Part 3

Pada hari itu, pagi sangat cerah dan tetesan embun begitu menyejukkan, seolah ingin mengatakan kepada dunia bahwa hari ini adalah hari yang paling baik.

Julia, yang baru saja naik ke kelas 12, sedang menahan senyumnya. Ya, semester kemarin ia mendapatkan nilai terbaik kedua. Walaupun ia sangat bahagia, tapi di dalam hati kecilnya terdapat rasa sakit yang tidak bisa diungkapkan oleh wanita itu. Bagaimana tidak, ia selalu mendapatkan juara umum pertama, namun tahun lalu ia mendapatkan juara umum kedua. Julia sendiri merasa sangat bangga dengan pencapaian dirinya, tapi orang tuanya lah yang tidak sehingga membuat Julia merasa sedih.

"Julia," tegur Julian melihat adiknya termenung, padahal mereka sudah berhenti di depan sekolah.

Julia terkejut dengan panggilan itu, dan ia langsung memutuskan untuk memandang ke arah sang kakak dengan tatapan kesal. Julia mendengus dan lalu turun dari dalam mobil begitu saja. Sementara Julian tidak habis pikir dengan sikap kembarannya itu. Ia benar-benar menyebalkan di mata Julian.

"Kenapa aku bisa memiliki adik seperti itu, benar-benar mengesalkan. Kenapa dia harus lahir satu embrio dengan ku," ucap Julian yang lebih mirip dengan sebuah keluhan.

"Kakak! Aku tahu isi hati mu, aku juga membenci mu jadi jangan harap jika aku bangga memiliki kembaran seperti mu," ucap Julia dengan ketus dan lalu kemudian meninggalkan area parkiran dan masuk ke dalam sekolah dengan langkah yang gembira.

Kelas akan disusun ulang di semester baru ini. Julia sangat tidak sabar ingin menantikan namanya yang terpilih di salah satu kelas yang paling favorit dan juga kelas yang terkenal dengan keindahannya. Letaknya pun strategis dan menurut Julia jika belajar di sana pasti akan sangat menyenangkan.

Julia membaca namanya di sebuah kertas HVS yang tertempel di mading. Seketika wajahnya langsung berubah gembira karena kelas yang ia harapkan merupakan kelas barunya. Julia bahkan melompat dan berjingkrak senang. Tapi wajahnya seketika berubah muram saat melihat Julian yang tengah melipat dada dan menatap ke arah dirinya.

Untuk apa pria itu memandanginya seperti itu? Apakah ada yang salah? Atau jangan-jangan....

Julia langsung menatap ke arah mading tersebut dan benar saja di bawah namanya ada nama Julian yang itu artinya ia akan satu kelas dengan sang Kakak. Kegembiraan itu hanya berhenti di situ dan Julia langsung pergi begitu saja sembari menghentakkan kakinya kesal.

"Jangan harap aku juga sudi satu kelas dengan mu." Julia hanya melirik sebentar ke arah sang kakak dan lalu kemudian wanita tersebut pun pergi. "Jadi siapa yang akan pindah kelas? Aku sih tidak akan mau," lanjut Julian.

"Kau pikir aku juga mau? Aku tak akan sudi pindah kelas. Ini kelas yang aku impikan dari awal masuk," ucap Julia dan langsung masuk ke dalam kelas tersebut.

Seketika matanya disihir dengan keindahan kelas itu. Hatinya yang penuh dengan amarah seketika mencair saat melihat pemandangan tersebut. Inilah surga dunia sesungguhnya. Bahkan di dalam kelas tersebut terdapat ruangan perpustakaan khusus yang merupakan tempat kesukaan Julia.

"Wah, kelas ini benar-benar sungguh bagus. Tidak mungkin aku pergi dari kelas ini. Kecuali dia," ucap Julia dalam hati sembari melirik ke arah sang kembarannya tersebut. "Menyebalkan sekali, kenapa lagi-lagi harus sekelas dengannya. Tidak di rumah dan di sekolah selalu saja bertemu dengannya, lama-lama hidupku bisa gila."

Julia menarik napas panjang dan lalu kemudian memilih kursinya di paling depan. Namun baru saja ia hendak duduk, tiba-tiba ada orang yang menghalanginya. Julia terkejut dan menatap ke arah orang itu. Rupanya orang tersebut adalah gurunya.

"Ibu?"

"Maaf Julia, kamu tidak bisa duduk di sini. Kamu hanya bisa duduk di belakangnya saja. Karena yang duduk di sini adalah juara satu umum semester kemarin, dia memiliki keterbatasan penglihatan sehingga tidak bisa duduk di belakang."

Jujur saja Julia sangat terkejut dengan ungkapan gurunya itu. Namun tidak mau ambil pusing, Julia lebih memilih duduk di belakang dari meja tersebut. Tapi siapakah sebenarnya orang yang telah merebut posisinya itu? Julia tak ada pada saat pembagian raport sehingga ia tidak tahu rupa orang itu.

"Ck, kasihan sekali," ungkap Julian yang seolah tengah mengejek Julia.

Julia menatap sinis Julian dan lalu kemudian tak ambil pusing, ia hanya mengabaikannya saja. Perempuan itu membuka tasnya dan mengeluarkan buku yang merupakan pelajaran hari ini.

Julia mengerutkan keningnya. Kenapa orang yang digadang-gadang sebagai juara satu umum tak juga masuk ke dalam kelas, apakah hari ini ia tak masuk? Padahal Julia sudah sangat penasaran dengannya.

"Siapa sebenarnya dia? Kenapa belum juga datang?" Julia melirik ke seluruh kelas yang penuh dengan orang-orang pintar itu dan juga semua bangku sudah terisi kecuali bangku yang ada di depannya.

Julia pun menarik napas panjang dan seketika menciut saat melihat bayangan guru dari luar yang akan masuk ke kelas ini. Wajah Julia merekah, dan senyumnya langsung hilang pada saat melihat orang yang ada di samping guru tersebut.

Mereka telah berdiri di depan, dan Julia masih bertanya-tanya dalam hati siapakah gerangan pria itu. Kenapa ia terlihat sangat tampan dan juga sedikit culun, selain itu, ia juga terlihat pendiam dan sangat introvert. Julia merasakan hawa jika orang itu tidak bisa bersosialisasi.

"Anak-anak, kenalkan ini adalah Alaska Ananda Argantara. Dia adalah penerima beasiswa di sekolah ini dan juga orang yang berhasil mendapatkan juara umum di sekolah ini. Alaska, kamu duduk di depan."

"Anak pintar perlu perkenalan ya?" tanya Julia dalam hati.

Alaska mengangguk, lalu mengeluarkan kacamatanya, dan duduk di depan Julia. Julia masih terpana dengan pria itu, bukan jatuh cinta, tapi di matanya seolah tak menyangka bahwa inilah orang yang berhasil merebut posisinya.

"Benar-benar luar biasa, apakah aku harus berkenalan dengannya?" Julia sudah sangat antusias.

Ia pun menarik baju Alaska hingga Alaska tersadar dan melirik ke arah Julia.

"Hey, aku Julia, juara umum kedua. Biasanya aku selalu mendapatkan juara umum pertama. Wah, kau hebat, pasti penuh kerja keras untuk mendapatkan posisiku."

"Oh," ucapnya cuek, "aku tidak pernah belajar, dan aku baru semester kemarin pindah ke sekolah ini."

Julia terkejut dengan pria ini. Sombong sekali, padahal tanpa Julia sadari dialah yang pertama kali menyombongkan diri.

_______

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!