Bab 4

"Tidak usah, Pak. Saya bisa pulang sendiri, lagian saya juga akan singgah sebentar ke grosir depan kampus," tolak Shaila dengan halus.

Sebenarnya singgah ke toko hanya alasan agar dia tidak berduaan lagi dosen muda yang menyandang status duda itu. Shaila sering harus mengatur napas menahan emosi yang siap meledak kapan saja. Sang dosen yang selalu berbuat seenaknya sendiri benar-benar mengaduk-aduk emosi gadis remaja itu.

"Tidak ada penolakan! Saya akan antar kamu ke grosir itu dan menunggu sampai kamu selesai berbelanja. Saya harus bertanggung jawab karena telah membuat kamu pulang terlambat," sahut Arshaka datar.

"Dasar muka tembok tak berperasaan! Suka sekali maksa orang!"

"Jangan terlalu sering mengumpat! Tidak baik untuk kesehatanmu," celetuk Arshaka seraya membuka pintu mobilnya.

"Hah!"

Sungguh gadis itu terkejut mendengar ucapan sang dosen. Shaila sampai bengong karena dosen itu tahu apa yang diucapkannya dalam batin.

Akhirnya mau tidak mau, gadis itu pulang diantarkan Arshaka. Singgah sebentar di grosir untuk membeli beberapa kebutuhan pokok selama sebulan. Sebagai anak kos, Shaila lebih memilih belanja di grosir dibanding dengan mini market atau di mall.

Harga di grosir lebih murah dibanding dengan toko-toko yang sudah memiliki nama seperti Indojuni atau Matahati. Oleh karena itu, untuk anak kos atau ibu rumah tangga kelas menengah ke bawah akan lebih memilih belanja di grosir untuk menghemat pengeluaran.

"Kamu masak sendiri?" tanya Arshaka penasaran karena melihat belanjaan Shaila. Setahu dia jarang anak kos mau masak sendiri.

"Kadang-kadang sih, Pak. Hemat pengeluaran! Kalau setiap makan beli, kasihan orang tua saya," jawab Shaila apa adanya.

"Kalau begitu kamu masakin buat saya habis ini, saya lapar!" Arshaka seperti tanpa beban mengucapkan perintahnya.

"Saya akan bayar, nggak usah takut!" lanjut Shaka setelah tidak ada tanggapan dari Shaila.

"Laki-laki ini memang minta digetok kepalanya! Selalu merusak suasana hati orang saja!"

"Getoknya pakai bibir, saya mau!"

"Hah! Saya nggak salah dengar, 'kan Pak? Bapak jangan ngadi-ngadi ya!" jerit Shaila kesal.

Sepuluh menit kemudian, mereka sampai di kos Shaila. Saat gadis itu akan turun, Arshaka menyerahkan selembar uang merah pada anak didiknya itu. Namun, gadis itu hanya melihat sekilas saja ke arah tangan pak dosen lalu membuka pintu mobil dan turun.

Arshaka mengikuti langkah kaki Shaila sampai di dalam rumah, bahkan hendak ikut ke kamar gadis itu.

"Bapak ngapain ngikutin saya ke sini? Jangan-jangan Bapak ingin kurang ajar sama saya!" tuduh Shaila saat menyadari dosennya mengikuti dia sampai di depan kamar.

"Di sini tamu cowok nggak boleh masuk, nanti saya yang kena sanksi sama ibu kos. Bapak tunggu saja di ruang tamu!" ucap Shaila lagi mengusir sang dosen.

"Saya cuma mengingatkan kamu, kalau saya akan makan di sini," sahut Shaka dengan santainya.

Shaila menyuruh sang dosen untuk menunggu di ruang tamu selama dia memasak untuk makan malam mereka. Gadis itu mulai mencuci beras dan memasukkannya ke penanak nasi digital. Setelah itu mulai mengambil beberapa sayuran yang masih tersisa di dalam kulkas kecilnya.

Setelah semua sayuran siap untuk dimasak, Shaila membawanya ke dapur. Berhubung semua sayuran sudah disiangi, gadis itu langsung mencuci sayuran itu di wastafel. Kemudian, dia menyiapkan bumbu sambil memanaskan penggorengan.

Setengah jam kemudian, Shaila selesai memasak bersamaan dengan bunyi penanak nasi digital. Gadis itu mulai menyiapkan wadah untuk tempat sayur dan lauknya. Tak lupa dua piring dan dua sendok karena dia juga mulai merasakan lapar.

Shaila mengangkat piring dan menu masakannya ke meja ruang tamu dimana Arshaka menunggu seraya memainkan gawai. Semua sudah terhidang di atas meja, kecuali nasi karena gadis itu meletakkan penanak nasi di kamarnya.

"Saya cek dulu nasinya sudah matang atau belum, sekalian saya pamit mau mandi sebentar," ucap Shaila seraya berjalan meninggalkan sang dosen ruangan itu.

Hanya butuh waktu lima belas menit yang gadis itu gunakan untuk bebersih diri sampai menyisir rambut. Shaila tidak pernah berdandan sehingga tak butuh waktu lama untuk mempercantik dirinya. Dia keluar kamar dengan membawa panci penanak nasi.

"Maaf, Pak. Lama!" tukas Shaila dengan tenang.

"Kenapa lama?"

"Mandi dulu Pak, biar nyaman pas makan!" jawab Shaila sekenanya.

Shaila mengambil piring dan menyendokkan nasi untuk pak dosen serta mengisinya dengan sayur capcay dan nugget. Setelah itu baru mengisi piring untuk dirinya sendiri.

"Sudah, cukup!" ucap Arshaka menginterupsi setiap Shaila ingin menambahkan makanan, baik itu berupa nasi, sayur atau lauk.

Tingkah keduanya layaknya simulasi keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Tanpa ada perdebatan antara mereka selama makan. Hal ini mengundang senyum Arshaka, tetapi hanya berupa garis tipis yang tidak terlihat jika tidak diperhatikan dengan seksama.

"Bapak pulang aja! Ini sudah mau Maghrib, tidak enak dilihat teman-teman di sini. Bapak sejak tadi di sini seperti orang ngapel pacar aja," usir Shaila tanpa perasaan.

Sikap Shaila yang ceplas-ceplos dan apa adanya 'lah yang selama ini membuat Arshaka semakin ingin mendekati gadis itu dan ingin mendapatkannya. Apapun akan dosen muda itu lakukan asal bisa mengenal lebih dekat lagi dengan gadis bar-bar yang menjadi mahasiswanya.

"Kenapa tidak kamu bilang saja saya pacar kamu?"

"Hah!"

"Otak gue lama-lama ikutan gesrek kek dosen gila ini!"

Malas menanggapi pertanyaan sang dosen, Shaila langsung mengangkat piring dan makanan itu ke dapur. Gadis itu langsung mencuci piring dan perkakas yang tadi dipakai untuk masak. Sisa makanan yang tadi dia bawa ke kamarnya.

Shaila sengaja tidak lagi keluar kamar mengingat adzan Maghrib sebentar lagi berkumandang. Tidak peduli dengan keberadaan sang dosen, mau tetap tinggal atau pulang. Gadis itu sengaja mengacuhkan dosennya itu agar pergi dan tidak datang lagi ke kosan.

Arshaka pergi begitu melihat gadis yang mengusik hatinya masuk ke dalam kamar. Dia tahu jika mahasiswanya itu kesal padanya, tetapi dia suka. Duda anak satu itu sengaja membuat gadis cantik itu kesal agar tidak mudah melupakan dirinya.

Arshaka pulang setelah menunaikan ibadah sholat Maghrib di masjid yang dilewati di jalan. Di rumahnya, sang anak sudah lelah menunggu kedatangan sang ayah. Bocah laki-laki umur tiga tahun itu belum mau makan sebelum sang ayah pulang.

"Den Azka harus makan, nanti sakit perutnya," bujuk sang nanny yang merawatnya sejak bayi.

"Pokoknya Azka tidak mau makan kalau ayah belum pulang!"

Pengasuh yang berusia empat puluh lima tahun itu harus lebih bersabar menghadapi majikan kecilnya. Apalagi sejak mereka pindah ke rumah ini. Hal ini dikarenakan, Arshaka yang sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya sehingga tidak ada waktu untuk sang anak.

Terdengar suara mobil memasuki halaman rumah. Tanda sang pemilik rumah telah pulang setelah seharian bekerja. Bocah umur tiga tahun itu berlari keluar begitu saja, membuat sang pengasuh tergopoh-gopoh mengikuti dari belakang.

"Ayah! Kenapa baru pulang jam segini?" bentak bocah itu memarahi sang ayah.

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Kasian si anak,Bapaknya malah sibuk ngintilin cewek..

2024-12-27

0

TSLarasati

TSLarasati

ayahmu lg puber nak

2023-09-26

2

☠ᵏᵋᶜᶟ 🔵🍾⃝ͩ⏤͟͟͞RᴇᷞᴛͧɴᷠᴏͣW⃠🦈

☠ᵏᵋᶜᶟ 🔵🍾⃝ͩ⏤͟͟͞RᴇᷞᴛͧɴᷠᴏͣW⃠🦈

betapa kecewanya Azka saat tau jika Ayahnya sudah makan di tempat lain donk 👉👈

2023-04-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!