Setelah kepergian Nita dan juga Riko, terjadilah hening cipta di tempat itu. Baik Nisa dan juga Abian sama-sama terdiam, seakan-akan tidak peduli dengan keberadaan satu sama lain.
Beberapa kali Nisa melihat ke arah Abian yang kembali fokus pada laptopnya, membuat laki-laki itu mulai merasa tidak nyaman.
"Haruskah aku menyapanya? Tapi, apa yang akan aku katakan?" Nisa bingung sendiri. Dia ingin menyapa, tetapi tidak tau ingin berkata apa. Namun, kalau dia tidak menyapanya. Sudah pasti dia akan menjadi manusia yang paling tidak beruntung di muka bumi ini.
"Apa ada yang ingin Anda katakan?"
Nisa tersentak kaget saat mendengar suara Abian. "Y-ya?" dia melihat ke arah laki-laki itu dengan gugup.
"Sejak tadi Anda melihat saya, apa ada yang ingin Anda katakan?" Abian mencoba untuk tersenyum, walaupun dia sudah kesal setengah mati.
"Em .... apa, apa Anda baik-baik saja?" Nisa merutuki apa yang baru saja dia ucapkan. Dari sekian banyak kata, bisa-bisanya dia malah menanyakan keadaan laki-laki itu.
Abian yang mendengar pertanyaan wanita itu mengernyitkan kening bingung. "Saya baik-baik saja." Walaupun begitu dia tetap menjawab apa yang wanita itu tanyakan.
"Oo, baguslah. Saya takut kalau Anda diganggu oleh pasangan tadi," ucap Nisa sambil duduk di samping Abian dengan memgambil jarak aman.
Abian hanya mengendikkan bahunya saja saat mendengar ucapan wanita itu, dia lalu menutup laptopnya karena sudah tidak bisa lagi mengerjakan pekerjaannya.
"Tapi, saya belum pernah melihat Anda. Anda warga baru di sini?" tanya Nisa kemudian, dia memperhatikan penampilan Abian dari atas sampai bawah membuat laki-laki itu merasa tidak nyaman.
"Ya, saya baru saja pindah ke sini,"
"Wah, kebetulan sekali. Perkenalkan, nama saya Nisa." Nisa mengulurkan tangannya di hadapan laki-laki itu. "Senang sekali bertemu dengan Anda."
Abian menerima uluran tangan Nisa dan menjabatnya. "Saya Abian." Dia lalu melepaskan jabatan tangan mereka sambil memalingkan pandangan ke arah samping.
"Jika Anda merasa kesulitan, jangan segan-segan untuk meminta bantuan pada saya. Jarang-jarang loh, saya mau membantu orang lain seperti ini," ucap Nisa membuat Abian merasa benar-benar jengah.
"Saya berharap kita bisa berteman dengan baik." Nisa melihat Abian dengan mata berbinar-binar penuh kagum. "Anda juga saangat tampan."
Abian ingin sekali menutup mulut gadis itu supaya tidak bicara lagi, dia benar-benar sudah jengah mendengar suara wanita itu.
"Ya sudah. Kalau gitu, boleh kah saya minta nomor ponsel Anda?" pinta Nisa dengan penuh harap.
"Nisa!"
Abian yang ingin menolak keinginan Nisa kalah cepat dari suara seseorang, sementara Nisa sendiri langsung membuang muka saat mendengar panggilan tersebut.
"Enak kamu ya, duduk-duduk di sini!" Mona mendekat ke arah Nisa dengan menenteng ras mahalnya, terlihat jelas kalau saat ini dia baru saja pulang dari suatu tempat.
"Memangnya kenapa kalau aku duduk di sini? Masalah buat lo?"
"Kau-" Mona yang sudah akan menjambak rambut Nisa mengurungkan niatnya saat melihat seorang lelaki yang ada di samping gadis itu.
"Tunggu, sepertinya aku wajah laki-laki itu tidak asing." Mona seperti melihat wajah laki-laki itu di suatu tempat.
"Ngapain sih, Ma. Kok lama sekali? Seret saja anak si*alan itu!" teriak Mira dari dalam mobil membuat semua orang melihat ke arahnya.
Abian yang sejak tadi dia mulai mengingat siapa yang saat ini sedang berada di hadapannya. "Mereka kan keluarganya Ridwan? Lalu, siapa wanita yang di sampingku ini?" Dia mulai penasaran dengan sosok Nisa.
"Cepat pulang anak si*alan, kau-"
Nisa mengangkat tangannya tepat di depan wajah Mona membuat wanita paruh baya itu langsung diam. "Jangan mengatakan satu kata pun lagi sebelum aku kehilangan kesabaran." Nisa menatap Mona dengan nyalang.
"Heh, memangnya apa yang bisa kau lakukan? anak tidak tau diri," maki Mona.
Darah Nisa mendidih karena terus-menerus diganggu oleh mereka, terlihat jelas kemarahan di raut wajahnya membuat Abian semakin penasaran apa yang akan wanita itu lakukan selanjutnya.
"Kau benar-benar ingin tau, apa yang akan aku lakukan?" Nisa memajukan langkahnya membuat Mona mundur seketika.
"Kalau kau berani-"
"Tentu saja aku berani. Kau pikir siapa dirimu, benalu!"
Mona mengangkat tangannya hendak menampar pipi Nisa, tetapi gadis itu dengan cepat menahan tangannya dan mencengkram hingga dia meringis kesakitan.
"Lepaskan tanganku!"
"Kau jangan bermain-main lagi denganku, benalu. Atau aku akan membuatmu dan anakmu itu hidup dijalanan dengan memakan abu kendaraan," ucap Nisa dengan tajam.
Mona merinding saat mendengar ucapan wanita itu, dengan cepat dia menarik paksa tangannya hingga terlepas dari cengkraman wanita itu.
"Cih, anak pembawa si*al sepertimu tidak akan bisa melawanku. Kau lihat saja, siapa yang akan keluar dari rumah itu dan hidup dijalanan." Mona langsung berbalik dan berjalan cepat ke arah mobilnya berada saat ini. Dia harus segera membuat j*a*l*a*ng itu keluar dari rumah, atau hidupnya tidak akan pernah bahagia.
"Dasar wanita si*alan, mak lampir, nini peyot!" maki Nisa saat mobil Mona sudah pergi meninggalkan tempat itu. Dia benar-benar geram sekali melihat mereka.
Abian tersenyum tipis saat melihat raut wajah gadis itu, dia merasa terhibur dengan drama yang baru saja berlangsung di hadapannya. "Aku seperti melihat sinetron di chanel ikan terbang."
•
•
Tbc.
Anisa 🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Hafa Q'yong
cantik bngt visual nisa
2023-04-27
1