"Bu Maya, aku ada teka-teki. Jawab ya!" Ujar Pak Doni, guru yang piket di hari sabtu juga. Pak Doni adalah guru matematika.
Maya yang sedang memeriksa buku piket, melirik Pak Doni dengan senyum tipisnya. Mereka berdua sedang duduk di kursi meja piket.
"Boleh, kalau bisa ku tebak. Hadiahnya apa pak?" tantang Maya dengan senyum tipisnya. Ya, Maya orangnya ramah. Walau begitu, ia gadis yang sopan. Dan selalu menjaga jarak dengan lawan jenis.
"Eemmm.. Panda, panda apa yang bikin seneng?" Pak Doni, menaik turunkan alisnya, dengan muka menggodanya.
Maya menekuk bibirnya. Ia tahu maksud dari godaan si Doni. Doni, adalah PNS Baru juga di sekolah itu. Mereka sama-sama penempatan baru, tapi usia Doni jauh lebih muda darinya. Doni masih berusia 27 tahun, sedangkan Maya sudah 30 tahun. Dan Doni mengajar mata pelajaran Matematika.
"Eeemm.. Apa ya..?" Maya nampak berfikir. Ia pegang pelipisnya, dengan bola mata coklatnya nampak bergerak-gerak. "Kalau aku tahu jawabannya, hadiahnya apa?" tanya Maya lagi memastikan hadiah dari Doni.
"Apa yang kamu minta, aku kasih deh. Bahkan jika hati ini kamu minta, aku rela dadaku dibedah." Ujar Doni dengan semangat.
Ya, terkadang. Di waktu les kosong, berguyon dengan teman kerja sangat menghibur.
"Waahh.... Serius.. Organ dalam mahal loh!"
"Ya, jangan diambillah hatiku. Kamu May, gak busa diajak bercanda. Sudah, sudah.. Jawablah..!" Desak Doni dengan tak sabarannya.
"Iya deh, jawabannya adalah.."
Praaakkk
Buku paket Matematika terlempar di hadapan Doni dan Maya. Mendarat sempurna di atas meja.
"INVAL.... INVAL SAJA AKU....!"
Haaahh...
Maya dan Doni sama-sama melotot menatap wanita yang histeris di hadapan mereka.
Braakk..
Pangg.
Wanita itu juga menendang kursi plastik kosong di hadapannya, hingga melayang jauh ke halaman sekolah.
Wanita yang diselimuti amarah itu, terus saja menendang apa yang ada di hadapannya, hingga masuk lagi ke ruang kantor.
Maya dan Doni bangkit dari duduknya dengan bingungnya. Mereka pun masuk ke dalam kantor. Karena khawatir dengan guru yang marah-marah itu.
"Gak ada yang peduli, gak ada yang peduli. Aaaaarrrggkkk..." Bu Guru yang lagi diselimuti amarah itu melempar buku-buku yang ada di atas mejanya. Melemparkan kotak pulpen ke papan informasi.
"Waduuhh... Kumat lagi si Sarifeh.. Sarifeh... Sarifeh!" celutuk Doni, dengan muka masamnya.
"Don, sana kamu panggil pawangnya!" titah Maya, mendorong bahunya Doni, agar mencari pawangnya Sarifah. "Cepat sana...!" Kembali Maya mendorong tubuhnya Doni, agar mencari Ibrahim.
Sudah 4 bulan Maya kerja di sekolah ini. Ini untuk kedua kalinya, ia melihat Bu guru Sarifah marah-marah tidak jelas di sekolah itu. Tapi, marahnya kali ini, sangat ngeri dan ia pula kena sambarannya. Marah pertama kali saat ia lihat dulu, ia tidak kena imbasnya. Memang Maya juga sudah dapat informasi, mengenai sifat Sarifah. Katanya Sarifah emosional. Jiwa dan pikirannya gampang terganggu.
Maya berlari dari ambang pintu, saat melihat Sarifah hendak keluar dari ruangan itu dengan penuh amarah. Maya takut sekali kena amuk Sarifah. Dia tidak menyangka, istrinya Ibrahim, bisa berubah menjadi monster.
"Gak ada, gak ada yang peduli. ...!" teriak Sarifah, menatap tajam Maya, yang ketakutan di dekat daun pintu.
Praaakk...
Sarifah menendang pintu itu. "Aaaww... " Sakit...!" aduh Sarifah.
Mampus kau.
Maya membathin. Ia kesal juga pada Sarifah. Ingin rasanya ia marahi wanita yang mengamuk itu, tidak sepantasnya seorang guru bersikap brutal.
"Maya.. Panggilkan Pak Ibrahim, dia di kelas 8-7." Teriak Bu Dahlia. Ya, di ruang guru berketepatan sepi, hanya ada Maya dan Bu Dahlia sekarang.
"Si Ibrahim juga gak perduli...!" teriak Sarifah. Wanita yang emosi itu pun meninggalkan kantor guru.
"Ayo kita panggil si Ibrahim...!" Bu Dahlia, berlari menuju ruang 8-7.
"Bu Dahlia, Doni sudah pergi memanggilnya!" teriak Maya.
Bu Dahlia menghentikan langkahnya. Ia putar balik ke arah Maya.
Huuffftt...
"Kalau sudah gila, ya jangan lagi kerja maunya kan?" celutuk Bu Dahlia dengan muka masamnya.
Maya jelas kepo. Ia guru baru di sekolah itu. Jadi, ia kurang tahu apa masalah setiap guru-guru di sekolah itu.
"Gila, Bu Sarifah gila?" tanyanya menatap heran Bu Dahlia.
"Kalau gak gila, apa namanya. Dia guru, tapi marah-marah di kantor ini!" Sahut Bu Dahlia kesal.
"Ada apa ini? kenapa?" tiba-tiba saja ruang guru menjadi ramai. "Apa si Sarifah kumat lagi?"
"Iya... lihat itu kursi pada jungkir balik. Dasar wanita kesetanan!" Sahut Bu Dahlian kesal. Ia tadi sedang sarapan, karena ulah si Sarifah yang mengamuk, jadinya Bu Dahlia keselek. Nasi pada keluar dari hidungnya. Dan sekarang hidungnya jadi terasa perih.
Para guru yang kepo, akhirnya berkumpul. Membentuk koloni untuk menggosip.
Dan muncullah si Doni.
"Don, apa Pak Ibrahim sudah kamu kabari?" tanya Maya, menatap Doni dengan penasarannya.
"Sudah, kata Pak Ibrahim. Biarkan saja. Jangan diopeni, nanti makin meledak." Jawab Doni datar.
"MELEDAK....!" ujar Bu Risma dengan mengejek.
Dan para guru yang free les pun menggosip. Apalagi yang digosipi kalau bukan pasangan penomenal Ibrahim dan Sarifah.
Maya, yang sebagai guru baru. Hanya ikut menguping. Dan terkadang, ia melototkan matanya, karena tidak percaya dengan apa yang dibahas para guru-guru sampai ngakak.
"Kasihan si Ibrahim loh. Setiap hari ia harus sabar, hadapi istrinya itu. Capek kerja, nanti di rumah capek juga. Menyuci, memasak, menyapu. Semua dia ngerjakan. Bahkan, istrinya cerita. Ibrahim jadi tukang pijatnya Si Sarifah." Cerocos Bu Darmi. u Darmi adalah tetangganya Ibrahim.
"Jangan-jangan tadi Bu Sarifah gak mandi itu. Makanya sumuk ia rasa." Tambah Bu Darmi lagi dengan muka mengejeknya.
"Gak mandi...?" tanya Maya, ia tak tahan juga, tak ikutan di acara ghibah itu.
"I ya, mau sebulan dia gak mandi?" jelas Bu Darmi.
"Haahh.. Sebulan?" tanya para ibu guru dan bapak guru yang jumlahnya ada lima orang dengan serentak.
"Iya... Itu cerita si Sarifah. Dan dipertegas, oleh anaknya si Hafidz. Katanya mamaknya gak mandi-mandi mau sebulan.
"Apa..... Jadi, kalau mereka cetak anak gak mandi?" celutuk Bu Dahlia dengan muka tercenganngnya.
"Ya, kalau mereka berhubungan badan, pasti mandilah. Tapi, mungkin. Bu Sarifah gak pernah service Pak Ibrahim di atas ranjang. Makanya Pak Ibrahim sering godain Maya"
"Bu... jangan gitulah!" Jawab Maya dengan Muka masamnya. Memotong cepat ucapan Bu Darmi. "Jangan buat fitnah ya bu. Ucapan ibu bisa membuat pertikaian itu. " Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Pak Ibrahim. Dan kami, kalau pun bercanda, tidak hanya berdua. Kan ramai-ramai dengan guru lainnya." Maya menatap kesal Bu Darmi.
Bu Darmi cengengesan. Ia raih tangan Maya. "Maaf Maya, ku pikir kamu tidak di sini tadi." Masih menampilkan muka tidak tahu malu.
"Kebiasaan ibu, tadikan aku ikut buka suara!" Maya menepis tangannya Bu Darmi dengan muka kesalnya.
"Bubar... bubar....!" Oceh Bu Dahlia.
Para guru pun kembali ke bangku masing-masing. Sedangkan Maya berlari ke ruang olah raga.
***
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Puja Kesuma
laporkan aja ke kepala.sekola atau ke depdiknas biar di tegur sarifahnya...guru kog temrament gitu gk menghargai jabatan sebagai seorang pendidik...mimpi apa lah ibrahim dl kog bs menikah dgn sarifah
2023-03-03
1