“Wah ... kenapa cincinnya bisa jatuh seperti itu?”
“Iya, kenapa dia ceroboh sekali, sih?”
“Ya, sangat ceroboh menurutku! Di hari pernikahannya, dia membuat masalah sebesar ini!”
“Biasanya kejadian yang seperti ini, akan ada pertanda yang tidak baik di dalam hubungan mereka nantinya.”
“Hush! Jangan bicara seperti itu!”
“Aku berbicara dengan jujur. Banyak kejadian yang seperti ini, dan berujung dengan penderitaan dan perceraian.”
“Aku juga pernah mendengarnya dari temanku, mengenai hal ini.”
“Kita doakan saja yang terbaik untuk mereka. Biar semesta yang bekerja untuk takdir yang akan mereka jalani.”
“Ya, baiklah.”
Para tamu berbisik sinis, dan secara tidak langsung mengutuk apa yang akan terjadi dengan keluarga mereka nantinya. Ucapan mereka sangat tidak baik, sehingga membuat Rania sangat terguncang saat ini.
Rania menjadi ketakutan, dan khawatir mendengar ucapan asal orang-orang, yang menghadiri pesta ini.
‘Bagaimana ini? Mereka mengatakan itu, seakan mereka mengutuk pernikahan kami agar tidak bahagia!’ batin Rania, yang sangat memikirkan tentang ucapan mereka yang tidak disaring lebih dulu.
Walaupun ada beberapa orang yang membela mereka, tetap saja perasaan dan hati Rania sangat hancur saat ini. Ia sangat memikirkan ucapan jahat mereka, yang membuat kesehatan mentalnya terganggu.
Barra melihat ekspresi wajah Rania yang terlihat sangat ketakutan. Hal itu yang membuatnya tidak bisa menerima perkataan buruk mereka, yang bisa membuat istrinya terganggu dan memikirkannya.
‘Beraninya mereka membuat kekacauan di pesta pernikahanku ini,’ batin Barra, yang merasa sangat kesal dengan ucapan mereka, yang secara tidak langsung ia rasa mengutuk pernikahan mereka.
Barra kembali memandang ke arah Ludwig, ‘Semua itu karena orang ini! Aku harus segera membuatnya pergi dari hadapan kami,’ batinnya yang merasa sangat terganggu dengan Ludwig yang memang memiliki niat jahat pada pernikahan mereka.
Karena tak tahan dengan ocehan aneh para tamu undangan, Barra pun segera mengambil cincin itu dengan kasar, sehingga membuat semua orang terkejut dengan perlakuan Barra terhadap putra dari Tuan Holscher itu.
“Jangan pernah sentuh cincin atau apa pun lagi, dengan tangan kotormu itu!” ujar Barra dengan sangat sinis, tak menghiraukan perasaan Ludwig, dan juga pemikiran para tamu undangan.
Ludwig hanya bengong, melihat respon yang ia dapatkan dari Barra. Secara tidak langsung, ia sudah memenangkan keadaan, tanpa harus bertindak lebih banyak dari rencananya.
‘Ya ... aku jadi tidak harus capek bertindak lebih, sih! Lagipula, kejadian ini tidak ada di dalam rencanaku, jadi ini hanya suatu kebetulan yang terjadi,’ batin Ludwig, yang merasa tidak rugi dalam hal apa pun.
Melihat kelakuan sepupunya yang di luar batas itu, Narra menjadi sangat bingung harus berbuat apa.
“Aduh ... si bodoh itu!” gumamnya, yang langsung mengambil sikap untuk membereskan keadaan yang sudah simpang-siur itu.
“Maaf, Tuan Ludwig. Apa kau bisa kembali ke tempatmu?” pinta Narra, yang merasa harus segera menyelesaikan permasalahan yang ada.
Ludwig hanya bisa menyunggingkan senyumannya, karena dirinya masih belum waktunya bertindak.
“Baiklah, itu tidak masalah! Tuan Nara.” Ludwig segera pergi dari hadapan Barra yang sudah tidak bisa menjaga amarahnya itu.
Situasi kembali membaik, setelah mereka melihat Ludwig yang sudah kembali ke tempatnya semula. Narra pun mengambil alih keadaan, agar suasana tidak selalu menyudutkan Barra.
“Baiklah, acara tukar cincin kembali dilakukan. Dimohon tamu undangan untuk menikmati acara dengan khikmat,” ucap Narra, yang berhasil membuat suasana menjadi terkendali kembali.
Barra masih dengan wajah sinisnya, menyodorkan cincin yang Rania jatuhkan tadi. Rania memandangnya dengan perasaan yang sangat takut, karena ia sangat mengetahui sifat Barra yang keras saat ia marah.
“Jangan dijatuhkan lagi!” ucap Barra agak keras, berusaha memberikan peringatan kepada Rania, agar tidak mengulangi kesalahannya kembali.
Rania menelan salivanya lalu mengangguk kecil di hadapan Barra. Ia menerima cincin tersebut dari tangan Barra, kemudian segera mempersiapkan diri untuk mencoba memasangkan kembali cincin tersebut pada jari manis Barra.
Dengan perasaan yang sangat gemetar, Rania sangat hati-hati untuk memegang cincin tersebut. Ia bahkan sangat pelan, untuk memasangkan cincin tersebut ke jari manis Barra.
Cincin tersebut pun berhasil terpasang pada jari manis Barra, membuat semua orang bertepuk tangan di bawah perintah Narra yang memandu. Mereka sebenarnya sudah hilang rasa respect pada Barra, karena sikapnya yang kurang baik kepada orang yang membantu mengambilkan barangnya itu.
Tentu saja itu sebuah keuntungan bagi Ludwig. Ia merasa banyak orang yang memihak padanya, sehingga ia tidak merasa malu sama sekali dengan perlakuan Barra yang seperti itu terhadapnya.
“Baiklah, acara tukar cincin sudah berjalan dengan baik. Mari kita doakan, supaya mereka hidup dalam keluarga yang sangat bahagia, dan memiliki keturunan yang berguna bagi mereka,” ucap sang pendeta.
Rania dan Barra pun saling berhadapan, dengan Barra yang bersiap-siap untuk mencium bibir manis Rania di hadapan para tamu yang sudah hilang respectnya terhadap mereka.
Barra memandang Rania dengan dalam, tak memedulikan pandangan orang lain terhadapnya lagi. Ia hanya berfokus pada Rania, yang kini berada di hadapannya.
“Jangan pedulikan mereka! Ada aku di sini, perkataan mereka jangan dihiraukan!” ucap Barra, berusaha untuk mengingatkan ini kepada Rania.
Karena Rania sangat mempercayai Barra, ia pun berusaha tersenyum dan mengangguk merespon ucapan Barra padanya.
Barra tersenyum, kemudian meletakkan telapak tangannya ke arah wajah Rania. Ia mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir manis Rania. Debaran jantung Rania terus terdengar dengan jelas, membuat Rania semakin malu terhadap Barra.
Ini merupakan pertama kalinya ia melakukan hal seperti ini bersama dengan seorang pria, yang kini sudah menjadi suaminya itu. Mereka bertepuk tangan kembali, tetapi tidak dengan Ludwig.
Pria itu semakin memandang sinis ke arah mereka, yang saat ini sedang berciuman di hadapan semua orang yang menghadiri acara pernikahan mereka. Matanya semakin menajam, karena ia benar-benar tidak bisa menerima semua yang ia lihat ini.
‘Aku tidak bisa terima dengan yang kalian lakukan ini! Rania, kau sudah berani menolakku, dan masih melanjutkan pernikahanmu dengan Barra. Aku akan membuat kalian menyesal, karena sudah mempermainkanku!’ batin Ludwig, yang sejak dulu memang sudah berusaha untuk mengejar Rania.
Alih-alih ingin memisahkan Rania dengan Barra, Ludwig malah jatuh hati karena melihat kesederhanaan Rania selama ini. Ketika ia mendekati Rania pun, ia sangat setia menjaga hatinya untuk Barra. Hal itu malah membuat Ludwig semakin tidak bisa menerimanya. Ia bersumpah untuk menghancurkan keluarga kecil mereka, dengan sedikit sentuhan tangannya yang kotor itu.
Ludwig kembali menghubungi seseorang di sana, “Sudah waktunya kalian muncul!” ucapnya, yang sudah memberikan aba-aba kepada orang yang ia suruh untuk mengacaukan pernikahan Rania dan juga Barra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
ooo....ludwig pacar nya rania ya...mantan nya rania lh klo gitu..
2023-03-05
1
kenapa juga rania ni ceroboh amat,kasih sarung cincin pun bergegar juga kah...lembek betul...
2023-03-05
1
👊🅼🅳💫
timbang cincin doang yg jatuh weeeeh🙄🙄 ,np over thinking bgt sih ,RAN👀
tu LG para tamu, bkne diem mlh mikir mcm²...Klian DTG ngasih doa bknya mlh nyinyirin hdp org🙄🙄
2023-03-02
0