Di Benua Eropa
"I'm in love with you."
Gadis itu menoleh untuk mempertemukan matanya dengan sepasang iris kelabu di sampingnya. Di sana. Berdiri seorang pria bersyal merah di lehernya, tengah tersenyum ke arahnya.
"A-apa?" Tanyanya seiring matanya melotot kaget, rahangnya menganga lebar, dan jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.
Pria itu tersenyum. Ia perlahan mencondongkan tubuhnya lebih dekat untuk menggantungkan syalnya di leher gadis di depannya, ketika dia menyadari wajah gadis itu semakin memerah seiring suhu di sekitar mereka mulai menurun.
"You may think my feeling is a fraud, but—" dia mengamati wajah gadis itu sebentar, sebelum menangkup kedua pipinya untuk membawa iris emerald itu menatap kelabu miliknya, "—this one is real."
Gadis itu terlonjak ketika bibir pria itu mendarat di keningnya, menyebabkan rona merah seketika menjalar di wajahnya. Membuatnya memerah padam seperti kepiting rebus.
"Can you give me a chance to prove it? Sepertinya kau masih tidak percaya dengan apa yang ku katakan," Ucapnya sembari menarik tangan gadis itu dan menggenggamnya erat. Seakan gadis itu akan lari jika ia melepaskannya sekarang.
Gadis di depannya memilih tak menjawab. Dia hanya menghempaskan tangan pria itu kasar darinya seiring kepalanya tertunduk ke bawah. Menatap nanar sepasang sepatu yang ia kenakan sekarang.
"Aku ingin kesempatan," ucapnya lagi, "aku ingin mengulangi semuanya dari awal."
Gadis itu tersenyum simpul, seakan dia tahu inti dari pembicaraan mereka. Kali ini, sang gadis mengangkat kepalanya dan mempertemukan matanya dengan sepasang kelabu yang selalu membuat hatinya berdebar kencang.
"I'm afraid this is not gonna be easy as you expected," peringatnya.
"Aku tahu, tapi setidaknya kita bisa mencob—"
"Bagaimana?" Potongnya. Suaranya terdengar gemetar seperti ingin menangis.
"This whole time you've been treating me like crap. Kau bahkan membiarkan mereka menyakiti ku, meskipun kau tahu aku bisa saja mati hari itu. Dan lagi ayahmu. Kalau kau lupa dengan senang hati aku akan mengingatkan. Dia juga punya tanggung jawab di hari ayah dan ibu ku dibunuh."
Pria itu tetap diam, tak yakin harus merespon apa. Dia membuka mulutnya untuk berbicara dan kemudian menutupnya lagi, seolah-olah semua kata yang ingin dia ucapkan saat itu tersangkut di tenggorokannya.
"I know it's hard. Selama ini aku selalu membangun tembok kebencian terhadap mu. Aku selalu mengatakan kalau aku membencimu meski aku tahu kenyataannya berbeda. Aku hanya tidak tahu bagaimana cara mengatakan perasaan ku tanpa harus menyakiti perasaan orang lain."
Dia tersenyum putus asa di akhir kalimatnya, entah kenapa membuat satu sisi di hati gadis itu terasa sakit. Dia benci ini. Gadis itu benci. Melihat air wajah laki-laki itu yang putus asa seketika membuatnya ingin melompat dan memberikannya pelukan hangat.
Pelukan terhangat yang mungkin tidak pernah laki-laki itu rasakan selama hidupnya. Dia merasa hatinya terbakar oleh api empati. Simpati dalam hatinya hampir membuatnya tergerak untuk memaafkan pria itu. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Kepalanya tidak akan setuju dengan keputusan hatinya.
"Maaf. aku tidak bi—"
"Please, just one more chance and I'm gonna fix everything." Kepalanya mendarat pasrah di bahu sang gadis, tanpa sadar membiarkan setitik air bening keluar dari matanya. "Aku tidak pernah menyangka kalau kau akan menjadi sepenting ini untuk ku, Rosie."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments