Praangg...
Panggg...
Panggg...
Sarifah kembali mengamuk di dalam kamar. Setelah para guru pulang dari rumahnya, saat mengantarkannya pulang ke rumah. Ya, Ibrahim sama sekali tidak mau tahu dengan apa yang dialami sang istri. Ia malah tafakur di dalam mushollah sekolah.
"Ma.. Mama.... Ledy takut Ma!" ujar putrinya dengan menangis sedih, bersandar di kusen pintu kamar. Anak kecil itu, baru saja pulang dari sekolah TK nya. Ia biasanya kalau pulang, sudah langganan naik becak. Tapi, kalau pergi sekolah. Selalu disempatkan Ibrahim mengantarkan anaknya itu.
Sarifah menatap sang anak dengan tatapan nanar. Tubuh kurusnya bergetar hebat. Air mata terus saja mengucur deras yang membuat mata wanita itu sembab. Pandangannya terasa kabur. Putrinya Ledy sudah membayang jadi tujuh di penglihatannya.
Bruuggkk..
Tubuh lemasnya Sarifah, ambruk di atas ranjang. Kedua matanya masih digenangi air mata yang tak berkesudahan mengucur deras. "Ya Tuhan..... Kenapa kau siksa aku seperti ini. Cabut saja nyawanya ku Tuhan..!" ujarnya sedih, ia pukul-pukul dadanya yang terasa sesak, sambil merintih kesakitan di kepalanya.
"Dek, Mama kenapa?" Hafidz yang baru saja pulang sekolah, berhambur ke kamar sang ibu. Karena dari luar, ia dengar tangisan ibu nya.
"Mama kumat bang!" Sahut Ledy sedih
"Ayah masih kerja?" tanya Hafidz menatap sang adik nya tegangnya.
"Iya bang." Sahut Ledy masih menangis sesenggukan.
"Jaga ibu ya?! abang ke sekolah ayah dulu!" ujarnya tegas pada sang adik. Iaa pegang bahu adiknya yang sedang ketakutan itu.
"Iya bang."
Hafid berlari kencang ke tempat sang ayah kerja. Jarak rumah mereka kurang lebih hanya 100 meter saja. Sangat dekat sebenarnya.
Sesampainya di sekolah, tempat Ibrahim kerja. Hafidz menghampiri Pak Doni, yang tengah duduk di tempat piket. "Om, ayahku di mana ya?" tanya Hafidz dengan napas yang tersengal-sengal.
Doni menatap curiga Hafidz. "Ayahmu belum pulang juga?" tanya Doni dengan penasarannya
Hafidz menggeleng kan kepalanya cepat.
"Oouuww.. Sebentar om cari ayahmu dulu!" Doni bangkit dari duduknya. Pria itu baru saja habis inval guru yang tak hadir. Ia baru istirahat, tapi sudah harus mondar-mandir cari Ibrahim.
Hafidz mengekori Pak Doni. Sudah 10 ruang kelas mereka kunjungi, tapi tidak mereka tidak menemukan Ibrahim. Bahkan, Sudah di cek ke ruang olah raga, laboratorium, perpustakaan, dan kantin.
"Pak Ibrahim ke mana ya Pak Taufiq?" tanya Doni, pada rekan kerjanya taufik, yang kini sedang isi amunisi untuk melanjutkan mengajar.
"Oouuww.. Pak Ibrahim, di Mushollah. Tidur dia di sana." Sahut Pak Taufiq sambil mengunyah mie gomak.
"Iya, thanks pak Taufiq."
"Emang ada apa cari pak Ibrahim?" tanya Pak Taufiq heran. Sepertinya pak Taufiq, tidak tahu apa yang terjadi tadi pagi.
"Gak tahu kamu pak?" tanya Pak Doni memastikan.
pak taufik menggeleng cepat. Ia sampai menghentikan aktifitas makannya.
"Si Sarifah kumat." Sahut Bu Kantin, menimpali.
Pak Doni pergi dari kantin itu dengan tertawa geli. Sungguh keluarganya Ibrahim jad konsumsi publik di sekolah itu
Sesampainya di Mushollah.
"Astaga... Ayahmu malah tidur di sini." Ujar Doni dengan herannya. Istrinya sedang kumat. Dianya malah asyik-asyik tidur.
Hafidz membuka sepatunya cepat. Setelah sepatu itu lepas dari kakinya. Ia berlari menghampiri ayahnya
"Ayah.. " Ia goyang tubuhnya Ibrahim, yang tidur dengan melipat kedua tangan di perutnya. "Ayah...!"
Ibrahim dengan cepat mendudukkan tubuhnya. Ia tatap heran anaknya dan juga Doni yang ada di hadapannya.
"Kamu kenapa nangis?" tanya Ibrahim penuh dengan kekhawatirannya pada sang anak.
"Ma, mama, ayah... Mama sakit di rumah." Jawab sang anak lemah.
Lagi-lagi Ibrahim menatap Doni dan putranya secara bergantian dengan tercengang.
Doni menganggukkan kepalanya lemah.
Ibrahim pun bangkit dari duduknya. "Pak Doni, aku ada kelas lagi nanti di kelas 9-2, les terakhir. Amankan dulu ya!" ujar Ibrahim lembut, memukul pelan bahunya Doni.
"Iya pak Ibrahim." Jawab Doni sopan.
Ibrahim memakai sepatunya cepat, begitu juga dengan sang anak. Setelah itu, ia pun berlari menuju parkiran. Ia tinggalkan sekolah itu, padahal belum waktunya pulang sekolah. Sungguh, terkadang masalah rumah tangga, bisa mengganggu pekerjaan.
Sesampainya di halaman rumah. Tangisan kencangnya Ledy terdengar kuat hingga ke halaman. Ibrahim buru-buru turun dari motor, begtu juga dengan Hafidz.
"Nak, ambilkan kunci mobil. Ayah buka pagar dulu." Ujar Ibrahim tegas pada anaknya Hafidz.
"Iya ayah." Sahut Hafidz.
Kejadian ini sudah sering terjadi. Jadi, Ibrahim sudah terbiasa menangani Sarifah yang meledak ledak itu. Terkadang Ibrahim sudah bosan dengan tingkah Sarifah yang manja.
Mobil sudah disiapkan. Ibrahim pun masuk ke rumah. Bergegas ke kamar. Sesampainya di dalam kamar, ia melihat sang istri sudah lemah tidak berdaya. Ibrahim tidak banyak tanya, ia bopong istrinya itu dengan entengnya. Karena memang berat tubuh istrinya itu hanya 38 kilo gram, dengan tinggi badan 160 cm. Tergolong manusia kurang gizi, dan hanya tinggal tulang.
"Gak usah bawa aku ke rumah sakit. Biar, aku mati, agar abang bisa kawin lagi dengan perawan tua itu.!" ujar Sarifah kesal, saat Ibrahim mengangkat nya ke dalam mobil.
Ibrahim tidak menanggapi ucapan sang istri. Inilah yang dibenci Ibrahim dari istrinya. Suka sekali bicara tanpa disaring. Siapa yang tidak akan sakit hati dikatain seperti itu. Kalau ia ada niat nikah lagi, sudah lama, ia akan lakukan itu.
"Turunkan aku, biarkan aku mati..!" Sarifah terus saja berontak dalam gendongan Ibrahim.
"Kalau kamu tidak taubat. Kamu tidak akan pernah mati. Dan, aku tidak pernah inginkan kamu mati. Kamu adalah ibu dari anak-anak ku." Ujar Ibrahim lemah. Kedua matanya nampak berkaca-kaca.
Sarifah terdiam. Ia pun pasrah dibaringkan Ibrahim di kursi mobil itu.
"Mau sampai kapan kamu begini. Defresi juga ada obatnya. Bahkan orang gila. isa diobati. Kami minumlah obatnya, dan mau diterapi..!" Ujar Ibrahim dengan dada yang naik turun karena menahan emosi.
"A, Ayah... Jangan bertengkar lagi, bawa cepat mama berobat!" ujar Hafidz sedih.
Huufftt..
Ibrahim menghela napas berat. Ia buang tatapannya dari sang istri. Ia pun menatap kedua anaknya yang ada di sisi mobil
"Ledy, naik ke dalam mobil nak! hafidz, tutup pintu rumah kita nak!" titah Ibrahim lembut kepada kedua anaknya.
"Iya ayah." Sahut Hafidz, dan Ledy bersamaan. Setelah Hafidz mengunci pintu. Mereka bergegas masuk ke dalam mobil. Dan mobil pun melaju meninggalkan rumah itu, menuju rumah sakit.
Dan di rumah sebelah, ada sepasang mata dan kuping mengawasi kejadian di rumahnya Ibrahim. Siapa lagi pemilik mata dan kuping itu selain Bu Darmi, tetangganya Ibrahim.
"Huhu ihh.. Ada cerita baru...Gossip...!" ujar bu Darmi semangat. Ia tutup pintu rumahnya. Ia akan ke sekolah lagi. Bergosip di siang siang, sangatlah menyenangkan.
Benar saja sesampainya di sekolah. Bu Darmi langsung menceritakan semuanya.
"Ya ampun.. Kasihan juga ya Pak Ibrahim. Bagusnya sih dia nikah lagi lah. Toh istrinya gak berguna." Ujar Bu Dahlia setelah mendengar cerita nya Bu Darmi barusan. Bu Darmi hanya dengar pisang, tapi setelah ia bercerita. Pisang sudah berubah jadi kolak.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Puja Kesuma
dl jg aku punya kenal guru yg namanya sarifah jg...wataknya sama ada stres stresnya jg😃😃😃dan punya tetangga sarifah jg gitu ada gilanya jg stress..mgkin kembaran sarifah yg ini kali mreka ya 😃😃😃
2023-03-03
0
Puja Kesuma
iih bener jg tuh bu darmi mmg mending si ibrahim nikah lg sama wanita lain...buat apa istri gk berguna di pertahankan hanya krn kasihan sama anak anaknya...
2023-03-03
0