Setelah mengantar semua pesanan, Silvi sudah sampai di rumah milik keluarganya.
Dia memang anak dari seorang petani yang sukses dan terkenal di kampungnya.
Tapi mereka selalu mengabaikan Silvi, entah apa yang sebenarnya, karena Silvi selaku merasa jika dia sangat tak di anggap di rumahnya sendiri.
Dia turun dari motor miliknya, batu juga akan mengetuk pintu, ternyata bapaknya sudah keluar dengan wajah marah.
"Kamu masih berani menunjukkan wajah ku, dasar anak tidak tau di Untung!!" marah pria itu.
Plak...
Tamparan keras bahkan melayang dan mengenai wajah Silvi hingga membuat wanita itu tersungkur hingga ke lantai.
Bahkan menyaksikan hal seperti itu, kakak dan ibunya hanya diam saja melihat Silvi yang di perlakukan seperti itu
Tak puas dengan itu, bapak dari Silvi menarik putrinya itu hingga masuk kedalam rumah.
"Bapak ... kenapa seperti ini, Silvi bisa jelaskan pak," mohon gadis itu dengan memohon.
"Jelaskan apa!! kamu itu buat malu Silvi, mertua mu bilang jika kamu itu kabur dari rumah membawa semua perhiasan, bahkan kamu melukai suamimu dengan memukulnya, apa ini yang bapak ajarkan, kamu itu jadi wanita yang sudah tak tau diri, dan terus keluyuran di luar!" bentaknya mendorong Silvi hingga tersungkur.
Silvi pun menahan rasa sakitnya yang dia rasakan, dia benar-benar tak bisa melakukan apapun saat ini.
"Jika Silvi tak keluyuran di jalan mereka tak akan bisa makan dan menyekolahkan anaknya yang paling kecil, terlebih suamiku yang bekerja malah di luar main judi dan perempuan, apa itu salah Silvi," katanya menjawab sang bapak
"Tapi bapak malu Silvi, mereka terus menghina ku di luaran sana, dan bilang kamu lari dengan pria lain," kata pak Sutrisno
"Pria apa pak, bagaimana bisa saya memiliki pria lain saat aku sendiri sibuk mencari uang, apa bapak tau jika mas Yadi punya istri lain dan seorang anak dari Yuyun teman ku! kenapa sekarang aku yang dihina seperti ini..." kata Silvi
Dia bangkit melihat sang bapak, dia melepaskan jaket yang dia kenakan.
"Apa bapak tau, aku seperti sapi perah di sana, dan sekarang orang tua ku sendiri tak membela ku malah menghajar ku karena aduan keluarga itu, aku ini putri mu atau bukan," kata Silvi yang tak bisa lagi menahan air matanya.
"Silvi!!" teriak pak Sutrisno yang mengangkat tangannya pada putrinya itu.
"Tampar pak, jika perlu bunuh aku dengan tangan mu sendiri, itu lebih baik aku mati di tangan bapak ku yang jelas membesarkan aku, dari pada aku mati di tangan mereka yang bahkan setiap hari mengutuk orang tua ku dengan hinaan buruk," kata Silvi menantang pak Sutrisno.
Pak Sutrisno pun menahan tangannya sendiri, bagaimana bisa dia bisa melakukan itu.
Terlebih dia melihat mata putrinya yang selama ini selalu saja menuruti dirinya.
Karena marah dia membanting meja kaca di ruang tamu itu hingga hancur.
Silvi pun hanya bisa menangis, "aku lelah, dia melukai ku dengan sangat buruk, aku masih mencoba diam, tapi saat mereka bilang jika orang tua ku tak punya otak karena membesarkan wanita tak berguna seperti ku, aku marah dan memilih pergi, bahkan luka yang di berikan menantu mu itu pak, tak sesakit kata-kata bapak yang bahkan tidak memeluk putrimu sendiri yang membutuhkan mu, tapi malah tamparan keras yang harus aku terima, aku berdoa semoga tak akan ada lagi gadis lain yang menerima perlakuan seperti ini dari ayah mereka..." kata Silvi yang berbalik badan.
Pak Sutrisno dan istrinya kaget melihat luka bakar yang ada di punggung putrinya yang begitu besar.
"Pak..." kata ibu dari Silvi yang gentar melihat itu.
"Tidak apa-apa, cukup sayangi putri pertama kalian dan putra kalian saja, karena aku kuat karena aku punya bapak di darah dan namaku, aku pergi... tenang saja... aku bukan gadis yang akan mengakhiri hidupku sendiri, kecuali jika bapak yang memintanya," kata Silvi yang kemudian pergi meninggalkan rumah yang selama ini menjadi tempatnya tumbuh besar.
Dengan tangis yang tak bisa terbendung lagi, dia meninggal rumah itu.
Kepalanya seperti mau pecah, bagaimana tidak ujian datang bertubi-tubi padanya.
Tapi dia tak boleh lemah, jadi dia melanjutkan motornya kembali ke tempat kos-kosannya.
Dan hari ini harinya sangat sakit mendapati orang tuanya yang bahkan lebih mempercayai besan mereka di banding menantu mereka.
Pak Sutrisno terdiam setelah kepergian putri keduanya itu, dia sendiri bingung kenapa harus seperti ini.
Sekarang dia merasa sangat bersalah, terlebih ucapan dari Silvi membuatnya seperti orang tua terburuk di dunia.
Silvia terus mengurung dirinya di kamar, bahkan dia mematikan telponnya.
Hingga tanpa sadar sudah seminggu berlalu, Alin dan Diah pun khawatir pada wanita itu.
Keduanya pun memutuskan untuk mengetuk pintu tempat gadis itu tinggal.
Tok... tok.. tok..
Tak lama pintu terbuka, dan dari balik pintu muncullah sosok Silvi yang terlihat sangat kurus dengan mata hitam.
"Mbak Silvi gak papa? ya Allah mbak..." kata Diah.
Silvi masih mencoba tersenyum,"aku tak apa-apa kok, terima kasih sudah menghawatirkan aku ya,"
"Mbak bisa membagi masalah mbak dengan kami," kata Alin yang juga merasa kasihan
"Aku tak masalah, terima kasih," kata Silvi.
Diah pun mengambilkan air minum dan membuka jendela kos Silvi, dan menyalakan lampu agar terlihat lebih terang.
Silvi pun sepertinya tak makan apapun, bahkan wanita itu tampak sangat kurus.
"Mbak sebenarnya ada apa,"
"Aku tak apa-apa, hanya sedang malas keluar," kata Silvi.
"Ini bukan mbak Silvi, biasanya mbak Silvi selalu ceria," kata Diah yang membuatkan bubur dengan tepung beras.
"Mbak makan dulu, mbak pasti tidak makan dengan benar, lihat tubuh mbak sangat kurus," kata wanita itu.
"Terima kasih ya, aku merasa ada saudara lagi..." kata Silvi yang malah meneteskan air matanya lagi.
Melihat itu Alin memeluk wanita itu dengar erat, setidaknya itu bisa meringankan beban yang di rasakan oleh wanita itu.
Akhirnya siang itu mereka semua duduk dan berbincang, bahkan anak-anak yang biasanya jajan pun datang bertanya kenapa Silvi libur begitu lama.
Akhirnya dia berjanji akan segera berjualan lagi, terlebih para pelanggannya juga sudah bertanya tentang dia yang akan berjualan atau tidak.
Dan sebuah pesan dari Khairi yang mengatakan jika surat panggilan untuknya.
Tapi dia belum mengirimkan karena tak tau alamatnya, Silvi pun membalas untuk mengirimkan ke kos-kosannya.
Khairi pun datang bersama putri kecilnya, tapi saat melihat sosok Silvi dia kaget karena kondisi Silvi sangat buruk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments