Suara siulan mengiringi langkah Qya. Pinggulnya yang berlenggak-lenggok bagai model yang sedang berjalan di cat walk dengan high heels berwarna merah menyala membuat mata para pria langsung cerah seketika, seolah lupa kalau baru saja menghadapi dosen killer yang siap memberikan nilai jelek jika mereka tidak mengumpulkan tugas besok pagi.
Qya menggunakan rok mini ketat dengan blues berbentuk sabrina. Membuat para pria seperti akan meneteskan air liurnya.
Dari jarak yang tidak terlalu jauh, Gael melihat penampilan Qya dari atas hingga bawah.
Rambut panjangnya dikuncir kuda, memperlihatkan leher jenjang yang putih mulus.
Yang ada dalam pikiran Gael, jika ini dunia imajinasi, beruntung sekali drakula yang menggigit lehernya itu.
Pundak mulus tanpa ada noda.
Yang ada dalam pikiran Gael, lalat akan merasa berdosa jika hinggap di kulit itu dan mencemarinya.
Blus yang digunakan cukup pendek, jika Qya mengangkat tangannya, Gael yakin perut rata Qya akan terlihat.
Benar saja, perut Qya terlihat dan Gael bisa melihat tindik yang ada di pusarnya.
Gael menelan ludahnya dan sesaat lupa untuk bernafas.
Turun lagi ke bawah, paha mulus itu rasanya sayang sekali jika tidak dielus-elus.
Lalu, betis dengan ukuran yang pas di kaki jenjangnya itu pun memukau. Padahal hanya betis.
Mata Gael seperti lift yang turun naik, turun naik tanpa henti mengamati body Qya.
Bentuk bokong dan dada yang bulat.
Hidung mancung dan bibir yang menggemaskan.
Bola mata bening berwarna hitam cerah dengan bulu mata lentik, ditambah alis yang tebal.
Benar-benar maha karya Tuhan yang sempurna.
Terdengar suara tawa Qya yang renyah. Entah apa yang dibicarakan gadis itu dengan sahabatnya, Maura.
Gael biasanya tidak peduli dengan penampilan perempuan. Mau perempuan itu berpakaian seksi atau tertutup.
Dia juga tidak peduli dengan wajah-wajah perempuan yang ada di sekitarnya. Mau berdandan menor,tipis, atau bahkan tanpa riasan.
Dia tidak peduli dengan suara tawa orang, mau mengakak, cekikikan, atau apa pun istilahnya.
Dia tidak peduli apa pun.
Lalu sekarang?
Dia penasaran.
Gael melihat Qya dan Maura yang menuju kantin. Tanpa pikir panjang, pria tampan itu mengikuti mereka. Berada di meja yang sama.
Tidak ada lirikan dari Qya untuk Gael. Apalagi tatapan memuja seperti yang selalu wanita lain lakukan.
Tidak ada senyum malu-malu yang diberikan untuk Gael. Membuat Gael semakin penasaran tentang Qya dan apakah pesonanya menurun?
Ponsel Qya berbunyi, menunjukkan panggilan masuk. Dengan wajah senang Qya langsung mengangkatnya dan di-speaker.
“Halo Dimas, kapan kamu pulang?”
“Hai Cantik, nanti siang aku pulang. Malam ini kita ketemuan ya. Aku bawakan oleh-oleh untuk kamu.”
“Oke.”
“See you.”
Qya mulai memakan makanannya.
“Siapa?” tanya Maura sambil melirik Gael dan teman-temannya yang curi-curi pandang pada Qya.
“Dimas.”
“Prince kamu itu?”
“Bukan.”
Tidak lama ponsel Qya kembali berdering.
“Hai Beb, i miss you.”
“I miss you too. Kamu jalan-jalan ke Sidney kenapa tidak mengajak aku?”
“Kan kamu mau kuliah. Liburan semester nanti kita ke Sidney. Semua biaya aku yang tanggung.”
“Asik, jangan bohong.”
“Kapan sih aku pernah bohong sama perempuan secantik kamu.”
“Dasar gombal!”
“Aku gombalnya hanya pada wanita cantik.”
“Hahaha.”
“Ya sudah ya. Hari Minggu nanti aku pulang, nanti aku traktir kamu.”
Qya kembali melanjutkan makannya dengan tenang.
“Prince kamu?” Maura kembali bertanya.
“Bukan.”
Lagi-lagi ponsel Qya berbunyi.
“Qya, kenapa chat aku tidak dibalas?”
Kali ini yang meneleponnya seorang perempuan.
“Lupa, tadi malam juga aku sibuk.”
“Sibuk apa?”
“Sibuk membalas chat Romy dan Diko.”
“Dasar!”
“Mau apa meneleponku?”
“Andre baru pulang dari Korea. Nanti malam kita party di tempat biasa.”
“Aku sudah ada janji dengan Dimas.”
“Ajak saja.”
“Oke.”
“Ya sudah, lanjutkan kegiatanmu. Jangan lupa kalau ada pria tampan di hadapanmu kenalkan kepadaku.”
Qya mengarahkannya pandangannya ke depan dan menatap Gael dan teman-temannya.
“Tidak ada pria tampan di sini menurut versiku.”
Miko terbatuk, sedangkan Reno tersedak makanannya. Miko dan Reno adalah sahabat Gael yang sebenarnya juga tampan.
Gael mengernyitkan alisnya dan berpikir apakah dia jelek?
Maura sendiri meringis mendengar perkataan Qya.
Lalu orang-orang yang ada di sekitar mereka menahan nafas. Tentu saja sejak tadi mereka juga mencuri dengar pembicaraan Qya dengan orang-orang itu.
“Terserah kamu, deh. Jangan lupa nanti malam wajib datang ke tempat biasa.”
Kali ini Qya berhasil menghabiskan makanannya tanpa interupsi dari siapa pun.
Sambil menunggu jam kuliah selanjutnya, Qya dan Maura tetap di kantin.
Mata Qya dan Gael beradu pandang. Gael berusaha sekuat mungkin menahan gejolaknya, sedangkan Qya menaikkan alisnya dengan sedikit senyuman. Membuat jantung Gael serasa cenat-cenut, namun dia tetap berusaha bersikap tenang.
“Ayo, Qya.”
Qya dan Maura meninggalkan kantin diiring tatapan dari Gael.
“Gila, Qyara cantik dan seksi sekali,” ucap Reno.
Gael menahan kekesalannya mendengar perkataan Reno. Meskipun apa yang dikatakan oleh Reno itu benar, entah kenapa dia merasa tidak menyukainya.
...💦...
Rintik hujan membasahi kota. Udara yang dingin menusuk kulit Qya yang tidak ditutupi kain. Rok mini dan pakaian berlengan pendek dengan bentuk leher sabrina tentu saja membuat gadis itu kedinginan.
Dari jauh Gael melihat Qya yang berdiri di depan warung kecil yang sudah tutup. Gael melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan jam sepuluh malam.
Dia menghentikan mobilnya teoat di depan Qya dan membuka jendela mobilnya.
“Qya, kamu sedang apa sendirian di sini?”
Qya memandang Gael dengan tatapan bingung.
Sial, apa dia tidak mengenaliku?
Gael langsung turun dari mobilnya dengan payung di tangannya.
“Qy, aku Gael.”
“Gael?” tanya Qya bingung.
Dia benar-benar tidak tahu aku?
“Aku seniormu, kita satu kampus.”
“Oh.”
Hanya itu yang Qya ucapkan, membuat Gael menjadi gemas dan ingin sekali mencubit pipi mulus Qya.
Entah mencubit atau mengelus yang sebenarnya dia inginkan.
“Kamu mau ke mana?”
“Mau pulang, tapi ....”
“Tapi kenapa?”
“Tas aku ketinggalan di mobil teman aku. Ponsel, dompet dan kunci kamar kosan aku ada di sana semua.”
“Oh, ya sudah kamu tidur sama aku saja.”
Qya melebarkan matanya.
“Eh, maaf. Ma ... maksud aku, kamu malam ini menginap di apartemen aku saja.”
Sialan, kenapa bicaraku jadi kacau begini.
“Duh, maksud aku, malam ini kamu bisa menginap di tempat aku. Atau apa kamu mau aku temani ke hotel?”
Qya tak berhenti menatap Gael dengan tajam.
“Jangan salah paham, maksud aku baik, kok.”
Qya langsung tertawa renyah melihat kegugupan Gael.
Benar-benar cantik.
“Ya sudah, ke apartemen kamu saja, boleh?”
Serius?
Gael langsung mengangguk mantap dan menuntun Qya memasuki mobil sportnya.
Gael seperti mendapat durian runtuh bisa bicara dan duduk sedekat ini dengan Qya.
Qya duduk dengan tenang di samping Gael. Justru Gael yang tidak bisa tenang karena Qya yang memakai rok mini semakin menunjukkan paha mulusnya saat duduk.
Terdengar suara perut Qya yang bunyi.
“Kita makan dulu, ya?”
Qya mengangguk tanpa malu-malu, membuat Gael tersenyum dengan sikap Qya yang menurutnya apa adanya.
Tidak ada sikap jaim, apalagi berpura-pura. Gadis itu sudah tidak berusaha menarik perhatian Gael, seolah Gael hanya pria biasa di hadapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments