Sementara itu, di tempat lain terlihat seorang gadis masih bergelung manja di dalam selimut. Matahari sudah merangkak naik untuk memanaskan bumi, tetapi dia masih terpejam dan enggan untuk membuka kedua matanya.
Sret, byur.
Tanpa di duga-duga, segayung air tumpah di wajah gadis tersebut membuat dia tersentak kaget.
"Astaga. Apa kamarku bocor?" gadis bernama Nisa itu sontak meloncat dari ranjang saat ada air yang mendarat tepat di wajahnya.
"Bocor kepalamu itu, wanita si*alan!"
Nisa langsung membalikkan tubuhnya saat mendengar umpatan dari seseorang. Ya, dia kenal betul siapa yang pagi-pagi sudah mencari keributan dengannya.
"Apa-apaan ini!" mata Nisa melotot tajam seakan ingin mencabik-cabik tubuh dua orang wanita yang saat ini ada di hadapannya.
"Dasar pemalas! Mau sampai kapan kamu tidur, hah?" teriak seorang wanita paruh baya yang si*alnya adalah ibu tiri Nisa.
Nisa mengepalkan tangannya dengan geram. Sungguh keberadaan wanita paruh baya itu benar-benar mengusik ketentraman jiwa dan raganya.
"Tau tuh, kerjaannya molor terus. Gak tau apa, kita mau kedatangan tamu!" ucap gadis yang ada di samping wanita paruh baya itu dengan ketus. Namanya adalah Mira, dia merupakan adik tiri dari Nisa.
"Emang kalian pikir, aku peduli?" Nisa mengibaskan rambutnya dengan sombong, padahal rambut itu sudah beberapa hari tidak dicuci.
"Dasar anak pembawa sial! Sebaiknya sekarang tutup mulutmu dan cepat turun, banyak pekerjaan yang harus kau lakukan," perintah wanita paruh baya bernama Mona sambil menunjuk tepat ke wajah Nisa. Maju sedikit saja, sudah jelas jarinya itu masuk ke dalam lubang hidung gadis itu.
Nisa sendiri tidak bergeming, dia hanya diam sambil menatap tajam kedua benalu dalam rumahnya itu.
Mona semakin geram dengan kediaman Nisa. "Apa kau tuli?"
"Berhenti berteriak dan keluar dari kemarku!" usir Nisa kemudian, "Setiap melihat kalian pasti umur ku semakin memendek."
"Kau-"
"Keluar kataku!" akhirnya Nisa mengeluarkan teriakan mautnya membuat Mona dan Mira menutup telinga mereka.
"Cih, awas saja kau kalau tidak turun." Mona berbalik dan langsung keluar dari kamarnya dengan diikuti oleh Mira.
Brak.
Nisa langsung menutup dan mengunci pintu kamarnya. Jangan sampai dua benalu itu kembali masuk ke dalam kamar, atau akan terjadi perang dalam rumah itu.
Begitu lah keseharian yang terjadi dalam hidup Annisa Nadhira. Gadis cantik berkulit putih yang punya dua lesung pipi di wajahnya, membuat siapa saja yang melihat pasti akan langsung terpana. Apalagi dengan tubuh mungil yang menambah keimutan dalam diri Nisa, membuat siapa pun tidak kuasa untuk memalingkan pandangan.
Namun, jangan tanya bagaimana sifat gadis itu. Sangat bertolak belakang sekali dengan wajah cantiknya, bahkan orang-orang yang ada disekitarnya harus esktra sabar untuk menghadapi semua yang dia lakukan.
Setelah pertengkaran tadi, Nisa segera masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Hari ini dia ada peninjauan lapangan untuk proyek baru di perusahaan tempatnya bekerja. Padahal keluarganya terbilang kaya, tetapi Nisa tidak sudi memakai fasilitas milik sang ayah walaupun dia masih tinggal di rumah itu.
Setelah selesai bersiap , Nisa tampak sangat rapi dengan setelan kemeja dan celana panjang berwarna Navy. Tidak lupa polesan makeup tipis yang semakin menambah kecantikan paripurnanya.
"Oke, perfect." Nisa tersenyum lebar melihat penampilannya di depan kaca, dia lalu menyambar tas dan kunci motor untuk segera berangkat kerja.
Nisa menuruni anak tangga sambil bersenandung ria. Dia berharap kalau saat ini tidak akan bertemu dengan dua wanita penghuni rumah ini, agar nantinya tidak terkena si*al.
"Berhenti di situ!"
Nisa langsung mendessah frustasi, bahkan keinginan sekecil itu saja tidak dikabulkan oleh Tuhan.
Mona yang saat itu sedang memberi arahan pada pembantunya beralih mendekati Nisa dengan geram. Apalagi saat melihat penampilan gadis itu, padahal dia sudah mengatakan untuk tetap tinggal di rumah.
"Bukannya ayahmu sudah mengatakan untuk tidak bekerja, kenapa kau tetap pergi juga?" tanya Mona dengan kesal, tangannya bahkan sudah ingin sekali menjambak rambut anak tirinya itu.
Nisa membalikkan tubuhnya dengan helaan napas terakhir dalam hidup, sungguh dia lelah sekali jika setiap hari harus melewati medan perang seperti ini.
"Wahai Bunda Mona yang terhormat, izinkanlah saya untuk pergi mencari uang. Apa Anda tahu, jika saya tidak kerja maka saya tidak akan bisa makan." dia menangkupkan kedua tangannya di depan dada, lalu kembali berbalik dan hendak keluar dari rumah itu.
"Dasar kau-"
"Nisa!"
Nisa yang sudah melangkah lagi-lagi harus mengurungkan niatnya, padahal dia hanya ingin bekerja dengan damai tetapi ada saja yang memghalangi jalannya.
"Ayah sudah bilang untuk tetap diam di rumah! Apa tidak bisa, sekali saja kau mendengarkan orang tuamu?" bentak laki-laki paruh baya bernama Irwan, dia adalah ayah kandung dari Nisa.
Nisa tidak bergeming saat mendengar ucapan sang ayah. Bukannya dia takut, tetapi dia sudah cukup lelah dengan semua orang yang ada di rumah itu, termasuk ayahnya sendiri.
"Ayah sudah bilang kalau hari ini akan ada tamu penting yang datang, jadi ayah harap semua keluarga berkumpul untuk menyambut mereka," sambung Irwan. Nada suaranya sudah tidak sekeras tadi, tetapi tetap tajam dan penuh penegasan.
Nisa menghembuskan napas pelan sambil membalikkam tubuhnya. "Maaf, Ayah. Hari ini ada pekerjaan penting yang harus aku lakukan. Jadi aku tidak-"
"Berhenti membuat alasan dan ikuti saja apa yang Ayah ucapkan," potong Irwan dengan cepat membuat Nisa tersenyum sinis.
"Maaf." Nisa kembali berbalik dan melangkahkan kakinya dengan cepat, dia tidak menghiraukam teriakan sang ayah yang terus memintanya untuk berhenti. Bahkan saat ini laki-laki tua itu sudah memakinya habis-habisan.
"Cih, persetan dengan tamumu itu. Aku sama sekali tidak peduli." Nisa segera naik ke atas motor kesayangannya dan melajukannya dengan kencang.
•
•
•
Tbc.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹
JANGAN LUPA MAMPIR KE NOVEL TEMAN OTHOR 🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments