Chapter 4 : L'éveil

Empat hari sebelum Hari Rapat Pengangkatan Putra Mahkota Nordhalbinsel...

Dunia runtuh di hadapannya saat melihat gadis itu tak kunjung membuka matanya. Secercah harapan yang hampir mengisinya padam begitu saja dan hanya tersisa kegelapan mutlak yang abadi. Xavier merasa telah gagal lagi menjalani kehidupannya kali ini. Dia menundukkan kepalanya, tak sanggup melihat gadis itu yang kini terbaring lemah tanpa tanda-tanda kehidupan. Dia ingat dirinya sudah pernah mengalami ini sebelumnya. Dan saat itu pun, sama seperti saat ini, seolah tak ada yang bisa dia lakukan.

Tubuh gadis itu dingin dan pucat. Mata tertutup rapat. Tak ada gerakan apa pun yang menandakan dirinya bernapas. Tak terdengar suara detakan jantung.

Semua sudah terlambat.

Tapi berbeda dengan sekarang, dulu dia bisa pergi ke langit dan menemui Sang Dewi Langit. Xavier ingat dia pernah mendatangi Dewi Langit seribu tahun yang lalu agar Zhera dapat hidup kembali. Dewi Langit mengabulkan permintaannya kala itu. Ada sesuatu yang diminta oleh Dewi Langit. Ada persyaratan yang harus Xavier penuhi. Dan ada peraturan yang tidak boleh dilanggar. Tapi Xavier tidak ingat apa itu. Meski begitu, Xavier tahu Dewi Langit akhirnya benar-benar mengabulkan permintaannya sehingga kini dia bisa bertemu dengan Anna. Tapi secepat itu pula dia kehilangannya.

Ingin rasanya Xavier menghadap Jenderal Leon dan meminta Sang Jenderal untuk mengambil nyawanya. Lagi pula Sang Jenderal memang sudah berkali-kali menghunuskan pedang padanya selama empat hari belakangan ini. Meski begitu, Sang Ratu Schiereiland terus menerus meminta Sang Jenderal untuk lebih bersabar. Sang Ratu terus mengingatkan bahwa Xavier lah yang menyelamatkannya malam itu.

Sambil membiarkan air matanya berjatuhan, dia memikirkan berbagai cara untuk mati. Jika Sang Jenderal tidak cukup pemaaf, pasti dirinya dibiarkan hidup sehingga Xavier akan menderita karena kehilangan gadis itu untuk yang kedua kalinya di kehidupan kedua mereka.

Tapi kemudian seseorang menggenggam tangannya. Rona kemerahan mulai muncul di pipi pucat gadis itu. Gadis itu membuka matanya, menatapnya. Secercah cahaya muncul dalam kegelapan mutlaknya. Cahaya itu kian terang sehingga dunianya terasa seperti dibangun kembali saat gadis itu memanggilnya.

"Xavier... kau masih hidup?"

...****************...

Saat Anna membuka matanya, hal pertama yang dilihatnya adalah sepasang mata Emerald yang menatapnya dengan terkejut.

Anna mengingat semua mimpinya. Jadi saat tersadar kembali, Anna masih bingung apakah dia sedang bermimpi karena lagi-lagi dia melihat Xavier. Tapi paling tidak Anna mengenali ruangan itu. Bukan balkon megah Istana Nordhalbinsel. Tapi kamar di pondok kecil yang Leon beli.

"Xavier... Kau masih hidup?" Adalah hal pertama yang Anna katakan, lupa tidak memanggilnya sebagai Putra Mahkota karena mimpi sebelumnya.

Anna jelas mengingat saat pedang milik salah satu anggota Black Mamba menembus jantung Xavier, dan Xavier jatuh dari tebing bersamaan dengan Anna. Kini setelah mengingatnya kembali, Anna yakin mereka berdua seharusnya sudah mati. Tapi Anna tidak merasakan apa pun. Dia tidak merasa sakit di mana pun. Dia seolah habis terbangun dari tidur nyenyak di ranjang kamarnya di Istana Schiereiland yang nyaman.

Xavier buru-buru menyingkirkan air mata dari pandangannya, "Bukankah seharusnya aku yang menanyakan padamu, Yang Mulia Putri Anastasia? Kau masih hidup..."

"Ah, benar. Kau sudah mengetahui hal itu. Kau tahu kalau aku adalah Putri Schiereiland."

Anna kini mengingat semuanya.

Saat mereka berada di hutan daerah perbatasan untuk mencari tahanan yang kabur—Ratu Isabella dan Putra Mahkota Alexis, tiba-tiba mereka diserang. Anna sendiri tidak yakin siapa yang menyerang mereka saat itu, tapi mereka ada banyak. Dan tiga puluh orang pasukan yang dibawa oleh Xavier mati satu persatu hingga tinggal tersisa dirinya sendiri dan Xavier. Anna kemudian melihat tato ular di lengan salah satu penyerang mereka. Dari situlah Anna tahu bahwa mereka adalah kelompok Black Mamba. Tapi saat Anna baru menyadarinya, dirinya terkena tembakan anak panah salah satu anggota Black Mamba dan hampir jatuh ke tebing. Saat itu Xavier menolongnya. Xavier menggenggam tangannya dengan erat dan berusaha menariknya kembali dari ujung tebing.

"Putri, bertahan lah."

"P-Putri?"

"Aku sudah tahu siapa dirimu. Kau adalah Putri Anastasia dari Schiereiland. Ratu Isabella pasti sedang menunggumu di suatu tempat yang aman bersama Jenderal Leon, jadi kau harus bertahan hidup. Jangan lepaskan tanganku."

Tapi saat itu tangan Anna sudah sedingin es. Wajahnya memucat karena kehilangan banyak darah setelah anak panah itu menancap tepat di jantungnya. Bernapas terasa sangat sulit baginya. Pandangannya juga mulai samar, tapi tepat sesaat sebelum pandangannya kabur, dia masih dapat melihat apa yang terjadi. Seseorang menusukkan pedangnya sehingga menembus jantung Xavier. Xavier terjatuh dari tebing dengan pedang itu masih menancap di jantungnya. Anna yang menggenggam tangan Xavier ikut terjatuh bersamanya. Setelah itu Anna tidak sadarkan diri, entah karena kehabisan darah, karena jatuh dari tebing yang sangat tinggi, atau karena keduanya.

"Jadi kau sekarang akan memanggilku dengan nama saja? Tanpa embel-embel Putra Mahkota? Apa aku juga sebaiknya memanggilmu Anastasia? Atau Anna saja seperti biasa?" Tanya Xavier, menyadarkan Anna dari ingatannya.

"Bagaimana kita bisa selamat? Bukankah kita seharusnya sudah mati? Aku tertusuk anak panah dan kau tertusuk pedang lalu kita jatuh dari atas tebing. Bagaimana bisa kita masih hidup? Dan bagaimana kita bisa ada di sini?" Anna merasa aneh karena tidak merasa sakit sama sekali. Anna meraba tempat anak panah itu menancap sebelumnya. Tidak ada bekas luka apa pun di tubuhnya. Seolah dia tidak pernah tertusuk anak panah. "Apa itu semua hanya mimpi? Atau ini masih mimpi? Atau aku benar-benar sudah mati?”

"Uhm... soal itu... aku bisa menjelaskannya. Itu karena—“

"Yang Mulia!" Tiba-tiba seseorang masuk ke dalam ruangan itu. Itu adalah Louis. "Apakah ini mimpi? Yang Mulia benar-benar sudah sadar? Apakah ada yang sakit? Bolehkah saya memeriksa luka Anda, Yang Mulia?"

"Louis? Bagaimana kau bisa—“ Belum sempat Anna menyelesaikan kalimatnya, orang lain memasuki ruangan itu.

Orang itu adalah Leon. Dia tampak lega saat melihat Anna. Tapi matanya bengkak habis menangis dan kulitnya memucat. "Yang Mulia, Kau sudah sadar? Syukurlah."

"Leon? Kau juga—“

"Putriku!" Itu adalah Ratu Isabella. Beliau masuk dan langsung memeluk Anna sambil mengusap air matanya. "Ibu tidak akan sanggup jika harus kehilanganmu juga."

"Ibu? Bagaimana kalian semua bisa ada di sini? Tidak, bagaimana kita semua ada di sini?" Ada banyak sekali pertanyaan di benak Anna yang tidak dapat dia sebutkan. Semakin dia memikirkannya, semakin terasa aneh. Anna akan mengerti jika dia hanya melihat Xavier saja karena terakhir dia ingat, dia sedang bersama Xavier. Tapi kini dia juga mendapati Louis, Leon dan Ratu Isabella ada di tempat yang sama.

"Pertama-tama, Saya harus memastikan apakah Yang Mulia merasa sakit?" Louis bertanya dan menunjuk ke arah jantung Anna. "Yang Mulia tertusuk anak panah tepat di jantung. Tidak tepat rasanya jika saya memeriksanya langsung, jadi bolehkah Baginda—ah, maksudku, Ibunda Ratu memeriksa lukanya?"

"Baiklah, aku akan memeriksa lukanya."

"Tidak perlu, Ibu. Aku merasa sangat sehat. Tidak ada yang sakit." Lalu Anna melirik ke arah Xavier yang sejak tadi hanya diam saja di ruangan itu semenjak Louis, Leon dan Ratu Isabella memasuki ruangan. "Dan tidak ada bekas luka apa pun."

"Yang Mulia hampir saja mati. Saya sendiri kesulitan mengobati Yang Mulia karena Yang Mulia kehilangan banyak darah. Kondisi Yang Mulia sempat stabil, tapi kemudian pagi ini Yang Mulia sangat pucat, denyut nadi melemah kemudian kejang-kejang. Untunglah Yang Mulia Putra Mahkota—“ Tapi Louis tidak meneruskan kalimatnya karena Leon melemparkan tatapan tajam padanya saat itu.

"Sudah kubilang itu akan berhasil." Kata Xavier, sambil tersenyum angkuh pada Leon. Leon tampak jelas tidak menyukainya.

"Apa? Apa yang berhasil?" Tanya Anna.

"Bukan apa-apa. Kau beristirahat saja dulu." Kata Xavier.

Xavier baru akan pergi keluar meninggalkan ruangan itu, tapi Leon segera menghunuskan pedangnya ke leher Xavier sehingga langkahnya terhenti.

"Kau mau pergi ke mana Yang Mulia Putra Mahkota?"

"Singkirkan pedangmu, Jenderal Leon.” Kata Xavier sambil mengeluarkan pedangnya juga.

“Kalian berdua tunggulah di luar.” Kata Ratu Isabella setelah menilai dari situasinya, Leon dan Xavier akan saling membunuh dengan pedang mereka di hadapan putrinya yang baru saja sadar.

“Aku akan segera kembali, Yang Mulia.” Kata Leon pada Anna sebelum akhirnya mengikuti Xavier pergi ke luar.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanya Anna setelah keduanya pergi.

"Ceritanya sangat panjang, Yang Mulia." Kata Louis.

"Singkatnya?"

"Singkatnya..." Kata Ratu Isabella. "Entah bagaimana, Putra Mahkota Xavier menemukan rumah ini dan membawamu dalam keadaan sekarat sekitar empat hari yang lalu. Lalu Louis merawat lukamu selama empat hari itu tapi kau tidak juga sadar. Sementara itu Leon yang sangat marah saat tahu kondisimu, hampir membunuh Putra Mahkota Xavier, tapi aku segera menghentikannya karena aku tahu dia bukan orang yang jahat. Dan sampai sekarang mereka terus bersikap seperti itu meski Putra Mahkota Xavier bersedia untuk menjadi tahanan kami sekarang."

"Tunggu sebentar, Ibu. Bagaimana bisa Xavier membawaku ke sini? Kondisinya harusnya tidak lebih baik dariku. Dia ditusuk pedang hingga menembus jantungnya dan jatuh dari ketinggian yang sama denganku. Dia harusnya sama sekaratnya denganku."

"Tidak ada luka apa pun, Yang Mulia. Saya sudah memeriksa kondisi Putra Mahkota Xavier. Tapi tidak ada luka apa pun pada tubuhnya." Kata Louis.

"Bagaimana mungkin. Aku jelas pernah melihat tubuhnya dipenuhi luka."

"Kau melihat apa?" Tanya Ratu Isabella.

"Maksudku..." Anna menghela napas. "Itu... Ceritanya agak rumit. Tapi aku tahu dia memiliki banyak sekali bekas luka di tubuhnya. Dan bukankah lebih aneh lagi jika dia tidak punya luka apa pun padahal dia baru saja ditusuk dan jatuh dari tebing?"

...****************...

"Bagaimana kau melakukannya?" Tanya Leon. Setelah mereka keluar dari pondok kecil itu.

Xavier berada di sampingnya, sedang duduk di atas tumpukan salju dengan tatapan kosong. Pikirannya hanya terpaku pada Anna. Jika saja upayanya tidak berhasil dan Anna tidak berhasil dia selamatkan, mungkin Xavier akan menyesal selamanya. Bahkan mungkin dia tidak akan punya waktu untuk menyesal karena saat itu juga dia akan berpikir lebih baik mengakhiri hidupnya daripada dihantui rasa menyesal seumur hidup. Bayangan tentang kehilangan Anna terasa begitu menyeramkan. Napasnya tercekat saat bayangan wajah Anna yang memucat terlintas di pikirannya lagi.

Xavier mengingat segalanya sekarang.

Dulu, seribu tahun yang lalu, Anna adalah pasangannya. Dan Xavier sudah pernah kehilangan Anna di kehidupan yang lalu. Di kehidupannya kali ini, dia tak ingin kehilangan Anna lagi.

"Putra Mahkota Xavier?"

"Apa?” Xavier tersadar dari lamunannya.

"Menyembuhkan Putri Anastasia." Leon mengulang. "Dia bahkan hampir mati dan tidak ada harapan untuk dapat melihatnya hidup lagi. Bagaimana caranya?"

Xavier menghela napas. Tentu saja tidak akan ada yang percaya padanya. "Aku kan sudah bilang soal itu."

"Katakan yang sebenarnya."

"Kau mau aku mengatakan apa? Aku sudah mengatakan yang sebenarnya. Kami punya hubungan spesial di masa lalu yang tidak akan bisa kau mengerti. Ciumanku menyembuhkannya sama seperti ciumannya akan selalu menyembuhkanku."

"Jangan katakan apa pun pada Putri."

"Bahwa aku menciumnya untuk menyelamatkan nyawanya? Tentu saja aku tidak akan mengatakannya bahkan tanpa kau suruh. Lagi pula aku sudah punya tunangan." Xavier menghela napas lagi. "Bukankah kau terlalu kelihatan jelas?"

Leon menaikkan sebelah alisnya. “Apa?”

“Kau menyukainya.”

Leon terdiam sesaat sebelum menjawabnya. "Tentu saja. Kami tumbuh bersama di Istana. Dia sudah seperti adikku sendiri. Dan dia adalah Putri dari Raja yang kulayani sejak kecil. Raja yang dibunuh oleh ayahmu."

"Bukan itu maksudku. Kau menyukainya sebagai wanita." Kata Xavier. Tapi bahkan saat mengatakan itu, terlihat bahwa Xavier sendiri berharap Leon akan menyangkalnya.

"Jaga ucapanmu. Kau salah. Aku dan Yang Mulia Putri tidak bisa memiliki hubungan seperti itu."

Tapi setelah mengatakan itu, Leon sendiri tampak meragukan kata-katanya.

Jika apa yang dikatakannya memang benar, lalu kenapa kini Leon menyesali perkataannya. Sejak dulu Leon memang melihat Anna sebagai putri kecil yang harus dilindungi, sebagai adik perempuan yang selalu membutuhkannya dan sebagai anak perempuan dari Raja dan Ratu yang dia hormati melebihi apa pun dan siapa pun. Tapi Anna kini sudah tumbuh dewasa. Leon bahkan sering terkejut setiap kali menyadari Anna telah tumbuh menjadi seorang wanita yang luar biasa cantik dan kuat. Belakangan ini dia mulai menyadarinya. Dan Leon mengingat-ingat kenapa dirinya tidak bisa atau bahkan tidak boleh melihat Anna sebagai wanita. Kenapa dirinya tidak bisa dan tidak boleh bersanding dengan Anna. Leon tidak dapat menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri. Jika alasannya adalah karena Anna adalah seorang Putri dan Leon bahkan tidak memiliki gelar bangsawan, Anna sendiri pernah meyakinkannya bahwa Anna tidak peduli soal itu semua. Semakin memikirkannya, Leon semakin merasa bahwa dia selama ini hanya berusaha untuk tidak melihat Anna sebagai wanita meski Anna selalu berusaha untuk mendekatinya. Dan usaha Anna itu, perlahan, disadarinya atau tidak, sepertinya mulai berhasil.

"Omong-omong, pedang itu..." Xavier menunjuk pedang milik Leon, membuyarkan lamunan Leon. "Bukankah itu pedang milik Raja Zuidlijk yang diberikan oleh Ratu Agung Zhera? Pedang yang sudah dianggap hilang ratusan tahun yang lalu yang katanya dapat memutus sihir hitam paling kuat. Dari mana kau mendapatkannya?"

"Bukan urusanmu." Kata Leon, yang kemudian kembali masuk ke pondok kecil mereka.

...****************...

Terpopuler

Comments

Sri Astuti

Sri Astuti

kalian kakak adik seibu.. jgn saling benci

2025-03-15

0

lihat semua
Episodes
1 Prologue
2 Chapter 1 : Le Début d'une Fin
3 Chapter 2 : L'eau et Le Vent de L'est
4 Chapter 3 : Danse Éternelle
5 Chapter 4 : L'éveil
6 Chapter 5 : À L'intersection
7 Chapter 6 : Nouvelles Choquantes
8 Chapter 7 : Istoriya Proiskhozhdeniya Drakonov
9 Chapter 8 : La Reine en Deuil
10 Chapter 9 : Une Promesse
11 Chapter 10 : Arc et Des Flèches
12 Chapter 11 : L'amour est un Sacrifice
13 Chapter 12 : Larme de Déesse
14 Chapter 13 : Ray'na Zemle
15 Chapter 14 : Earithear
16 Chapter 15 : Soupçon
17 Chapter 16 : Honnêteté
18 Chapter 17 : Danse de L'épée
19 Chapter 18 : Flamme éternelle
20 Chapter 19 : Le Dragon Jumeau
21 Chapter 20 : La Reine des Glaces
22 Chapter 21 : Le Duc François et sa Duchesse
23 Chapter 22 : L'anneau du Coeur de Dragon
24 Chapter 23 : Yeux d'Aletheia
25 Chapter 24 : La Reine Rouge
26 Chapter 25 : Les Elphènes et Les Esthers
27 Chapter 26 : Premier Rendez-vous
28 Chapter 27 : Le Fantôme dans Le Château
29 Chapter 28 : Poison Mortel
30 Chapter 29 : Morta
31 Chapter 30 : Disciple du Sorcier
32 Chapter 31 : A Toi Je Jure et Promets
33 Chapter 32 : Bloody Rose
34 Chapter 33 : Le Lourd de La Couronne
35 Chapter 34 : Tour de La Sorcière
36 Chapter 35 : Le Donjon
37 Chapter 36 : Le Prince de Glace Sans Cœur
38 Chapter 37 : Âme Soeur
39 Chapter 38 : Mère
40 Chapter 39 : Le Roi et La Reine
41 Epilogue : The King of South
42 Epilogue : The Queen of West
43 Epilogue : The Empress of East
44 Epilogue : The King of North
45 Pengumuman
46 Bonus Chapter : The Queen of Dragons
Episodes

Updated 46 Episodes

1
Prologue
2
Chapter 1 : Le Début d'une Fin
3
Chapter 2 : L'eau et Le Vent de L'est
4
Chapter 3 : Danse Éternelle
5
Chapter 4 : L'éveil
6
Chapter 5 : À L'intersection
7
Chapter 6 : Nouvelles Choquantes
8
Chapter 7 : Istoriya Proiskhozhdeniya Drakonov
9
Chapter 8 : La Reine en Deuil
10
Chapter 9 : Une Promesse
11
Chapter 10 : Arc et Des Flèches
12
Chapter 11 : L'amour est un Sacrifice
13
Chapter 12 : Larme de Déesse
14
Chapter 13 : Ray'na Zemle
15
Chapter 14 : Earithear
16
Chapter 15 : Soupçon
17
Chapter 16 : Honnêteté
18
Chapter 17 : Danse de L'épée
19
Chapter 18 : Flamme éternelle
20
Chapter 19 : Le Dragon Jumeau
21
Chapter 20 : La Reine des Glaces
22
Chapter 21 : Le Duc François et sa Duchesse
23
Chapter 22 : L'anneau du Coeur de Dragon
24
Chapter 23 : Yeux d'Aletheia
25
Chapter 24 : La Reine Rouge
26
Chapter 25 : Les Elphènes et Les Esthers
27
Chapter 26 : Premier Rendez-vous
28
Chapter 27 : Le Fantôme dans Le Château
29
Chapter 28 : Poison Mortel
30
Chapter 29 : Morta
31
Chapter 30 : Disciple du Sorcier
32
Chapter 31 : A Toi Je Jure et Promets
33
Chapter 32 : Bloody Rose
34
Chapter 33 : Le Lourd de La Couronne
35
Chapter 34 : Tour de La Sorcière
36
Chapter 35 : Le Donjon
37
Chapter 36 : Le Prince de Glace Sans Cœur
38
Chapter 37 : Âme Soeur
39
Chapter 38 : Mère
40
Chapter 39 : Le Roi et La Reine
41
Epilogue : The King of South
42
Epilogue : The Queen of West
43
Epilogue : The Empress of East
44
Epilogue : The King of North
45
Pengumuman
46
Bonus Chapter : The Queen of Dragons

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!