Setelah Riko pergi, Nita pun segera keluar dari rumah karena pedagang sayur keliling di kompleknya sudah datang. Dia biasa berbelanja di pedagang keliling daripada harus ke pasar. Meski terbilang kaya, akan tetapi Nita tidak ingin menghambur-hamburkan uang dengan cara berbelanja di supermarket. Ya, Nita ingin fokus menabung karena perjalanan rumah tangganya masih panjang dan untuk anak-anak mereka kelak.
Di ujung gang kompleks perumahan elit itu, terlihat pedagang sayur sudah berada di lapak biasanya. Bahkan, Ibu-ibu lain juga telah memilih sayur mayur.
"Selamat pagi, Ibu-ibu," sapa Nita ketika dia sudah berada di gerobak sayur.
"Selamat pagi, Bu Nita. Waduh, pengantin baru ini makin hari semakin terlihat segar saja, ya?" ucap salah satu Ibu yang memakai kacamata dan rambut di sanggul ke atas.
"Ibu seperti tidak pernah merasakan pengantin baru saja." jawab Nita di selingi senyuman tipis.
Mereka mengobrol sembari memilih sayur mayur, dan perbincangan ke empat wanita itu terhenti karena Anisa lewat di depan mereka.
Nita melirik Nisa dengan sinis, entah memiliki masalah apa dirinya hingga membuat dia tidak menyukai Nisa.
"Selamat pagi, Ibu-ibu. Wah, pagi-pagi begini sudah rame, ya?" Nisa mencoba mengakrabkan diri.
"Iya, neng. Biasa, tugas negara ibu rumah tangga di pagi hari." jawab sang Ibu yang berpakaian sederhana.
"Mau berangkat kerja, neng?"
Anisa mengangguk.
"Kok kerja Mulu sih yang di pikirkan? Kau itu 'kan anak orang kaya, sebaiknya jangan terlalu memikirkan pekerjaan. Carilah suami karena usiamu sudah tua." sindir Nita tanpa memikirkan perasaan Anisa.
Anisa memutar bola matanya jengah, dia baru saja di buat naik darah ketika berada di rumah dan saat ini Nita memancing emosinya kembali.
"Saya tidak peduli jika di anggap sebagai perawan tua, Mbak Nita. Toh saya tidak merugikan siapapun," Nisa tidak mau kalah dengan sindiran yang Nita katakan.
"Di bilangin kok ngeyel! Kau begitu bangga ya di cap sebagai perawan tua? Bahkan, di kompleks ini, perempuan yang usianya lebih muda dari pada kau sudah pada menikah semua." tukas Nita kesal.
"Kenapa saya harus merasa malu? Intinya, saya itu tidak terlalu memikirkan pernikahan. Saya bahagia dengan hidup yang saya jalani saat ini, jadi teruntuk Mbak Nita, pikirkan saja masalah rumah tangga Mbak dan jangan pernah mengurusi hidup saya. Permisi!" Nisa segera berlalu pergi dari pada membuang waktu dengan cara melayani ocehan dan sindiran dari Nita.
Nita sudah selesai berbelanja, setelah membayar, Nita pun pamit kepada Ibu-ibu untuk pulang terlebih dahulu.
Sesampainya di rumah, dia meletakkan plastik berwarna hitam di atas meja. Dirinya ber-sunggut kesal karena tidak pernah berhasil mempermalukan Nisa.
"Sial! Kenapa sulit sekali membuat gadis itu malu?" Nita mengambil gelas, lalu dia menuang air ke dalam gelas tersebut dan mulai menenggaknya hingga tandas.
Setelah itu, Nita membereskan barang belanjaannya untuk di masukkan ke dalam kulkas.
🌺🌺🌺🌺
Di kediaman keluarga Anisa, Irwan tersenyum senang ketika menyambut tamunya. Dia mempersilahkan tamu tersebut masuk ke dalam rumah dengan tangan terbuka.
''Akhirnya Anda sampai juga di rumah sederhana saya ini. Ayo masuk, Tuan Abian." ucap Irwan ramah.
Abian masuk ke dalam rumah itu dengan tenang, dia duduk di sofa diikuti oleh Irwan.
"Ma! Mama!" teriak Irwan memanggil sang Istri.
Dari arah dapur, Mona berjalan menghampiri sang suami.
"Eh, Tuan Abian sudah datang." Mona tersenyum lebar.
Dirinya mendudukkan diri di samping Irwan dan begitupun dengan Mira.
"Maaf, saya tidak bisa berlama-lama. Bagaimana, jika kita langsung ke intinya saja?" ucap Bian to the point.
"Baik, Tuan. Tetapi, sebelumnya, izinkan istri saya membuatkan minuman untuk Tuan. Jangan terlalu buru-buru, mungkin kita bisa mengobrol sebentar." Irwan tersenyum.
Abian hanya mengedikkan bahu dan Irwan memerintah Mona untuk pergi ke dapur membuatkan hidangan untuk tamunya, Mira pun mengikuti sang Mama dari arah belakang.
Abian Anderson, dia adalah pengusaha ternama di Asia. Dirinya menyandang status duda setelah enam bulan bercerai dari istrinya, parasnya tampak, rahang yang tegas, tubuh tegap atletis, hidung mancung dan bibir sedikit tebal membuat Bian sangat disukai oleh banyak wanita. Bahkan, Mira sempat terkesima dengan ketampanan dan kewibawaan Abian itu.
Dia datang ke rumah Irwan untuk menyelesaikan kerja sama antar perusahaan mereka, dirinya datang sendirian karena sekretaris lamanya baru saja resign. Bian tidak bisa mencegah sebab sekertaris itu akan menikah dan dilarang bekerja oleh calon suaminya. Meski terbilang berat karena sekertaris bernama Widya itu keluar, tetapi Bian harus bisa menjaga harga diri perusahaannya.
Saat ini, di perusahaan milik Bian sedang membuka lowongan pekerjaan dah mencari sekertaris yang tentunya sudah berpengalaman.
"Jadi bagaimana? Apa sudah deal untuk segala persyaratan yang saya katakan tadi?" Abian akhirnya membuka suara setelah mereka selesai berdiskusi.
Irwan terdiam sejenak, dia tentu saja sangat setuju karena sangat disayangkan jika perusahaannya tidak jadi bekerjasama dengan perusahaan Grid Company milik Abian.
"Baiklah, saya setuju. Jadi, kapan kita bisa mulai proyek kerja sama ini?" tanya Irwan tidak sabar, dia memiliki rencana untuk mendekatkan putrinya dengan Abian.
"Saya akan mengabari Anda nanti," jawab Abian sekenanya.
Mira datang membawa nampan berisi dua gelas teh hijau hangat dan satu piring roti bolu. Dia meletakkan nampan itu di atas meja dan tak lupa dirinya bersikap baik juga sopan.
''Silahkan di cicipi, Tuan Abian."
Abian hanya mengangguk.
Irwan mulai mengobrolkan hal lain di luar pekerjaan, Abian hanya menanggapi dengan singkat karena dia sudah terbiasa bertemu dengan klien seperti Irawan yang pada ujungnya akan menawarkan anak mereka.
•
•
**TBC
🌹🌹🌹🌹🌹🌹
JANGAN LUPA MAMPIR KE NOVEL KARYA DARI TEMAN OTHOR 🤗**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments