Di depan tempat penginapan itu tampak ramai para gadis melihat seseorang yang bagi para gadis muda itu sesuatu yang menakjubkan.
Sosok pria tinggi dengan kulit putih mulus dan wajah yang tentunya sangat tampan. Tidak hanya itu, pria itu juga tampak mempesona dengan wajah dewasa dan tatapannya pun memiliki daya tarik bagai magnet.
Autum Rize sedang mencari gadis yang dia lihat dalam penglihatannya saat mencari paman Dom. Namun, di antara para gadis itu tidak ada yang dia cari.
"Kamu sebenarnya mencari siapa? Dan untuk apa kamu mencarinya?" tanya seorang gadis dengan rambut hitam panjangnya.
"Aku tidak tau namanya, hanya saja aku tau wajahnya dan gadis itu aku cari karena dia tidak sengaja membawa benda yang sedang aku cari."
"Benda? Benda apa?"
"Sebuah bola kesayanganku."
Gadis itu seketika terkekeh mendengar apa yang sedang pria itu cari. "Hanya sebuah bola? Kenapa kamu tidak membeli lagi saja? Bola itu harganya murah dan aku yakin kamu pasti mampu membelinya melihat penampilanmu yang tampak bukan seperti orang miskin ini."
"Bola itu tidak dijual di manapun."
"Hai, perkenalkan namaku Luana. Apa ada yang bisa aku bantu?"
Pria itu melihat lagi seorang gadis yang memang memiliki paras cantik dan tubuh yang indah, tapi bagi pria itu hal itu tidak terlalu penting.
"Bukan kamu," ucapnya tegas.
"Apa? Maksud kamu apa?"
"Aku sedang mencari seorang gadis yang juga berada di sini, tapi bukan kamu."
Luana mendekat melihat lebih dekat wajah pria itu. "Kamu memiliki mata yang indah, dan baumu juga harum. Aku menyukainya."
Pria itu hanya menatap datar pada Luana. "Tapi aku tidak menyukaimu, gadis kecil."
"Hah?" Mulut Luana mangap. Dia paling tidak suka disebut gadis kecil oleh siapapun. Dia itu merasa sudah dewasa karena dia sudah memakai baju putih abu-abu.
"Ada apa sih? Kalian ini sedang melihat apa?" tanya seorang wanita paruh baya dengan rambut dikuncir kudanya dan dia memakai kacamata putih.
"Ada pria tampan sekali, Bu!" seru salah satu gadis di sana.
"Tampan dari mana? Aduh!" Tiba-tiba ada yang menabrak tubuh wanita paruh baya itu dari belakang.
"Maaf, Bu Koala. Em... maksud saya Bu Lovala, tadi kaki saya tergelincir jadi menabrak ibu."
"Kamu itu! Kenapa selalu ceroboh?" bentak wanita paruh baya itu marah.
"Saya benaran tidak sengaja tadi, Bu."
"Tugas kamu mana? Apa sudah selesai? Jangan bilang kalau kamu belum mengerjakan tugasmu."
"Sa-saya, belum menyelesaikannya karena semalam saya ketiduran, Bu."
"Coral! Kenapa selalu begitu?" Tangan wanita itu sampai pada telinga gadis yang dipanggil Coral.
Pandangan mata pria itu melihat pada keributan di tempat Coral. Beberapa detik kemudian, terlukis senyum tipis pada bibir pria itu. Dia berjalan mendekati kedua wanita beda generasi yang sedang ribut kecil.
"Lepaskan tanganmu, kamu menyakitinya." Tangan pria itu melepaskan tangan wanita yang sedang menjewer Coral.
"Eh, kamu siapa?"
Pria itu tidak memperdulikan pertanyaan wanita bernama Lovala. Dia malah menunduk dan menatap wajah Coral sangat serius.
Tangannya perlahan menyentuh pipi Coral yang membuat Coral beberapa detik menahan napasnya karena sentuhan pria itu terasa sangat dingin.
Beberapa kepingan seperti puzzle seketika terlihat oleh pria yang ternyata adalah pangeran Rize. Dia sedang mencari gadis yang tidak sengaja membawa batu mutiara hitam miliknya.
"Ka-kamu siapa?"
"Kamu yang aku cari, apa kamu mau ikut pergi denganku?"
"Hah? Pergi? Kamu siapa? Jangan membawa pergi temanku seenaknya." Zio tiba-tiba menerobos dan berada di tengah-tengah mereka.
Seketika tatapan Rize berubah tajam membuat Zip agak takut. Zio mendekat pada Coral. "Apa kamu mengenalnya?"
"Aku tidak mengenalnya. Sejak kapan aku punya teman setampan dia? Dan tidak mungkin pria setampan dia mau menjadi temanku," bisik Coral.
"Iya, juga ya? Bisa turun pamornya kalau dia berteman denganmu."
Coral melirik pada Zio. "Apa aku seburuk itu ya?"
"Siapa namamu?"
"Hah? Namaku Coral."
"Coral! Kenapa dengan mudah memberitahu nama kamu?"
"Lah! Aku keceplosan." Coral menutup mulutnya dengan tangannya.
Luana tidak percaya jika gadis culun dan tidak berguna seperti Coral adalah gadis yang pria tampan itu cari.
"Maaf, pria tampan. Apa kamu tidak salah dengan apa yang kamu cari?"
"Iya, kamu tidak tau siapa Coral? Dia itu gadis trouble maker dan tidak penting di sini," bisik gadis yang sepertinya teman baik Luana.
"Iya, kamu pasti salah," ucap Coral cepat.
"Hei ... sudah ... sudah! Kalian ini kenapa masih di sini? Sekarang cepat masuk ke aula utama karena kepala sekolah akan segera memberi beberapa pemberitahuan terkait acara study tour ini."
"Tapi Bu."
"Sudah masuk!"
Mereka semua masuk ke dalam dan Rize masih berdiri di sana. Dia tampan senang karena sudah mengetahui nama gadis itu dan di mana bola itu berada.
Di dalam aula semua para murid berkumpul menunggu kepala sekolah mereka datang ke sana.
Seorang pria gendut dengan rambut jarangnya berdiri tepat di atas panggung dengan mikrofon di depannya.
Dia memberitahu anak- anak di sana jika besok acara study tour di sana akan selesai dan mereka akan kembali pulang.
Anak-anak di sana bersorak ramai seolah tidak senang dengan apa yang baru saja kepala sekolah mereka ucapkan.
"Coral, siapa pria tampan itu? Dan ada urusan apa kamu sama dia?" tanya Luana dengan berbisik pada Coral.
"Aku tidak tau, Luana. Aku sendiri baru saja bertemu dengannya."
Kedua mata Luana menyipit seolah tidak percaya dengan apa yang Coral katakan.
"Apa kamu tidak bohong?"
"Tentu saja, aku tidak akan berani berbohong. Lagi pula sejak kapan aku memiliki teman yang setampan dan nyaris sempurna seperti dia?".
"Bagus kalau kamu tidak mengenalnya. Dia pasti salah mencari seseorang."
"Luana, apa kamu menyukainya?"
"Tentu saja, sejak pertama melihat dia, dia itu seperti kriteria pria yang aku cari selama ini. Tampan, memiliki tubuh yang indah, usianya pasti lebih di atasku dan dia terlihat seperti anak orang kaya."
"Jangan langsung percaya dengan orang asing walaupun dia memiliki wajah yang tampan. Apa kamu lupa berita gadis yang hilang waktu itu di sini dan dia tidak diketemukan setelah pergi dengan orang asing."
"Dia gadis bodoh dan aku gadis yang pandai." Luana menyombongkan dirinya.
"Sebaiknya kamu menghindar saja dari pria yang masih asing, apa lagi kita di sini hanya beberapa hari."
Luana melirik kesal pada Coral. "Kamu gadis culun sebaiknya diam saja dan jangan ikut campur dengan urusanku." Telunjuk Luana mendorong pundak Coral agar menjauh darinya.
"Coral, kenapa kamu peduli dengannya? biarkan saja dia hilang seperti gadis di berita itu karena kalau dia hilang kita akan lebih tentram menjalani hari-hari di sekolah," ujar Zio berbisik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments