanya. Parahnya lagi laki-laki ini bahkan dicap sebagai playboy tampan.

Apa-apaan ini....bisa-bisa rambutnya mulai keriting. Sekelebat cerita beberapa minggu yang lalu terlintas di pikirannya. Saat Rays tiba-tiba saja menggantikan dosen kelas mereka. Apa dia terlalu keterlaluan hari itu, sampai kakak kelasnya itu ingin membuat perhitungan. Tapi rasanya sedikit janggal jika laki-laki seganteng itu akan mempermasalahkan hal-hal kecil begitu bukan? Syaiqa benar-benar malas menghadapinya.

Bukannya Syaiqa terlalu sombong untuk menuruti permintaan kakak kelasnya, tapi apa salahnya ia mengatakan dalam rangka apa mereka bertemu, karena seingat Syaiqa ia begitu malas mencari perkara dengan siapa pun. Dan tentang kejadian waktu itu ia sudah minta maaf melalui Naya. Ia juga tidak sengaja melakukannya. Ya sudahlah pikirnya, semoga saja tidak terjadi masalah besar. Dari pada pusing akhirnya Syaiqa mengambil ponsel dan mengirim pesan kepada Naya.

Drttttt

Sebuah pesan masuk di ponsel Naya.

Nay, temani aku besok ya, Kak Rays minta bertemu. Di kantin depan.

Apa Qa? Kak Rays minta ketemuan sama kamu?

Siapa yang bilang, Kak Rays? Eh, atau Kak Zain?

Memang kamu ada masalah apa sama mereka?

Eh, jam berapa, masih ramai anak-anak?

Terus dikantin depan?

Mau ngapain? Tidak mungkin mau menyatakan cinta kan Qa? Hehehe.

Wahh parah diam-diam menghanyutkan kamu ya.

Woi Qa, balas dong, serius ni...

Aaaa tuh kan dia pasti malas jelasin. Umpat Naya di dalam hatinya. Bagaimana tidak kesal, sudah ngechat cuma bilang Rays minta ketemu aku besok dikantin depan, giliran di tanya ehh dianya malah balas GAK TAU. Dasar Syaiqa aneh. Mungkin begitu sesekali ia ingin berteriak.

"Enaknya gue cobek-co......." Naya mengomel sambil menahan kesalnya. "Ah sudah lah sabar saja sabar, orang sabar di sayang Tuhan. Ehm tarik nafas, buang nafas. Tarik nafas, buang nafas. Tarik lagi, buang lagi. Huhft!!

Drrrttt

Ponsel Naya kembali berdering.

Temenin ya, pulang kampus

"Apa minta temenin, OGAH! Huhft! Ya, ya gue temenin emang gue punya pilihan gitu, heuh... rugi sudah kecantikan gue cuman buat jadi ekor." Naya hanya bisa mengomel-ngomel di depan ponselnya. Pura-pura menerima keadaan kalau dirinya akan menuruti kemauan nona mudanya itu. Walau sebenarnya Syaiqa tidak mengetahuinya. Begitu prasangka Naya. Namun saat akan membalas pesan Syaiqa pikirannya kembali berubah.

Tidak! Aku tidak mau. Ya kali kalau berita baik, kalau bukan, gak ikut-ikutan deh. Lagian aku tidak ada di sana saat Kak Zain datang. Artinya aku tidak di undang bukan? Balas Naya.

"Tuh kan ngambekannya memang susah hilang, hilang sedikit langsung kumat lagi. Seharusnya jangan lihat chat dia lagi, sambil merem balasnya."

Ck! Ngambek, gaya lama terus si. Gaya ngambek Naya sudah penuh dalam kamus Syaiqa. Tanpa menunggu lama Syaiqa mengetikkan beberapa kata di ponselnya, dan langsung diterima Naya.

Peach Blossom Cafe

Sontak saja mata Naya melotot girang saat membacanya.

Oke-oke! Mau, see you tomorrow.

Balas Naya dengan emoji kegirangan.

Naya paling tidak bisa menolak nih kalau sudah menyangkut makan-makan. Sebenarnya apapun ceritanya dia pasti bakal ngikutin Syaiqa besok, bisa gawat kalau Syaiqa kenapa-napa, bisa-bisa kartu ATM nya beku sebulan. Walau terkadang Naya sering mengikutinya diam-diam kalau lagi masa konflik berdua. Ya, cuman ngambekannya Naya memang model begitu.

🌺🌺🌺

Papa membolak-balikkan koran yang dibacanya, sambil sesekali menyeruput kopi di depannya. Sedangkan Mama terlihat gelisah sambil menggoyangkan badannya kesana-kemari padahal matanya tetap melihat ke arah TV, sesekali Mama meletakkan remot dengan keras di atas meja. Mungkin juga menendang-nendang kaki meja, berharap Papa terusik.

Papa melirik di balik kacamatanya, sesekali melirik dengan ekor matanya. Tapi Papa ya Papa sekalipun menyadari gerak-gerik Mama tetap saja diam, seperti sedang sendirian.

"Huuh!" Mama sengaja menarik nafas panjang. Memangnya apa yang bisa diharapkan, ujung-ujungnya tetap harus mengalah.Tiba-tiba Mama pun tersenyum sendiri gara-gara mengingat bocah 4 tahun itu.

Gak ada cara lain.

Cuma ada satu cara.

Cara lain gak ada.

Udah habis caranya.

Keponakannya itu memang ada-ada saja, selalu bisa membuat orang tertawa, apalagi gaya bicara dan wajahnya yang gemes itu.

Sepertinya memang tidak ada cara lain, mengingat mereka sudah berdebat dari tadi dan hasilnya tetap Papa yang menang dan Mama harus mengalah. Tetapi Mama ingin memastikan sekali lagi. Walaupun hanya ada kemungkinan satu persen.

"Pa!"

"Eum"

"Papa!"

"Iya Ma"

"Pa! Papa yakin dengan keputusan papa?"

"Kenapa Ma? Mama tidak percaya sama papa?"

"Bukan begitu Pa, bagaimana nanti kalau Syaiqa tambah kesal dengan kita, Syaiqa pasti punya kesulitannya sendiri Pa!"

"Tidak akan Ma, Syaiqa itu anak yang penurut lihat saja nanti ".

Papa, Papa, memang dasar ya laki-laki suka tidak peka, anakmu itu bukan penurut, tapi tidak mau cari ribut.

"Yasudah lah Pa, terserah Papa saja, kalau sampai trauma anak mu itu kumat, Mama tidak mau ikut-ikutan. Belum lagi kalau Kenzo tahu, dia pasti bakal ngebelain adiknya." Mama menahan kesal sampai wajahnya kian memerah.

Papa adalah tipe laki-laki yang tegas, apapun keputusannya bersifat mutlak, tidak bisa dibantah. Perihal kampus Syaiqa pun Papa sendiri yang memilihkannya. Awalnya Syaiqa ingin melanjutkan pendidikannya di negara XX tapi Papa tidak setuju, membiarkan anak gadisnya berkeliaran diluar sangat tidak baik menurutnya. Memang sih Papa bisa saja mengatur pengawalan yang ketat untuk Syaiqa, tetapi tetap saja tidak sebanding dengan pengawalannya sendiri.

Akhirnya Papa pun beranjak pergi meninggalkan mama yang masih setia dengan segala kekesalannya jangan lupakan omelannya dengan meja dan sofa, alhasil Pak Nasir yang dari tadi diam pun menarik sedikit sudut bibirnya sambil terus mengekor di belakang Papa. Saat Mama melihat kearah Pak Nasir yang tampak hanya ekspresi datarnya.

Dia tidak menertawakan aku tadi kan. Ah bodo amat. Dia juga sama saja dengan Papa, pasti anaknya juga didoktrin begitu dirumah. Apa-apa maunya mereka. Heuh.

Sampai di ruang kerja, Papa membuka sebuah berkas. Membaca kembali isinya agar tidak ada yang keliru.

"Nas, bagaimana dengan Naya?"

"Aman Presdir, sejauh ini nona sama sekali tidak mengetahuinya, saya mengawasinya sendiri." Papa hanya mangut-mangut saja.

"Nas, tolong atur jadwal saya bertemu Naya".

"Baik Presdir, akan saya atur."

"Dan satu lagi, saya mau laporan keadaan Kenzo selama ini. Anak itu susah sekali pulang ke rumah sekarang."

"Baik Presdir."

Papa akan melakukan apapun agar anak-anak tetap berada dalam pengawasannya, walaupun Kenzo yang sudah memasuki usia dewasa, tapi Papa sama sekali tidak percaya dengan mereka. Sebenarnya bukan mencurigai sih, tapi Papa begitu was-was dengan pergaulan anak zaman sekarang. Belum tentu terlihat baik dirumah, di luar pun begitu. Sekedar mengingatkan mereka mungkin tidak akan bertahan lama. Papa begitu protektif terhadap keluarganya. Ia tidak ingin terjadi hal-hal buruk terhadap Kenzo dan Syaiqa, apalagi hanya bisa menyalahkan mereka dikemudian hari.

Ia akan berusaha semaksimal mungkin agar semua itu tidak terjadi. Seandainya pun terjadi, itu bukan salahnya lagi. Mungkin saja anak-anaknya sedang tidak bernasib baik. Ia hanya bisa berdoa, dan berdoa yang terbaik untuk anak-anaknya.

Terpopuler

Comments

Nuhume

Nuhume

hahahha emang sih bapak2 kek gitu

2023-04-10

1

Halu Meraja

Halu Meraja

masih nyimak gaissss,
lanjut

2023-03-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!