Kedua gadis beda usia yang tak terlalu jauh sedang asyik bercengkrama, bahkan terkadang terdengar tawa lepas dari bibir sang adik sedang sang Kakak hanya tertawa tanpa suara namun tulus ia berikan saat Anggi bercerita hal yang lucu menurut mereka.
"Ada apa ini riuh sekali?" tanya Papah yang baru pulang dan langsung di suguhkan dengan tawa dan senyum dari kedua anak gadisnya.
"Papah..." panggil Anggi saat mendengar suara sang Papah dan segera berlari menghampiri dan memeluk tak lupa ia memberikan ciumannya pada pipi Papahnya dengan manja.
"Uhhhh, kamu ini sudah besar gak malu apa masih cium Papah!" ujar Papah sambil menaruh tas kerjanya ke atas sofa karena mereka sedang berada di ruang tamu.
"Tidak, kenapa harus malu?" tanya Anggi dengan polos masih memeluk sang Papah dan bergelayut di lengannya.
Sikap manja Anggi memang selalu ia tunjukkan baik itu kepada Papahnya ataupun pada Kakaknya, bahkan ia sering kali ngambek jika keinginannya sampai tak di turuti.
Amel yang sebagai anak pertama selalu mengalah jika adiknya menginginkan sesuatu yang ia miliki selagi itu masih bisa ia berikan. Amel tak pernah mengeluh saat sang Papah lebih memperhatikan si bungsu, karena ia juga paham jika Anggi tak pernah bisa merasakan kasih sayang seorang Mamah sedang ia sudah pernah walau hanya sebentar.
"Pah tumben pulangnya gak malem?" tanya Amel dengan wajah tenang dan anggun membuat Papah merasa tenang saat memandang wajahnya.
"Ya, hari ini tak begitu padat." jawab Papah dengan senyuman saat putri sulungnya menyambut tangannya dan menciumnya dengan hormat.
"Papah mau mandi dulu apa makan dulu?" Amel. kembali bertanya saat melihat wajah lelah sang Papah yang terlihat sedikit ada kerutan karena usia.
"Hm, mandi dulu lah Nak.." Papah segera naik ke lantai atas menuju kamarnya, kebetulan kamarnya berada tepat di tengah tengah kamar anak anaknya. Amel hanya memandangi punggung sang Papah yang mulai menghilang di balik pintu kamar yang kemudian tertutup rapat.
"Dek, bantu Kakak yok siapin makan malam!" ajak Amel, Anggi segera mengangguk dan berjalan berdamlingan dengan Amel.
Kedua gadis itu kembali bercanda sambil menyajikan makan malam di meja makan setelah selesai mereka duduk di kursi tempat mereka biasa duduk dan makan.
"Pah.." panggil Amel. kemudian menarik kursi dan langsung di duduki oleh sang Papah yang tersenyum lembut.
Amel mulai menyendok nasi juga lauk pauk kemudian di letakannya ke dalam piring sang Papah begitupun sang adik ia menyendokkan nasi secukupnya kemudian mengambilkan lauknya barulah lah ia memgambil untuk dirinya sendiri.
"Makasih Kak.." ucap Anggi tulus tersenyum manis ke arah sang Kakak yang juga tersenyum lembut ke arahnya. Papah hanya bisa tersenyum bangga pada kedua anak gadisnya yang terlihat sangat akur membuat hatinya merasa senang dan bahagia
Mereka bertiga makan tanpa ada pembicaraan hingga selesai kemudian seperti biasa Amel akan mencuci piring kotor dan menyimpan sisa makan malam mereka ke dalam lemari.
Papah dan Anggi sudah berada di ruang tamu, saling bercerita tapi lebih tepatnya sang Papah sebagai pendengar sedangkan Anggi yang lebih banyak bercerita.
"Jadi kamu sudah di terima kuliah di tempat Kakakmu juga?" tanya Papah kemudian dan di anggukkan kepala oleh Anggi sambil terus tersenyum bahagia.
"Amel gimana tadi sidangnya Nak?" tanya Papah setelah melihat anak sulungnya yang baru tiba dari dapur dan duduk di sebelah adiknya.
"Alhamdulillah Pah lancar." jawab Amel tak kalah senang. Papah kembali tersenyum mendengar jawaban yang memuaskan dari kedua putrinya.
"Rasanya, Papah benar benar bangga pada kalian.." ujar Papah tulus dengan senyum yang ia arahkan pada Amel dan Anggi yang segera berpindah duduk di samping kanan dan kiri kemudian memeluk Papah dengan sayang.
"Kalo Kak Amel sih ya bisalah Papah banggain kan bentar lagi jadi sarjana, kalo Anggi belum bisa kan baru mau kuliah.." jelas Anggi merendah namun senyumannya tetap terpaut indah di bibir mungil dan merah alami miliknya.
"Bagi Papah kalian sangat membuat bangga.." jawab Papah membalas pelukan kedua anaknya.
Sudah hampir dua jam mereka berada di ruang tamu, hingga akhirnya Anggi lebih dulu undur diri dan hendak istirahat di kamarnya.
"Anggi ke kamar duluan ya, ngantuk berat.." ujar Anggi sesekali ia menguap dan Menutupnya dengan tangan
"Ya udah sana, jangan lupa baca doa dek!" ujar Amel saat melihat Anggi yang sudah berjalan menuju kamarnya dan menaiki tangga.
"Pah.." panggil Amel saat mereka hanya tinggal berdua saja. Papah segera menoleh dan menatap anaknya yang juga menatap sedikit curiga padanya.
"Papah ada masalah di kantor?" tanya Amel seolah mengerti dengan wajah sang Papah saat pertama kali masuk ke rumah.
Benar, Papah tak bisa menyembunyikan apapun dari anak sulungnya ini, karena Amel selalu paham walau hanya dengan melihat mimik muka nya saja meskipun sudah ia sembunyikan sebaik mungkin. Anaknya satu ini memang sangat peka terhadap orang orang di sekitarnya.
"Papah rasa sangat sulit menyembunyikan sesuatu dari mu Mel!" jawab Papah tersenyemum kikuk.
"Pah, Amel kan anak Papah masa iya gak tahu kalo Papah lagi senang atau sedih bahkan mungkin Papah sedang ada masalah!" ujar Amel kembali mendekati Papahnya.
"Ya begitulah sayang, sedikit ada problem di kantor." jawab Papah jujur kemudian tak mungkin lagi mengelak
"Problem apa, mungkin Amel bisa bantu?" tanya Amel. Memang biasanya Amel akan membantu Papahnya saat ia sedang libur dan menyempatkan diri datang ke kantor milik sang Papah yang sudah ia rintis sejak menikah dengan sang Mamah yang sudah tiada.
"Masalahnya agak rumit Nak! dan kali ini kamu mungkin tak bisa bantu." jawab Papah kemudian beralih menatap kamar Anggi yang sudah tertutup rapat mungkin pemiliknya sudah tidur dengan nyenyak sekarang.
"Kenapa Pah?" tanya Amel lagi setelah ia mengikuti arah mata sang Papah memandang.
"Itu karena..." Papah kembali menatap Amel yang menunggu jawabannya dengan sedikit gugup namun tetap berusaha setenang mungkin.
"Tidurlah, sudah malam Nak. Papah juga akan tidur." ujar Papah tak melanjutkan ucapannya namun segera beranjak dari sana dan meninggalkan Amel sendiri dengan hati yang gusar dan penasaran karena pertanyaannya belum di jawab oleh Papahnya.
"Apa yang sedang Papah sembunyikan! sepertinya itu sangat mengganggu fikiran Papah?" gumam Amel memandang punggung sang Papah yang juga mulai menghilang di balik pintu yang semakin tertutup rapat dan di kunci dari dalam.
"Pah, Amel harap masalah ini tidak membuat Papah sampai sakit, karena Amel gak mau Papah sakit.." Amelpun beranjak dari sana kemudian menuju ke kamarnya guna beristirahat.
"Maafkan Papah karena belum bisa jujur pada kalian, dan mungkin saja salah satu dari kalian akan sangat membenci Papah setelah tahu masalah juga keputusan yang akan Papah ambil nanti.." gumam Papah saat ia sudah berada di dalam kamarnya sambil memandangi kedua wajah anak gadisnya di balik foto yang ia teruh di kamarnya kemudian meraih satu bingkai foto lagi dan nampak seorang wanita yang tak begitu tua sedang tersenyum. sambil menggendong seorang bayi perempuan yang tak lain adalah Amel.
"Maafkan aku sayang, aku tak punya pilihan lain selain ini.." ungkapnya menatap sendu pada foto sang istri.
Papah segera merebahkan tubuhnya dan mencoba tertidur sambil memeluk kedua bingkai foto anak juga istrinya dengan hati yang kacau tak karuan.
Lanjut up...
Semoga selalu syukaa ya...
Makasih orang baik....
😊🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments