BAB 05

“Ayah, Ibu... ” Naila berlari menghampiri kedua orangtuanya. Meskipun jarak rumah dan Pesantren agak jauh, tapi orangtuanya selalu membesuk Naila setiap hari jumat dua kali dalam sebulan. Wah, itu cukup sering bagi santri senior sepertinya.

Flashback

Lulus dari SD, orangtua Naila memutuskan untuk menyekolahkannya di Pesantren Darunnajah milik Abi Amir yang sudah terkenal sejak lama. Naila, anak satu-satunya yang terlalu dimanja menolak mentah-mentah. Saat Ayahnya bilang, besok Dia akan diajak mendaftar sekolah di Pesantren, Naila menangis berguling-guling selama beberapa hari. Dia ingin seperti teman-temannya yang sekolah di kota. Kemudian bebas naik motor dan main handphone setiap hari. Bahkan tidak harus menahan rindu dengan keluarga.

Sebagai orangtua, Ayahnya tidak mau jika Naila mengikuti trend anak remaja jaman sekarang yang ugal-ugalan. Sehingga beliau tetap kekeh dengan pendiriannya meskipun dengan sedikit memaksa Naila. Toh ini nanti juga demi kebaikan Naila.

Singkat cerita, di awal masa adaptasi dengan Pesantren Naila terus-terusan menangis. Para santri senior memaklumi karena hal itu sudah wajar terjadi pada santri baru. Seiring berjalannya waktu Naila mulai bisa menerima kenyataan sampai pada akhirnya tiba dihari kelulusan kelas sembilan. Saat itu Naila juga sempat mendapatkan penghargaan karena berhasil dinobatkan sebagai lulusan terbaik kategori putri. Akan tetapi, sifatnya berubah drastis semenjak tepat dihari wisuda itu Ayahnya mengatakan bahwa Dia harus melanjutkan SMA di Pesantren itu lagi.

Naila ingin sekali memberontak. Tapi apalah daya Dia hanya seorang anak yang harus berbakti kepada kedua orang. Alhasil Dia harus menjalani har-harinya dengan terpaksa sehingga minat belajarnya juga menurun. Dan sampai saat ini, Dia justru dikenal sebagai santri bar-bar yang suka membuat ulah dan membuat masalah dengan teman-temannya. Naila tetap Naila, sifatnya yang pemberani sejak kecil itu dimanfaatkan untuk membela dirinya jika dimusuhi orang lain. Dia tidak takut dengan siapapun. Baik itu santri senior, pengurus Pesantren, bahkan dengan ustadz atau ustadzahnya saja masih sering dinego jika Dia tidak menyetorkan hafalan. Yang menjadi kelemahan Naila hanyalah saat berhadapan langsung dengan Abi Amir dan Umi Azizah. Selain itu, Dia tidak akan pernah takut dengan siapapun. Dia telah memegang prinsipnya dengan kuat.

“Kamu ini sudah besar loh, nggak malu apa dilihatin sama yang masih baru-baru...? ” tanya Ayahnya saat Naila sudah berada didalam pelukan Ibunya.

“Emangnya ada yang melarang Ayah...?”

“Iya ada. Yang melarang itu Ayah, soalnya seharusnya Ibu memeluk Ayah bukan kamu. Hihihi...”

“Ih Ayah... Tiap hari juga pasti udah main peluk-pelukan sama Ibu. Atau jangan-jangan malah adiknya Naila udah mau launching...?” pekiknya yang membuat Ibu dan Ayahnya menjadi salah tingkah.

“Naila, kamu itu sudah besar. Apa nggak malu kalau punya adik...?”

“Kenapa harus malu...? lagian Ayah sama Ibu kan masih muda. Nggak kasihan apa kalau besok pas udah tua yang ngerawat cuma Naila aja. Kan nggak seru Ayah... ” ucap Naila sambil mencomot kue yang dibawakan Ibunya.

”Eh gimana sekolahmu, baik-baik saja atau masih suka bikin ulah... hah...? Ayah nggak mau ya kalau sampai nanti ditelepon ustadz lagi cuma gara-gara kamu masih suka bolong hafalan...?” Naila meletakkan kue yang dimakan. Gerakannya terhenti. Pertanyaan Ayahnya yang santai tapi tegas itu membuat hatinya bergemuruh..

“Jawab pertanyaan Ayah Naila...!!! ” Ayahnya memiliki sikap yang santai namun tegas. Sehingga sampai saat ini Naila tidak pernah merasa dibentak oleh Ayahnya.

“Ayah... itu urusanku Ayah. Lagian ini semua kan gara-gara Ayah, kalau Aku nggak mondok disini lagi pasti nggak ngelakuin yang aneh-aneh kok.”

“Naila, Ayahmu tidak mengharapkan apapun kecuali kamu menikmati masa-masa muda ini. Apalagi di dunia Pesantren begini pasti seru, banyak teman, banyak jajan, toh sebentar lagi kamu juga udah lulus.” Ibunya memberikan petuah yang sama setiap kali Naila mengeluh agar dipindahkan ke sekolah diluaran sana. Dia hanya diam tidak menanggapi. Petuah ibunya hanya seperti angin yang lewat.

Setelah beberapa jam menikmati waktu bersama orangtuanya. Akhirnya jam besuk telah selesai. Naila membuang nafas kasar. Pertanda kegiatan selanjutnya akan dimulai. Dia beranjak bangkit dari ruang tamu dan berjalan menuju kamar.

“Naila...” seru seseorang dari ambang pintu yang membuat Naila kaget.

“Umi'...”

“Tolong ke kamar saya Naila... ”

...****************...

Wow kok jadi deg-degan ya😂😂

Naila yang dipanggil eh... malah author yang deg-degan 🤭🤭🤭

kira-kira Naila mau diapain tuh sama Umi'...??? 😱

Jangan lupa pencet tombol 👍👍👍👍

Terpopuler

Comments

Ita rahmawati

Ita rahmawati

mau kngapain tuh si umi

2024-03-28

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!