Pemuda itu terus mengumbar senyum, "anu cantik, bisa aku minta nomor ponselnya untuk langsung pesan secara pribadi," kata pemuda itu mencegah Silvi lewat.
"Bisa lewat admin, itu ada Uci dan Ela, sudah cukup bukan," kata Silvi yang langsung mendorong pemuda itu ke samping
"Ayolah cantik, kami sudah pesan sangat banyak loh, masak iya minta nomor telpon saja tak di kasih," kata pemuda itu.
"Maaf aku tak tertarik, silahkan pergi tapi selesaikan pembayaran dulu," kata Silvi yang langsung pergi karena dia ingat jika harus ke rumah sakit.
Satrio pun di seret temannya itu pergi karena bisa bahaya jika dia telat karena anak-anak mahasiswa baru bisa kelaparan.
Silvi sudah selesai mengenakan baju dan siap ke rumah sakit, "mbak hati-hati ya," kata Ela.
"Siap Ela, nanti kuncinya taruh di tempat biasa ya, kita hari ini dan besok libur," kata Silvi yang langsung berangkat.
"Loh itu mbak Silvi mau kemana? bukannya istirahat?" tanya Bu Siti.
"Mau ke rumah sakit, karena orang tuanya sepertinya sedang sakit, itu dih tadi bilangnya," jawab Uci.
Mereka pun selesai bersih-bersih, dan kemudian setelah menyimpan kunci dan mematikan semua aman, mereka pun pulang.
Bahkan semua regulator juga sudah di lepas dari tabung, sedang yang jaga toko Frozen food tak bisa libur karena itu tugasnya.
Silvi sampai di rumah sakit umum di kotanya, dia langsung menuju ke tempat para keluarga yang menunggu pasien yang ada di ICU.
"Mbak Silvi," panggil Vidi Adiknya.
"Vidi, bagaimana kondisi ayah dan ibu mana?" tanya gadis itu.
"Silvi..." panggil ibu Silvi yang merasa putrinya itu terlalu banyak terluka.
"Maafkan ibu dan bapak Silvi, seharusnya kamu mendengarkan ucapan mu, tapi saat bapak ingin mrncarimu, kami mendapatkan berita besar, dan itu membuat bapak mu kolaps seperti ini," kata Bu Tri.
"Iya Bu, Silvi tau jika bapak terbutakan oleh temannya itu, tapi Vidi apa kamu bisa menyelamatkan semua yang mbak suruh," kata Silvi.
"Iya mbak, aku membawa semua uang, BPKB dan juga perhiasan, dan sertifikat di tas ku, aku terus memegangnya karena aku takut mbak Siska datang dan merampas segalanya."
"Tidak akan selama ada aku," jawab Silvi.
Ternyata benar sosok wanita itu datang, dia langsung berlari di ingin merampas tas adiknya.
Tapi Silvi mendorongnya hingga terbentur tiang rumah sakit. "dasar tak tau malu, ayah di dalam berjuang untuk sembuh, sedangkan kamu dengan sangat sombong ingin menjual semua hartanya, jangan kurang ajar!" kata Silvi melindungi adik dan ibunya.
"Heh kamu anak tak di anggap diamlah, itu hak ku, karena aku adalah menantu laki-laki pertamanya, jika pria mati urusannya," kata suami Siska.
Tanpa di duga para orang di rumah sakit pun maju mendukung Silvi.
"Wah mantu tidak tau di ajari orang tua mu ya, bagaimana pun dia itu orang tuamu, dan mbak kenapa kamu pilih pria goblok ini untuk jadi suamimu," bentak salah satu orang yang berbadan cukup besar.
Siska diam, tiba-tiba dia di tarik oleh suaminya menjauh dari tempat itu. dan Silvi pun bernafas lega karena pria itu pergi.
Tapi sayangnya dia malah mimisan karena belum sarapan apapun, seorang ibu memberikan tisu pada Silvi.
"Terima kasih Bu, maaf..." kata Silvi yang banyak menghabiskan tisu ibu itu.
"Tak masalah nak, ya Allah kamu mengingatkan ibu dengan menantu ibu, ya kan pak," kata ibu itu pada pria yang membantu Silvi.
"Iya Bu," kata pria itu.
Ibu Tri buru-buru datang membawa nasi bungkus yang di beli di luar rumah sakit dan segera menyuapi putrinya itu dengan gemetar.
"Ibu tolong tenanglah, dia tak akan melukai kakak, dia bukan mantan suamiku yang akan menghajar istrinya hingga keinginannya tercapai," kata Silvi memberikan ibunya itu kekuatan.
Kedua pasangan lansia itu pun merasa ibu, bagaimana bisa ada wanita setegar ini.
"Bapak terima kasih sudah melindungi ku," kata Silvi yang di angguki oleh pria itu.
Seorang suster keluar dari ruang administrasi ICU, "keluarga pa Sutrisno," panggilnya.
"Iya suster," kata Silvi yang masih makan di suapi ibunya.
"Pasien sudah bisa di pindahkan ke ruang rawat, sekarang kami ingin minta persetujuan keluarga ingin di pindah ke ruang kelas berapa?" tanya suster itu menghampiri keluarga Silvi.
"Ke ruang kelas satu dan saya akan membayarnya sepenuhnya, tapi tolong rawat ayah saya dengan baik ya suster," kata Silvi.
Suster itu mengangguk, dan Bu Tri serta Vidi mengurus semuanya, Silvi mengucapkan terima kasih lagi pada pasangan itu.
"Keluarga pasien Silvia!" panik seorang suster.
"Iya suster, ada apa?" tanya kedua pasangan itu.
"Bu adiknya terus memanggil ibu ibu dan panasnya belum turun, saya mohon tolong cepat panggilkan ibunya," kata suster itu.
Kedua pasangan itu terlihat langsung sedih, "saya suster, maaf baru pulang dari luar kota," kata Silvi berbohong.
"Ya Allah Bu, itu anaknya sampai kejang karena kangen," kata suster yang mengajak Silvi menuju ke ruang ICU khusus.
Kedua lansia itu melihat Silvi dari kaca, suster awalnya ingin menutup tapi mereka memohon akhirnya di biarkan agar bisa melihat cucu mereka.
"Silvia..." lirih Silvi melihat gadis kecil itu.
Silvi pun mencium tangan Silvia bolak balik dan kemudian mencium kening gadis kecil itu.
"Allaahumma rabban naasi, adzhibil ba’sa. Isyfi. Antas syaafi. Laa syaafiya illaa anta syifaa’an laa yughaadiru saqaman. Imsahil ba’sa rabban naasi. Bi yadikas syifaa’u. Laa kaasyifa lahuu illaa anta." bisik Silvi yang berdoa untuk gadis kecil itu.
"Ibu...."
"Iya putri cantik ibu..." lirih Silvi yang menghapus air matanya.
Tanpa di duga gadis yang sudah kritis beberapa hari itu, tiba-tiba kondisinya membaik.
Suster langsung memanggil dokter untuk melihat kondisi gadis itu, "ibu.."
Silvia pun sadar dan menoleh ke arah sumber suara, dia tersenyum melihat Silvi dan mengeratkan genggaman tangannya.
Dokter datang mempersilahkan Silvi pergi, tapi dia tidak bisa dan genggaman tangan Silvia tak bisa di lepaskan.
Khairi yang tadi mendapatkan kabar dari suster jika kondisi putrinya menurun langsung bergegas ke rumah sakit.
Dia terdiam melihat sosok gadis yang selama ini selalu dalam doanya berdiri bersama putrinya.
Dokter yang menanggani Silvia keluar, "selamat pak, putri anda sudah melewati masa kritisnya, seharusnya anda meminta istri anda cepat pulang, bagaimana pun ikatan batin ibu dan putrinya begitu kuat, lihatlah pak mereka bahkan terus tersenyum dan saling bergenggaman tangan."
"Iya dokter..." jawab Khairi yang menghapus air matanya yang jatuh begitu saja.
Bahkan orang tua pria itu tak menyangka akan melihat putranya serapuh ini karena putrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments