Hari-hari berlalu Bagas lewati semua dengan keadaan pilu. Kehilangan sosok wanita yang menjadi mahkota di rumah megah itu benar-benar sangat memukul.
Namun, keadaan Bagas yang rapuh harus ia paksa untuk bisa berdiri kuat demi anak-anaknya. Tak jarang air mata berjatuhan di kedua pipinya kala mendengar tangis atau melihat wajah lucu sang anak yang sangat mirip dengan paras cantik sang ibu.
Dari arah lain sepasang suami istri ikut merasakan sedih kala melihat bagaimana rapuhnya bagas. Mereka adalah mamah dan papah bagas yang turut menjenguk anak dan cucu mereka.
“Kasihan Bagas, Pah.” ujar Irma menatap prihatin anaknya.
Mendengar ucapan sang istri, Iwan mengangguk. “Semua sudah menjadi takdirnya, Mah. Mungkin ini ujian untuk mendewasakan anak kita merawat anak-anaknya kelak.”
Hati orangtua mana yang tak sakit kala melihat anak mereka yang begitu hancur. Sungguh, Bagas terlihat kuat hanya dari luar. Sedang di dalam ia begitu rapuh.
Bekerja dari rumah, mengurus kedua anaknya, hanya itu rutinitas setiap harinya tanpa ada lagi memikirkan hal lain.
Bahkan pencarian sang istri hingga saat ini pun masih tetap berjalan dengan anak buah Iwan yang terus mencarinya.
“Aku harus kuat demi anak-anakku. Yah. Aku tidak boleh mengacuhkan kedua anakku.” gumam Bagas bertekad.
Hingga setelah beberapa bulan lamanya, inilah hari pertama ayah dari dua anak itu menampakkan wajahnya di kantor miliknya. Di bantu dengan sang ayah membuatnya tidak begitu kesulitan.
“Gas, kamu yakin mau ke perusahaan?” Irma, sang ibu orang pertama yang bertanya pada anaknya.
Pagi-pagi ia sudah berada di rumah sang anak untuk sekedar membantu menjaga cucunya. Sebab, ia sendiri tahu jika Bagas pasti akan kerepotan dalam menjaga ketika ingin memandikan mereka.
“Iya, Mah. Aku harus ke kantor. Kedua anakku akan ku bawa juga. Mamah boleh istirahat. Terimakasih yah, Mah. Sudah bantu menjaga mereka. Di kantor aku akan membawa mereka masuk ke ruang kerjaku.”
Mendengar ucapan sang anak, Irma terbengong. Yang benar sana Bagas ingin membawa anaknya ke ruang kerja.
“Bagas, mamah sanggup merawat mereka di rumah. Kamu tidak percaya dengan mamah?” tanya Irma menampakkan wajah sedihnya.
Bagas menggelengkan kepala. “Bukan seperti itu, Mah. Ini menyangkut anak-anakku yang sulit untuk aku tinggalkan. Aku akan tenang bekerja jika mereka selalu di depanku.” Tak lagi Irma bisa berbicara apa pun.
Ia tahu anaknya ini akan menjadi orang yang keras kepala jika menyangkut tentang sang anak. Akhirnya hanya helaan napas yang wanita paruh baya itu hembuskan.
Hanya bisa melihat punggung sang anak yang kini sudah menjauh membawa kedua anaknya masuk ke mobil.
Ada perasaan yang begitu sakit menyaksikan perjuangan sang anak untuk bisa menjadi ayah dan ibu sekali gus dengan sempurna.
“Kasihan kamu, Gas. Saat ini ibu tidak bisa berkomentar apa pun. Apa mamah terlalu jahat jika mendoakan mu segera mendapatkan seorang wanita untuk menemanimu, Nak?” Mata Irma bahkan berkaca-kaca membayangkan ucapannya itu.
“Maafkan Mamah, Feli. Mamah jahat padamu. Tapi ini semua karena mamah tidak tega melihat kehidupan anak kalian dan juga Bagas.” gumam Irma dalam hati.
Sedangkan kedua orangtua Feli yang berada di rumah kini tampak masih dalam keadaan sedih mendalam. Setiap pagi mereka selalu melakukan ritual pengecekan kabar tentang pencarian Feli. Namun, lagi-lagi hari yang sama terjadi. Semua anak buah yang di kerahkan untuk mencari tak menemukan satu titik pun tentang keberadaan Feli, anak mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments