Tangan nakal Ludwig langsung meraba bahu Rania, sontak membuat Rania terkejut dan menoleh ke arahnya. Karena terlalu kaget, Rania sampai agak bertolak dari hadapan Ludwig.
Melihat sikap Rania yang sepertinya terkejut, Ludwig pun berusaha untuk menahan dirinya, karena tidak mungkin ia melakukan hal yang macam-macam di ruangan tamu rumahnya.
“Maafkan aku, kamu terkejut ya?” tanya Ludwig, Rania berusaha membenarkan hatinya yang berdebar.
“Mengapa kamu menyentuh aku?” tanya Rania, sedikit sinis di hadapan Ludwig.
Ludwig lagi-lagi tersenyum di hadapan Rania, dengan senyuman yang membuat Rania merasa bertambah takut.
“Maafkan aku, Rania. Aku mengejutkanmu,” ujar Ludwig, Rania sudah mulai tidak leluasa di tempat ini.
“Antarkan aku pulang, aku ingin pulang!” ujar Rania, Ludwig masih dengan santainya tersenyum di hadapan Rania.
“Rania, situasi sedang kacau. Kau lihat tadi kondisi tidak memungkinkan. Duduk saja dulu, aku akan menghubungi Barra sebentar, untuk memintanya menjemputmu di sini,” ujar Barra, berusaha untuk menenangkan Rania yang ada di hadapannya.
Rania berpikir, ‘Benar juga. Barra masih belum mencariku. Aku akan diam di sini, sampai dia mencariku,’ batinnya yang masih mengingat ucapan Barra untuk lari dari tempat kejadian perkara.
Rania pun memandang ke arah Barra dengan tenang. “Baiklah, aku akan di sini sebentar. Tolong hubungi Barra untuk menjemputku,” ujarnya, Ludwig tersenyum mendengarnya.
“Baiklah. Kau duduklah dulu. Aku akan menghubungi Barra. Sambil menunggu, aku akan meminta pelayan memasakkan sesuatu untuk kau makan,” ujar Ludwig.
Rania pun mengangguk kecil, lalu duduk pada sofa yang ada di hadapannya. Sementara itu, Ludwig menuju ke arah kamarnya untuk menghubungi para berandal yang sudah ia sewa, untuk mengacaukan pernikahan Rania dan juga Barra.
Setelah sampai di kamarnya, Ludwig menyunggingkan senyumannya sembari merogoh handphone-nya.
“Yang benar saja menghubungi Barra? Aku tidak akan pernah membiarkannya,” gumam Ludwig, yang lalu memandang ke arah handphone-nya untuk menghubungi salah satu berandalan sewaannya.
Telepon pun terhubung.
“Bagaimana?” tanya Ludwig.
“Sudah selesai. Kami sudah menghancurkan pernikahan mereka. Tidak ada korban jiwa, tetapi mempelai lelaki kebingungan mencari mempelai wanitanya," jawabnya melaporkan kepada Ludwig.
Ludwig menyunggingkan senyumannya dengan sangat puas. “Baiklah, jalankan rencana B! Buat Barra panik sebisa mungkin!” ujarnya dengan sangat yakin dan percaya diri di hadapan berandal tersebut.
“Baiklah.”
Sambungan telepon pun terputus, Ludwig lagi-lagi tersenyum dengan puas dengan keadaan yang memang sesuai dengan yang ia inginkan.
“Baiklah, sebentar lagi pernikahan kalian benar-benar akan hancur!” gumam Ludwig, yang lalu segera menghampiri Rania lagi di ruangan tamu.
Sementara itu, berandal itu terlihat sedang menyimpan handphone-nya pada sakunya. Ia segera memerintahkan bawahannya untuk mundur.
“Sudah, mundur. Rencana B dimulai!” ujarnya.
Semua bawahannya mengerti, dan segera keluar dari tempat acara pernikahan Barra yang diselenggarakan di kediaman Barra.
Barra terlihat sudah sangat lelah, karena para berandal itu yang sudah membuang-buang tenaganya. Namun, perkelahian mereka unggul antara berandal itu dengan dirinya dan juga Narra. Mereka –para berandal– yang sudah bonyok akibat mendapatkan pukulan bebas dari Barra dan Narra, segera menarik diri untuk tidak melanjutkan pertengkaran tersebut.
Barra mendelik kesal, karena mereka berlari meninggalkannya di sana.
“Hey, kembali kalian!” pekik Barra, tetapi mereka sama sekali tidak menurut dengan perintah Barra.
Salah seorang berandal melemparkan sebuah flashdisk ke arah Barra, sontak membuat Barra semakin terkejut melihatnya. Dengan rasa penasaran yang menggebu, Barra pun mengambil flashdisk tersebut yang ia kira adalah petunjuk dari siapa yang sudah melakukan hal keji seperti ini.
Narra menghampirinya, “Barra! Rania hilang!” pekiknya, sontak membuat Barra mendelik kaget mendengarnya.
“Apa? Ke mana dia? Aku sudah menyuruhnya pergi tadi, kenapa bisa hilang? Mungkin ada di dalam kamar!” Barra panik, mendengar ucapan Narra yang seperti itu.
“Aku sudah mencari Rania ke mana pun, karena Ara tidak bersamanya. Mereka juga tidak melihat Rania, saking fokusnya dengan para berandalan tadi!” ujar Narra, semakin membuat Barra shock mendengarnya.
Barra menggelengkan kepalanya kecil, “Tidak mungkin. Rania pasti sedang bersembunyi di sebuah tempat. Jangan bilang, mereka mengincar Rania?” gumamnya, tak percaya dengan apa yang terjadi.
Narra memperlihatkan sebuah cincin, “Ini ... punya Rania, bukan?” tanyanya, Barra memandangnya dengan rasa terkejut yang teramat dalam.
“Ini cincin Rania!” pekik Barra, tak percaya dengan apa yang Narra perlihatkan padanya.
Ya, rencana B milik Ludwig adalah membuat Barra sepanik mungkin, dengan memesan cincin yang sama persis dengan milik Rania. Hal itu ia gunakan hanya untuk membuat Barra panik, sekaligus untuk memberikan informasi bahwa yang melakukan hal itu adalah dirinya. Flashdisk itu juga sengaja Ludwig siapkan, untuk membiarkan Barra melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan Rania.
Sungguh rencana yang sangat matang.
Karena menyadari modus dari kerusuhan ini yang menargetkan Rania, Barra pun tercengang. Apalagi sama sekali tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Mereka benar-benar hanya mengincar Rania saja, tak memedulikan benda berharga yang ada di dalam rumah itu, ataupun nyawa seseorang yang ada di sana.
“Aku menemukan ini!” ujar Barra, sembari menunjukkan flashdisk tersebut kepada Narra.
Narra mendelik, “Mungkin ini ada hubungannya dengan hilangnya Rania!” ujarnya, Barra satu pemikiran dengan Narra.
“Mungkin! Aku juga berpikir seperti itu,” ujar Barra.
“Ayo, tetap cari Rania. Jika sudah tidak ditemukan, ayo kita lihat isi dari flashdisk ini!” ujar Narra, Barra pun mengangguk setuju mendengarnya.
Mereka pun pergi mencari keberadaan Rania, dengan hati yang sangat menggebu. Mereka sangat mengkhawatirkan keberadaan Rania, karena mungkin benar para berandal itu mengincar Rania.
Sudah lebih dari 2 jam mereka mencari, tetapi mereka sama sekali tidak menemukan Rania di mana pun itu. Mereka sudah mencari ke berbagai sudut dari kediaman Radeya. Namun, Rania sama sekali tidak ditemukan di mana pun. Mereka juga sampai mencari ke berbagai jalanan dekat kediaman Radeya, tetapi nihil, mereka sama sekali tidak menemukannya.
Sudah putus asa mencari Rania di jalan, Barra yang kesal langsung menggebrak stir kemudi mobil merk BMW i8 Roadster, BMW Series terbaru dengan model atap yang terbuka. Barra kesal, karena ia sama sekali tidak menemukan keberadaan Rania.
“Di mana kau, Ran?” gumam Barra, yang kesal dengan keadaan.
Narra teringat dengan sesuatu hal. Ia memandang ke arah Barra dengan tegas. “Coba buka flashdisk itu!” suruhnya.
Barra mendelik, saking fokusnya ia mencari keberadaan Rania, ia sama sekali tidak mengingat adanya flashdisk.
Karena sudah mengingatnya, Barra pun merogoh sakunya dengan Narra yang menyiapkan laptop yang memang selalu ia bawa ke mana pun di dalam mobilnya. Setelah persiapan selesai, Barra memasangkan flashdisk pada port flashdisk yang ada pada laptop tersebut, untuk mengetahui isi di dalamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
rania udah di culik loh oleh ludwig...siapa suruh rampas kekasih org..
🤔🤔apa isi flasdick tu ya....sempat juga ludwig merekod...
2023-03-05
1
pragraf ni...typo ka....kerna rania memandang barra...sedangkn barra nggk ada situ...
2023-03-05
1