Siang itu Sang Permaisuri sedang menikmati tehnya di dalam ruang kerjanya di Menara. Para murid penyihir diliburkan hari itu dan Menara ditutup untuk sementara, jadi hanya ada dirinya di dalam Menara. Saat dirinya merasa bosan berada di dalam Istana terus menerus, Menara adalah tempat pelarian yang sempurna baginya. Paling tidak, di Menara, dia memiliki otoritas tertinggi dan Raja tidak bisa ikut campur dalam urusan Menara.
Belum habis cangkir pertamanya, seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya. Hal itu tentu saja merusak suasana hatinya. Tapi dia memang sedang menanti kedatangan seseorang yang dia kirim sebagai mata-mata untuk mengawasi Istana Putra Mahkota. Jadi dia mengizinkan orang itu masuk dengan membuka pintu menggunakan sihirnya.
Pintu terbuka lebar, memperlihatkan seorang wanita yang mengenakan tudung kepala yang membuat wajahnya tak terlihat jelas. Tapi Sang Permaisuri sudah tahu siapa orang itu. Itu adalah mata-mata yang dia kirimkan ke Istana Putra Mahkota. Dayang Putri Mahkota, Jane.
Wanita itu berlutut di hadapan Sang Permaisuri. "Saya menghadap Yang Mulia Permaisuri Selena."
"Silahkan bicara." Kata Selena tanpa benar-benar memperhatikan.
"Saya mendengar berita yang menarik pagi ini, Yang Mulia." Kata Jane.
"Apa yang lebih menarik dari berita kematian Putra Mahkota kesayangan kita semua?" Tanya Selena sambil tersenyum memperhatikan cangkir tehnya. Pengumuman terkait berita kematian Putra Mahkota semalam membuatnya sangat gembira sehingga dia merasa yakin tidak ada hal yang dapat merubah kegembiraannya hari itu.
"Yang Mulia Putri Mahkota sepertinya sedang mengandung bayi laki-laki."
Mendengar itu, cangkir teh yang sedang dipandanginya mendadak pecah berkeping-keping. "Apa? Bayi laki-laki!" Selena tampak histeris. "Kupikir selama ini mereka hanya berpura-pura dekat di hadapan umum. Tapi mereka punya bayi sebelum resmi menikah?"
Saat semuanya tampak berjalan dengan lancar bagi Selena, saat rencana yang sudah disusunnya selama bertahun-tahun hampir sepenuhnya terwujud, berita tentang kemungkinan adanya bayi laki-laki yang sedang dikandung oleh Putri Mahkota seolah meruntuhkan semuanya.
"Benar, Yang Mulia. Begitulah yang saya dengar." Kata wanita itu, tampak tenang saat mengatakannya meski Selena di hadapannya tampak siap meruntuhkan seisi Menara kapan saja.
Selena berdiri dari tempat duduknya dan menghirup napas panjang serta menghembuskannya perlahan. Belakangan ini cara tersebut selalu efektif untuk mengatur emosinya yang selalu meluap-luap. Putra keduanya lah yang mengajarkan cara mengatur emosinya. "Baiklah. Kau boleh pergi." Kata Selena.
Wanita itu membungkuk rendah sebelum pergi meninggalkan ruangan itu.
"Argus!" Panggil Selena. Suaranya menggema ke seluruh Menara.
"Saya menghadap Yang Mul—“
Kata-katanya langsung terhenti saat teko teh yang tadinya ada di meja Sang Permaisuri dilemparkan ke arah pria yang baru datang itu. Tapi tentu saja Sang Permaisuri tidak berniat mengenainya, jadi teko teh itu menghantam pintu masuk dan hancur. Hal itu berhasil membuat Argus, yang sedang menggunakan sihir transformasi menjadi Jenderal Orthion, tampak terkejut dan tidak berani berkata-kata. Dia tahu suasana hati Sang Permaisuri sedang tidak baik.
"Apa ini? Kau bilang budak itu sudah merayu Putri Mahkota. Tapi kenapa aku mendengar berita yang tidak ingin kudengar?" Sang Permaisuri meluapkan amarahnya. Matanya melotot seperti hampir keluar saat menatap Argus.
Argus berlutut. "Maafkan saya, Yang Mulia. Saya juga tidak tahu akan—“
"Cukup. Aku tidak ingin mendengar permintaan maafmu. Bawa budak itu ke sini."
"Maksud Anda, Dylan?"
"Ya. Budak Istana Utara itu. Cari dia dan bawa ke hadapanku sekarang juga. Kita harus tahu bayi siapa yang dikandung oleh Putri Mahkota sebelum rapat pengangkatan Putra Mahkota yang baru."
...****************...
Dua hari sebelum rapat pengangkatan Putra Mahkota. Dua hari setelah pengumuman kematian Putra Mahkota Xavier...
Berita kematian Putra Mahkota Nordhalbinsel menyebar luas hingga ke Istana Wisteria di Westeria.
Istana Wisteria merupakan istana tempat Ratu Westeria tinggal. Istana megah yang terletak di tengah danau berair jernih itu terbuat dari logam mulia seperti emas dan perak, namun juga dihiasi tanaman-tanaman merambat di dinding dan langit-langitnya. Tanaman-tanaman itu terkadang menghasilkan bunga dan buah. Bunganya sangat wangi dan menempel di pakaian orang-orang di Istana sehingga para pelayan tidak pernah memakaikan parfum pada pakaian keluarga kerajaan. Buah-buahan yang tumbuh dari tanaman-tanaman itu pun menjadi makanan penutup yang dapat dinikmati kapan pun. Konon Ratu Westeria hanya perlu membuka genggaman tangannya ke arah langit-langit aula istana, lalu sulur-sulur di atasnya akan menghasilkan buah dan jatuh tepat di atas telapak tangannya.
Setelah pernikahan resmi Putri Eugene dan Pangeran Jeffrey, Pangeran Yi menarik kembali rencananya untuk mengambil alih Westeria. Sebagai gantinya, Kaisar Orient menandatangani persekutuan perdagangan untuk mempererat ikatan antara Kerajaan Westeria dan Kekaisaran Orient. Beberapa hari sebelumnya, Ratu Elizabeth mundur dari takhtanya karena alasan yang dirahasiakan dan memutuskan untuk pergi dari Istana Wisteria setelah menduduki posisi Ratu selama lebih dua puluh tahun. Tidak ada yang benar-benar mengetahui alasannya meninggalkan takhta, tapi Putri Eugene tahu. Mantan Ratu memintanya untuk merahasiakan hal itu demi kebaikan Kerajaan. Putri Eugene pun akhirnya naik takhta menjadi Ratu Westeria yang baru.
Ratu Eugene memimpin dengan bijaksana dan adil meski usianya baru sembilan belas tahun. Sesekali Sang Ratu akan meminta pendapat suaminya yang masih bergelar Pangeran Nordhalbinsel untuk beberapa urusan kenegaraan. Mereka saling membantu satu sama lain dan berusaha untuk menjadi pemimpin yang baik. Kehidupan baru mereka di Istana Wisteria terasa sangat tenang dan penuh kebahagiaan seperti akhir bahagia dalam sebuah dongeng.
Tapi pagi itu mendatangkan perubahan dalam kehidupan damai mereka. Pagi itu, setelah mendengar berita tentang kematian Putra Mahkota Nordhalbinsel dari pengawal pribadinya, Theana, Ratu Eugene buru-buru membubarkan rapat paginya dan pergi ke kamar Pangeran Jeffrey. Saat melihat suaminya sedang terduduk sedih di atas tempat tidurnya, Ratu Eugene segera memeluknya dan berusaha menenangkannya. Itu adalah pertama kalinya dia melihat suaminya terlihat sangat sedih dan hancur.
"Kau sudah mendengarnya juga?" Tanya Ratu Eugene dalam bahasa Nordhalbinsel yang sempurna sambil memeluk erat Pangeran Jeffrey.
Pasangan beda kerajaan itu selalu menghargai perbedaan di antara mereka. Perbedaan bahasa tidak pernah menjadi penghalang. Ratu Eugene sudah mempelajari bahasa Nordhalbinsel sejak masih kecil dan melancarkan kemampuan berbahasanya dengan cara sering berkirim surat menggunakan bahasa Nordhalbinsel dengan Putra Mahkota Xavier. Dan meski pun Pangeran Jeffrey baru mempelajari bahasa Westernia, bahasa resmi yang digunakan di Westeria, Sang Pangeran belajar dengan cepat dan sebisa mungkin selalu menggunakan bahasa Westernia jika bicara dengan Ratu Eugene, meski Sang Ratu akan menanggapinya dengan bahasa Nordhalbinsel.
"Iya, Ratuku. Pembawa berita mendatangiku pagi ini. Mereka bilang mayatnya tidak dapat ditemukan. Ini sulit dipercaya." Kata Pangeran Jeffrey dalam bahasa Westernia, namun masih dengan aksen bicara khas orang-orang Utara. Sang Pangeran tidak dapat menyembunyikan kesedihannya dari nada suaranya. Dia berusaha keras untuk tidak menangis di hadapan istrinya dan membuat istrinya ikut bersedih, tapi itu tidak berhasil.
"Aku turut bersedih, Suamiku. Mendiang Putra Mahkota Xavier adalah orang yang sangat baik. Beliau lah yang telah membantuku selama ini sampai aku bisa menjadi Istrimu dan menjadi Ratu Westeria."
Pangeran Jeffrey mengangguk menyetujui. "Kakakku itu adalah panutanku. Aku selalu mengaguminya sejak dulu. Terakhir kami bertemu adalah saat di Montreux sebelum aku memutuskan untuk menikahimu. Aku tidak tahu bahwa itu akan menjadi terakhir kalinya aku melihatnya. Padahal kudengar dia akan segera menikah setelah sekian tahun pernikahannya tertunda. Padahal kupikir aku bisa menemuinya lagi dan berbahagia di hari pernikahannya. Aku tak menyangka bukan surat undangan pernikahan yang kuterima melainkan berita kematiannya."
"Suamiku..." Ratu Eugene menatap Pangeran Jeffrey dengan serius seolah akan mengatakan sesuatu yang sangat penting. Ratu Eugene tahu ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan perihal apa yang ingin dia bicarakan dengan suaminya itu, tapi sepertinya takkan ada waktu lain. Dan dia harus segera menyampaikan apa yang mengganjal di hatinya semenjak dia mengetahui tentang berita kematian Sang Putra Mahkota Nordhalbinsel.
Melihat tatapan itu di mata Istrinya, Pangeran Jeffrey tampak memperhatikan sepenuh hati.
"Aku dengar setelah kematiannya, Perebutan takhta sebagai Putra Mahkota akan kembali terbuka."
Pangeran Jeffrey mengangguk. "Itu benar. Selain aku, ada dua puluh satu orang putra Raja yang akan memperebutkan posisi itu. Mereka bahkan akan saling membunuh untuk mendapatkan posisi Putra Mahkota. Sejak dulu Istana Nordhalbinsel adalah tempat dimana para putra Raja akan saling membunuh untuk mencapai posisi Putra Mahkota. Bahkan ayahku sendiri berhasil memperoleh posisinya setelah membunuh saudara-saudaranya yang lain."
"Itu mengerikan sekali. Kau tidak akan ikut serta dalam perebutan takhta, bukan? Maksudku, aku tidak akan melarang apapun keinginanmu. Tapi jika itu membahayakan nyawamu, aku tidak akan membiarkannya." Ratu Eugene menatap Pangeran Jeffrey dengan sorot mata penuh kekhawatiran. Ketakutannya terhadap kehilangan orang yang sangat dia cintai tampak jelas di matanya.
Pangeran Jeffrey mengecup kening istrinya itu dan berkata, "Untuk apa aku melakukannya, Ratuku? Aku sudah merasa sangat bahagia dengan menjadi pasanganmu. Aku sangat bahagia tinggal di Westeria bersamamu. Tidak ada hal lain yang kuinginkan."
Ratu Eugene tersenyum bahagia mendengarnya dan mencium suaminya itu. Lebih dari apa pun, Ratu Eugene mencintai Pangeran Jeffrey. Dia tidak ingin suaminya kembali ke Nordhalbinsel dan ikut serta dalam perebutan takhta jika hanya akan membuatnya kehilangan pria yang dicintainya itu. Lebih dari apapun, dia sangat takut akan hal tersebut. Ratu Eugene tahu dia bersikap egois jika melarang suaminya kembali ke Nordhalbinsel terlebih karena yang meninggal adalah kakaknya, orang yang sangat berarti bagi mereka berdua. Tapi kini setelah mendengar kata-kata suaminya, dia menjadi lebih tenang.
"Suamiku, sebenarnya kemarin malam aku mendapatkan surat ini." Ratu Eugene memperlihatkan sepucuk surat tanpa nama pengirim dan tanpa stempel. "Tapi orang yang memberikannya melalui Theana mengatakan aku baru boleh membukanya setelah mendengar berita duka dari Nordhalbinsel. Saat itu aku masih belum mengerti apa yang dimaksudkan dengan berita duka."
"Siapa pengirimnya?"
"Aku tidak tahu. Tidak tertulis nama pengirimnya dan Theana sepertinya mendapatkannya dari orang lain, bukan pengirim aslinya. Aku ingin kita membacanya bersama."
Ratu Westeria dan pasangannya itu bersiap membaca surat tersebut. Tapi saat membuka lipatan kertas yang ada di dalam amplop, tidak ada apa pun di sana. Tidak ada satu tetes pun tinta di atas kertas itu. Kertas itu bersih tanpa noda sedikit pun. Hanya kertas kosong yang ada di hadapan mereka.
"Tidak ada tulisan apa pun." Kata Ratu Eugene, tampak sangat kebingungan.
Tapi tidak demikian dengan Pangeran Jeffrey. Meski sudah menetap di Westeria semenjak menikahi Putri Eugene yang kini sudah menjadi Ratu, Pangeran Jeffrey tetap lah seorang Pangeran dari Nordhalbinsel. Dia sudah hidup di Nordhalbinsel cukup lama sehingga cukup mengetahui rahasia-rahasia yang ada di Kerajaan yang dikenal dengan sihirnya itu.
"Sepertinya aku tahu cara membacanya, Ratuku." Kata Pangeran Jeffrey. "Aku pernah mendengar tentang Pena Grimoire. Salah satu benda sihir peninggalan Klan Grimoire yang terkenal sebagai Klan penyihir tertua di Nordhalbinsel. Pena itu memiliki sihir yang membuat hanya orang yang diizinkan membaca surat itu yang dapat membacanya. Dan kau harus mendekatkan kertas itu ke api."
Ratu Eugene menuruti perkataan suaminya. Sang Ratu pergi menjauh dari Pangeran Jeffrey dan mendekat ke perapian di kamar itu. Api dari perapian itu menjalar dan perlahan membakar kertas di tangannya. Pengawalnya, yang diperintahkannya untuk mengawasi dari jauh, terkejut melihat api itu. Para pengawal hendak mendekat ke arah Ratu mereka untuk menyingkirkan api itu, tapi Pangeran Jeffrey mengisyaratkan kepada mereka untuk tidak melakukannya.
"Jangan mendekat. Api itu tidak berbahaya. Api itu hanya membakar sihir pada tintanya dan menunjukkan isi tulisan di kertas itu." Kata Pangeran Jeffrey, menjelaskan kepada para pengawal dengan bahasa Westernia agar mereka semua mengerti apa yang dikatakannya.
Para pengawal mengangguk patuh padanya seperti halnya mereka akan patuh jika perintah itu datang dari Ratu mereka.
Api di kertas itu tidak menyakiti Ratu Eugene dan tidak terasa panas. Ratu Eugene terkejut saat melihat kertas bersih yang dia pegang sebelumnya kini dipenuhi tulisan. Tulisan itu adalah tulisan yang sangat dia kenal karena Sang Pengirim Surat pernah menjadi teman surat-menyuratnya sejak lama. Tulisan yang sangat indah sehingga dia yakin tidak ada orang lain yang dapat menirukan tulisan tangan itu. Tulisan tangan itu adalah milik Putra Mahkota Nordhalbinsel yang dikabarkan telah meninggal dunia.
...****************...
Salam Hormat Saya kepada Yang Mulia Baginda Ratu Eugene dari Kerajaan Westeria.
Saya mendengar berita bahwa Anda baru saja dinobatkan menjadi Ratu Westeria yang baru, Saya ucapkan selamat atas penobatan Anda. Semoga Kerajaan Westeria selalu damai dan indah serta mendapat berkah dari Dewi Langit.
Mohon maafkan ketidaksopanan saya karena menulis surat ini dengan sangat terburu-buru. Saya, Putra Mahkota Nordhalbinsel, membutuhkan bantuan dari Ratu Westeria. Saya memohon agar Baginda Ratu dapat datang ke Nordhalbinsel dan memberikan dukungan serta restu kepada tunangan saya, Lady Eleanor Winterthur untuk menjadi Ratu Sementara Nordhalbinsel.
Saya harap Baginda Ratu dapat merahasiakan isi surat ini dari semua orang termasuk dari Pangeran Jeffrey. Saya mempercayai Anda.
Hormat Saya,
Xavier
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Sri Astuti
bener kan.. msh hidup sang naga api..mungkin dia tahu rencana Alexis yg mau kasih jantung naga ke ayahnya..
2025-03-14
0