Ryuga sebenarnya memiliki perasaan terhadap Elena, dia berhenti makan dan menatap wanita di depannya. Dia berharap wanita ini benar-benar menjadi istrinya sekarang juga. Tapi khayalan itu segera di buyarkan oleh suara Elena.
“Bercanda lho, Ga! Hahaha... Kalau kamu mau, aku bisa kok masakin buat kamu setiap hari, meskipun kita gak tinggal serumah.” ucap Elena.
"Len, kapan kamu akan menyadari perasaanku untukmu?" benak Ryuga.
Mereka melanjutkan acara makan malam sambil berbincang mengenai masalah pekerjaan Ryuga. Selesai makan, Ryuga menawarkan diri untuk membersihkan piring kotor.
"Kamu istirahat aja, biar aku yang beresin semua piring kotornya." ucap Ryuga sambil menumpuk piring-piring di atas meja.
"Makasih ya... Selamat malam!" sahut Elena sambil berlalu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Selamat Pagi!" sapa Elena yang baru saja keluar dari kamar.
“Selamat Pagi, Len!" sahut Ryuga yang sudah berpakaian rapi.
"Kamu udah mau berangkat kerja ya?" tanya Elena.
"Iya, aku ada rapat penting pagi ini. Gimana keadaan kamu hari ini? Masih ada yang sakit atau tidak enak?” tanya Ryuga.
“Nggak ada kok, aku uda sehat dan baik-baik saja. Gak ada yang sakit juga. Hari ini aku udah mau masuk kerja.” jawab Elena.
Ryuga dengan tampang serius melihat ke arah Elena.
“Kenapa?” tanya Elena yang merasakan tatapan dingin dari Ryuga.
“Kamu yakin hari ini sudah mau masuk kerja? Kamu yakin sudah benar-benar sembuh? Nanti kalau kamu ketemu sama sih Steven dan Angel di kantor gimana?” tanya Ryuga lagi.
“Kalau ketemu mereka ya biarin aja, yang selingkuh kan mereka berdua, kenapa harus aku yang takut?” jawab Elena.
"Baiklah! Tapi jika ada apa apa, kamu harus segera menghubungi aku!” kata Ryuga.
“Iya beres, tenang saja! Aku juga gak akan kenapa-kenapa cuma karena ketemu dua tukang selingkuh itu.” jawab Elena lagi.
"Kamu siap-siap gih, biar aku anterin ke kantor!" ucap Ryuga menawarkan diri.
"Gak usah, aku mau sarapan dulu. Kamu mau?" tanya Elena.
"Gak, aku gak biasa sarapan. Kalau gitu, aku duluan yah." ucap Ryuga.
Laki-laki itu berjalan hingga ke deoan pintu, ia lalu berbalik dan bertanya lagi, “Kamu yakin Len, gak mau aku anterin?"
“Iya, Ga! Aku pergi sendiri aja, sudah sana pergi. Hati hati di jalan!” jawab Elena sambil melambaikan tangannya.
Elena berjalan dengan langkah malas ke dapur, dia mengeluarkan sebutir telur ayam kampung dan dua potong roti dari kulkas. "Mager banget yah hari ini!" gumamnya sambil mengambil sebuah panci teflon.
Selesai membuat roti goreng telur, Elena langsung memakannya tanpa memindahkan ke piring. Dia membiarkan saja panci itu di atas kompor lalu berjalan menuju ke kamar.
Elena mandi secepatnya, karena jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Dia harus tiba di kantor sebelum pukul 8 pagi agar tidak mendapat ocehan dari atasannya. Setelah mengambil tas dan ponsel, Elena segera berangkat dengan mobil taxi yang sudah menunggu di bawah.
Setibanya di kantor, Elena bertemu dengan Steven di depan pintu lift. Mereka berdua sedang menunggu lift untuk naik ke lantai 9, tempat para karyawan bekerja.
"Len, gimana kabarmu?” tanya Steven dengan wajah tak bersalah, seolah semua kejadian minggu lalu bukanlah apa-apa.
Elena memandang sinis ke arah Steven, “Kamu masih berani tanya gimana kabar ku, setelah apa yang kamu lakukan terhadap ku? Tega kamu yah, setelah membuatku terjatuh, kamu lalu pergi meninggalkan ku begitu saja dengan kondisi kepala yang hampir pecah!” Steven terdiam, dia menatap kepala Elena yang masih di perban.
"Ting...! pintu lift terbuka, Elena berjalan masuk ke dalam lift diikuti oleh Steven yang berada di belakangnya.
"Maaf, Len! Aku benar-benar minta maaf. Saat itu, aku sangat panik melihat kamu pingsan. Aku tidak tau apa yang harus ku lakukan, apalagi ketika melihat darah yang keluar sangat banyak. Aku benar-benar ketakutan hingga kehilangan akal. Tolong maafkan aku!” ucap Steven dengan wajah yang menyesal.
“Kamu gak perlu meminta maaf! Silahkan kamu jelaskan saja di pengadilan nanti, hal buruk apa yang sudah kamu lakukan kepada ku!" jawab Elena.
"Kamu beneran mau melaporkan aku ke polisi, Len? Aku kan tidak sengaja Len, tidak bisa kah kamu memaafkan aku dan menganggap semua ini tidak pernah terjadi? Aku mohon, maafkan aku!” pinta Steven sambil memegang tangan Elena.
Elena menghempaskan tangan Steven dan berjalan keluar dari lift, sebab pintu lift telah terbuka dan mereka sudah tiba di lantai 9. Elena bekerja di salah satu perusahaan saingan Ryuga, posisi Elena di sana hanya seorang staff biasa.
Ryuga yang memiliki perusahaan sendiri, terus membujuk Elena untuk bekerja di perusahaannya saja. Namun Elena menolak tawaran itu, dia tidak mau mendapatkan perlakuan spesial dari atasannya. Dia ingin memiliki karir yang normal sebagai staff biasa saja, tapi hasil dari usaha dan kerja kerasnya sendiri, bukan karena mengandalkan koneksi.
Steven mengejar langkah Elena, namun sebuah suara membuatnya berhenti mengikuti wanita itu.
“Elena!" panggil seorang perempuan yang merupakan atasan Elena.
"Ya, Bu Tiwi! Kenapa?” jawab Elena.
"Kamu sudah tidak apa apa, Len? Kalau masih ada yang tidak enak, atau ada yang sakit, kamu bole izin tidak masuk dulu Len. Istirahat dulu di rumah!” Kata Bu Tiwi lagi.
“Saya sudah sehat, Bu! Lagi pula, kalau saya di rumah terus, saya hanya bisa tiduran. Nanti malah tambah sakit, karena saya sama sekali tidak bergerak." jawab Elena lagi.
“Baiklah, Len! Tapi kamu harus janji, kalau ada yg sakit atau tidak enak, langsung beritahu ya, jangan di tahan!" pesan Bu Tiwi.
“Baik, Bu! Siap!!!” jawab Elena sambil memberikan hormat kepada atasannya itu.
Elena menatap layar ponselnya yang terus bergetar, setelah melihat nama Ryuga, dia langsung menjawab panggilan telepon.
"Hallo Ga, ada apa?” tanya Elena sambil menjepit hp ny diantara bahu dan telinga.
“Len, kamu sibuk gak? Kalau gak sibuk, bisa ikut aku ke satu tempat dulu sebentar?” tanya Ryuga.
“Aku nggak sibuk kok, Ga! Emangnya mau kemana?” tanya Elena lagi.
"Kamu ikut saja, 1 jam lagi aku tunggu di bawah ya!" kata Ryuga sambil mematikan hp nya.
“Dasar Ryuga! Langsung matiin saja, padahal belum bilang mau bawa aku ke mana!” gerutu Eena dalam hati.
Elena segera menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Kehidupan keras yang di jalani Elena membuat dirinya menjadi wanita tangguh, apalagi dalam urusan pekerjaan.
Beberapa menit kemudian, Elena membawa laporan penting yang harus segera di mintai tanda tangan dari atasannya, Bu Tiwi. Dia masuk ke ruangan Bu Tiwi setelah mengetuk pintu.
"Bu, saya mau minta tanda tangan laporan ini." ucap Elena sembari meletakkan kertas laporan di atas meja.
"Sudah siap ya? Cepat sekali Len! Kerja kamu udah semacam komputer saja ya!" puji Bu Tiwi yang mrmang menyukai kinerja Elena selama ini.
"Hehe... Saya mau izin pulang duluan boleh Bu?" tanya Elena yang yakin Bu Tiwi akan langsung mengizinkan.
"Iya, kamu banyak istirahat dulu. Kepala kamu tuh bocor loh, bocor! Bukan lecet!" omel Bu Tiwi yang memang khawatir.
"Hehe... Iya, Bu! Kalau gitu, saya pamit yah...!"
Elena segera keluar dari ruangan Bu Tiwi, dia membereskan laporan yang masih beratakan di atas meja. Lima menit kemudian, Elena berjalan ke arah lift untuk turun ke lobby.
Melihat Elena yang berdiri menunggu lift, Steven segera menghampiri.
"Len!" panggilnya sambil menarik lengan Elena.
"Lepasin!" pinta Elena dengan suara tinggi.
"Aku mau bicara sebentar aja!" Steven semakin mengeratkan genggaman tangannya.
"Lepasin nggak?" bentak Elena lagi.
"Plakkkk!"
^^^BERSAMBUNG...^^^
^^^BERSAMBUNG...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Ney Maniez
kok aku geregetn y pngn ngarungin Steven trus anyutin deh 🤭🤭
2023-07-31
1
Ney Maniez
😲😲😲😲
2023-07-31
0
Luii
next
2023-03-22
2