Sesampainya kembali ke rumah, Julia terus merasa penasaran dengan sosok pria tadi. Penasaran ini semakin membuncah karena Julian sepertinya sedang berusaha melindunginya dari pria tersebut. Andai saja Julian tidak menyuruhnya menjauhi laki-laki itu, mungkin rasa penasarannya tidak akan sebesar ini.
Julia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Otaknya terus berpikir tentang pria itu. Apakah ada hubungan di antara mereka? Mungkinkah pria itu adalah orang dari masa lalunya?
Semakin dipikirkan, semakin Julia kepikiran. Julia memutuskan turun dari ranjangnya dan menemui Julian yang sedang santai di ruang tamu. Melihat Julian yang bersantai dengan segelas kopi dan TV menyala di depannya, Julia langsung mencibir.
Dia mendekati Julian dan duduk di sampingnya. Wanita itu memandangi kakaknya yang masih tidak menyadari kehadirannya. Merasa sangat kesal, Julia memukul kepala Julian hingga terdengar keluhan dari kakaknya.
"Apaan sih, Dek."
"Jelaskan ke Julia, kenapa Julia harus menjauhi pria itu? Memangnya dia siapa? Kan Julia dan dia juga tidak saling mengenal, jadi kenapa aku harus menjauhinya? Jangan membuat aku penasaran, Kak," pinta Julia sembari menggoyangkan tangan kanan Julian.
Julian pun sedikit kesal dengan ulah kembarannya itu. Ia hanya menatap sebentar ke arah adiknya sebelum meninggalkannya.
Julia memasang wajah muram. Ia berusaha mengingat sosok laki-laki itu. Kenapa tiba-tiba merasa tak asing?
Pikiran tentang perkenalan dengan pria itu muncul dalam beberapa detik. Julia memegang kepalanya yang berdenyut sakit. Wanita itu pergi ke kamar dengan rencana untuk beristirahat.
Di dalam kamar, Julia mencari obatnya yang tersimpan di dalam laci. Tanpa sengaja, ia menemukan sesuatu yang membuatnya heran. Julia berusaha menahan rasa sakit sambil mengamati barang yang baru ditemukan.
Sebuah foto kecil berbentuk polaroid yang sudah usang dan terdapat sobekan. Julia memperhatikannya hingga terkejut menyadari bahwa di foto itu adalah dirinya bersama seorang laki-laki yang ditemuinya kemarin. Ada juga kakaknya di foto tersebut.
Julia semakin penasaran dan sakit kepala kian menderanya. Ia mencari obat dan menemukan keping obat, langsung memasukkannya ke mulut.
Setelah merasa aman, Julia kembali memperhatikan foto itu. Ia masih terpana dan seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Jika menanyakan pada Julian, pasti ia tidak akan menjawab rasa penasarannya. Lebih baik pergi ke pasar kemarin dan mencari pria itu.
Keputusan Julia sudah bulat. Ia langsung pergi ke kamar mandi dan berganti pakaian. Semoga pria itu ada di sana dan bisa menjawab rasa penasarannya. Julia perlu bertemu dan membicarakan sesuatu kepada laki-laki tersebut.
Jujur saja, Julia tidak tega melihat tatapan pria tersebut kemarin yang sedang menahan sesuatu. Tampaknya ada rasa sakit yang mengganjal pada diri pria itu, dan itulah yang membuat Julia memutuskan untuk mencari tahu siapa sebenarnya laki-laki itu.
Julia sudah siap dengan pakaian rapi, dan pergi diam-diam dari rumah agar aksinya tidak diketahui oleh Julian.
---
Julia mendesah panjang. Ia tidak menemukan pria kemarin yang membuatnya sangat sedih. Julia berjalan menunduk, menahan kesedihan dengan memegang dadanya.
"Akhh," lenguh Julia saat tidak sengaja menabrak seseorang. Julia mengangkat wajahnya dan melihat bahwa orang itu adalah pria yang ditemuinya kemarin. Senyum Julia langsung terpancar.
"Kau?"
"Ada apa, Nona? Apa yang membuatmu sangat senang sekali? Maafkan saya yang tidak sengaja menabrakmu tadi."
"Ck, sudahlah. Aku yang salah karena berjalan tidak melihat-lihat lagi," ujar Julia antusias.
Ia menarik tangan laki-laki itu ke sebuah restoran di samping mereka. Alaska sangat terkejut dengan apa yang dilakukan oleh wanita itu.
Selama ini, Alaska menahan diri dalam diam dan mengamati Julia dari jauh. Bahkan ia sengaja kembali ke tempat ini setelah menghabiskan malamnya di kos-kosan kecil dengan penuh kerinduan kepada Julia.
Semalaman, pikirannya hanya dipenuhi oleh Julia, dan tak ada nama lain yang muncul di otaknya.
"Julia," gumam Alaska tanpa sadar.
"Kau benar-benar mengenalku," ucap wanita itu yang membuat Alaska tersadar.
Alaska tidak bisa banyak bicara dan membiarkan Julia berceloteh. Rupanya, wanita itu masih sama seperti dahulu.
Alaska terus mengamati apa yang dilakukan oleh Julia hingga tatapannya terpana melihat wanita itu mengeluarkan sebuah foto dan meletakkannya di depan.
Alaska mengamati foto tersebut dan tidak bisa berkata-kata melihat foto itu. Itu adalah foto yang mereka ambil di pantai pada liburan hari itu sebelum tragedi naas terjadi.
"Apa kita saling kenal?" Alaska langsung memandang ke arah Julia dengan bibir terbuka.
Entah kenapa saat ini mulutnya beku dan tidak bisa berbicara, meskipun hanya satu kata. Seperti ada magnet yang menahan agar bibirnya tidak terkatup.
"Hey!" serunya pada Alaska hingga membuyarkan lamunan Alaska.
"Ya?"
"Kau mengenalku, bukan? Ceritakan apa hubungan kita. Kau sepertinya orang terdekatku. Ku mohon beri tahu aku masa laluku, karena semua orang tidak ada yang ingin mengatakannya. Apakah setragis itu? Aku benci kenapa harus kehilangan ingatan."
Alaska langsung terkejut mendengar apa yang baru saja dinyatakan oleh Julia. Kenapa ia baru tahu jika Julia kehilangan ingatannya. Ia ingin protes kepada keluarga Julia yang tidak memberitahukannya. Tapi siapa dia sehingga harus mengetahui seluk beluk kehidupan Julia?
Mungkin menyembunyikan lebih lama dan berbohong kembali adalah jalan terbaik demi kebaikan Julia. Ia tahu orang tua Julia juga tidak akan ikhlas dengannya.
"Maaf, sepertinya kami hanya mirip. Tapi aku tidak mengenalmu."
Julia berkaca-kaca mendengar ucapan Alaska. Apakah Alaska sama seperti orang terdekat lainnya yang selalu menolak untuk menceritakan masa lalunya.
"Kau berbohong. Aku tahu itu."
"Tapi aku tidak berbohong," ucap Alaska dan menyesap jus pesanan Julia lalu pergi begitu saja.
Julia menatap ke arah punggung pria itu yang berjalan keluar dari restoran. Julia menangis pilu melihatnya.
Namun, tiba-tiba kepalanya terasa berat dan Julia merasa seperti itu adalah titik terendah dalam hidupnya. Ia berteriak karena sakitnya, dan tiba-tiba bayangan masa lalu muncul seolah memberikan jawaban untuk Julia.
Julia memandang ke arah Alaska yang hendak membuka pintu restoran. Ia tersenyum lebar seraya menatap pria itu.
"Alaska, aku mengingat semuanya!"
Alaska sontak berhenti melangkah. Pria itu merasa tubuhnya bergetar, dan secara perlahan ia membalikkan badannya.
Mata Alaska penuh dengan kerinduan, dan mata Julia juga menatap sama seperti Alaska.
"Kau!"
"Ya, pada saat itu kita masih duduk di SMA."
Julia seolah mengulang ingatannya yang terlihat seperti sebuah novel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Maryati
waah,,,, kok q yg deg" an ya 😂😂
2023-09-18
0