Flashback On
Waktu sudah menunjukan pukul dua belas malam saat Nara medapat kabar dari sang adik jika Ibu mereka kembali masuk rumah sakit.
"Kata doker Ibu harus segera di operasi. Kalau tidak, kondisi Ibu bisa semakin memburuk." Kata-kata sang adik terus berputar di kepala Nara. Dia tahu, bahkan dokter sudah menyarankan operasi pemasangan ring jantung pada Ibunya sejak beberapa bulan yang lalu. Namun karena keterbatasan biaya, Nara tak bisa berbuat apa-apa.
Dua bulan yang lalu Nara memilih merantau untuk mencari pekerjaan yang lebih baik dan menyerahkan tanggung jawab menjaga Ibunya pada sang adik yang masih duduk di bangku kelas dua SMA.
Nara berharap bisa bekerja dan mendapat gaji yang besar agar bisa segera mengoperasi sang Ibu juga untuk biaya sekolah adiknya. Namun karena hanya berbekal ijazah SMK, Nara hanya bisa puas dengan mendapatkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga di sebuah kediaman salah satu konglomerat di Jakarta.
Gaji sebagai asisten rumah tangga di kediaman Darmawangsa bisa di bilang cukup tinggi di bandingkan di tempat lain. Namun tetap saja, setinggi apapun gajinya sebagai asisten rumah tangga, Nara tetap belum bisa membiayai operasi sang Ibu.
"Nara harus gimana Bu?" Air mata itu sudah sejak tadi membanjiri wajah Nara. Hati dan pikirannya mulai kacau. Setelah cukup lama Ibunya tak mengalami keluhan di jantungnya, malam ini sang ibu justru harus di larikan kembali ke rumah sakit.
"Apa aku harus menjual salah satu ginjalku?" gumam Nara frustasi. "Ya sepertinya itu pilihan terbaik agar ibu bisa di operasi."
Meski takut karena harus merelakan salah satu ginjalnya, namun Nara tetap meraih ponselnya dan mulai menjelajahi situs penjualan orang tubuh.
Melihat harga ginjal yang mencapai milyaran, membuat wajah Nara sedikit berbinar. Setidaknya jika satu ginjalnya terjual, dia masih memiliki satu ginjal lagi untuk bertahan hidup.
Selain melihat situs penjualan orangan tubuh, Nara juga mencari informasi tentang efek mendonorkan ginjal untuk kesehatannya kedepan.
Nara menelan salivanya dengan susah payah saat melihat efek jangka panjang pada pendonor ginjal. Apa dia bisa hidup normal lagi setelah ini?
Ketakutan-ketakutan itu belum hilang, namun Nara justru di kagetkan dengan suara bel di rumah majikannya.
Nara melihat jam di dinding kamarnya, waktu sudah menunjukan pukul satu dini hari. Siapa kira-kira tamu yang datang lewat tengah malam seperti ini?
Jangan-jangan maling. Nara mengusap bahunya. Dia tiba-tiba merinding. Apalagi saat ini di rumah majikannya hanya ada dirinya saja. Karena Tuan dan Nyonya Darmawangsa berangkat keluar kota malam tadi.
Sedangkan asisten rumah tangga yang lainnya sudah pulang. Karena mereka memang datang pagi dan akan pulang sore harinya.
Suara bel itu sudah terhenti, hingga Nara bisa bernapas lega. Namun nyatanya itu hanya beberapa saat saja, karena menit selanjutnya, terdengar suara pintu yang di gedor dengan kuat.
Nara berjalan keluar dari kamar berukuran tiga kali tiga miliknya. Bukannya berjalan ke pintu utama, Nara justru berbelok ke dapur untuk mengambil teflon.
Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Nara pun berjalan menuju pintu utama dengan jantung berdetak kencang. Kalau saja satpam rumah ini gak izin sakit, pasti maling itu tak akan bisa menganggunya.
Dor.. Dor.. Dor..
"Buka!" Teriak seseorang dari bali pintu utama. "Woey, buka!"
Tubuh Nara semakin bergetar karena takut. Apalagi dia bisa memastikan suara itu merupakan suara seorang pria.
Walaupun teriakan meminta untuk di bukakan pintu itu terus terdengar, namun Nara tak lantas melakukannya. Gadis itu justru berjalan menuju jendela untuk mengintip siapa sosok yang membuat kebisingan di tengah malam seperti ini.
"Tuan Fano." Menyadari sosok di luar sana merupakan putra pertama majikannya, membuat Nara berbegas membuka pintu.
Ceklek
Begitu pintu di buka, Nara bisa mencium bau alkohol yang cukup menyengat. Nara mundur dan dengan reflek menutup hidungnya. Jujur saja dia merasa mual mencium bau itu.
"Dasar lamban. Buka pintu aja lama banget," rancau Fano sembari berjalan masuk. Namun setelah beberapa langkah berjalan, tubuhnya terhuyung jatuh di pelukan Nara.
"Tuan!" Meski tak tahan dengan bau alkohol yang menguar dari tubuh Fano, namun Nara masih waras dengan berusaha untuk tak mendorong tubuh majikannya itu.
Dengan susah payah, Nara menyeret tubuh Fano dan menidurkannya di atas sofa ruang tamu. "Gila berat banget."
Dengan nafas terengah, Nara ikut menjatuhkan tubuhnya di sisi sofa yang lainnya.
Nara menatap Fano dengan pandangan tak percaya. Selama dua minggu di rumah ini, Fano termasuk pria yang ramah dan baik pada siapapun termasuk dirinya.
Saat pertama melihat Fano, Nara kagum dengan ketampanan yang di miliki pria itu. Berwajah sebelas dua belas dengan adiknya, namun karena usia Fano lebih matang, di mata Nara pria itu nampak lebih menawan di banding Ello yang masih saja terlihat seperi brondong walau sudah memiliki anak.
Kehidupan Fano sangat berbanding terbalik dengan kehidupan Nara. Jika Fano bak terlahir dari sendok emas, maka Nara hanyalah centong kayu yang biasa di gunakan untuk memasak nasi hajatan di kampung halamannya.
Dengan latar belakang yang tak biasa seperti itu, lalu kenapa Fano yang tengah mabuk berat terlihat sangat menyedihkan.
"Harusnya kamu cobain hidup di posisiku biar kamu bisa lebih bersyukur."
Mengingat kehidupannya membuat Nara kembali teringat dengan Ibunya. Sampai sekarang, Nara belum memutuskan jalan keluar seperti apa yang harus dia ambil.
Nara menatap setiap sisi ruang tamu. Satu set sofa yang terlihat elegan dan mewah, ada pula dua buah guci besar yang katanya berharga fantastis hingga membuat setiap asisten rumah tangga dirumah ini harus berhati-hati jika membersihkannya.
Andai saja Nara menjadi salah satu pemilik rumah ini, sudah Nara pastikan lukisan Madurese Boat at Beat karya Affandi yang tergantung di dinding itu akan dia jual untuk pengobatan Ibunya.
"Salah satu pemilik rumah?" gumam Nara lalu melirik Fano yang terlihat sudah teridur pulas di atas sofa. "Apa perlu aku melakukan jebakan pernikahan agar bisa menjadi bagian pemilik rumah ini?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Wirda Wati
oh..
rupanya Nara sengaja
2023-05-27
0
Dwi Winarni Wina
saya mampir penasaran jalan ceritanya,,,,
2023-03-16
0
Dwi Winarni Wina
terpaksa nara menjebak fano dengan cara tidur bersama trus nara minta pertanggungjawaban,,,demi membiayai pengobatan sang ibu rela dilakukan nara,,,, lanjutkan thor.....
2023-03-16
0