Violin kembali bekerja. Dia kembali mendapatkan tugas untuk packing barang ke dalam kardus. Hari ini banyak sekali yang harus dia kerjakan, pesanan semakin membeludak jadi para team packing harus semakin cepat dan bekerja lembur.
"Banyak sekali Li," bisik Violin kepada teman satu perjuangannya itu.
"Udah kerjain ajah. Enggak perlu banyak mengeluh," kata Lia dengan lihat jawanya yang medok.
"Iyah ini juga di kerjain. Dikira di cemilin apa?" Violin bicara sambil tertawa.
Violin, Lia dan team packing yang lain sibuk untuk pengemasan lanjutan.
"Violin." Teriak sang suhu packing alias kepala divisi packing, Bu Alita.
Violin langsung menghampiri dengan wajah takut-takut karena biasanya dia dipanggil karena melakukan kesalahan.
"Antar ini ke lantai sepuluh. Ingat antar dan segera kembali ke kemari. Jangan keluyuran!" Tegas Bu Alita.
Violin mendapat tugas untuk mengantarkan satu produk yang sudah di kemas rapih untuk di bawa.
Violin mengambil satu kotak box kosmetik dari tangan Bu Alita dan langsung keluar ruangan untuk menuju lantai sepuluh sesuai arahan kepala divisi packing.
Violin tidak tahu siapa yang berada di lantai sepuluh itu. Dia juga lupa menanyakan dimana letak pasti ruangannya.
"Ah, aku harus kembali lagi atau terus berjalan dan mencarinya sendiri? Hadeuuuh kalau aku kembali dia pasti mengomel. Kalau aku mencari dan lama kembali pasti dia akan mengomel juga. Aduh! Gimana ini?"
Violin menjadi bingung. Dia akhirnya memilih pilihan kedua. Yaitu jalan terus dan mencarinya sendiri.
Violin naik lift sambil terus gelisah bagaimana cara tepat menyelesaikan kebingungannya ini.
Pintu lift terbuka dan Violin melangkah ke luar. saat dia sampai di depan pintu lift. Dia di sajikan pemandangan sangat indah. Lantai sepuluh ini ternyata berbeda dari lantai-lantai lainnya.
Di lantai sepuluh ini. Terdapat sebuah ruangan yang sangat cantik dengan design yang sangat unik.
"Waooow, bagus sekali. Ruangan apa sebenarnya ini?"
Karena terkesima dengan pemandangan yang menyejukkan matanya. Violin terus menyusuri setiap inci ruangan. Dia bahkan melupakan tugasnya untuk mengantar box yang ada di genggamannya saat ini.
"Apa ini ruangan yang penuh dengan miniatur kosmetik? Setiap sudutnya terlihat begitu mengesankan. Siapa pembuatnya? Dia benar-benar sangat kreatif."
Violin terus menikmati pemandangan yang tersaji didepannya. Dia bahkan tak berkedip sedikitpun demi mengagumi keindahan design ruangan.
" Apa ini? Pintu? Benar ini adalah pintu? Kenapa bentuknya seperti tempat bedak padat?"
Violin tiba di depan pintu yang kalau di lihat-lihat seperti Compact powder berbentuk persegi panjang.
Violin tidak menyangka kalau tempat ini begitu artistik. Tidak mungkin orang biasa yang memikirkan semua ini. Sudah pasti dia adalah orang genius yang mampu memikirkan design hebat seperti ini.
Jendela juga di buat seperti tempat eyeshadow. Lampunya di design mirip dengan tempat eyeliner. Banyak gantungan-gantungan yang tergantung di langit-langit ruangan.
Violin semakin terkagum-kagum dengan semuanya.
"Hem ... Hem." Seseorang menegurnya yang tak menyadari kedatangan seseorang.
Violin masih asik melihat-lihat sampai tak mendengar suara.
"Permisi. Anda cari siapa?" tanya seorang pria bertubuh tegap dengan setelah jas yang matching dengan sepatu dan dasi yang dipakai.
"Ma ... Maaf. Saya ditugaskan mengantar box kosmetik ini ke lantai sepuluh, tapi saya lupa menanyakan dimana ruangan yang saya harus tuju." Violin bicara dengan terbata karena terpergok sedang berkeliling.
"Kalau begitu kamu bisa ikut saya ke ruangan di sebelah sana. Kamu tadi sudah melewatinya, tapi sepertinya kamu terlalu sibuk." Pria itu menunjukkan jalannya.
Violin hanya bisa melipat bibirnya karena malu dan merasa dia bukanlah karyawan yang baik. Bukannya mencari dimana letak ruangannya dia malah sibuk untuk menikmati dan mengagumi design di lantai sepuluh.
Pintu di buka oleh pria yang tadi memanggil Violin. Violin dipersilahkan masuk dan dia masuk ke dalam ruangan yang tadi dia kagumi dari luar.
Violin kembali menelisik setiap sudut ruangan. Dia tidak menyangka jika dilihat secara langsung dari dalam kemewahannya lebih terasa.
"Hem." Pria tadi kembali mengaburkan lamunan Violin.
"Maaf." Lagi-lagi Violin tertunduk malu.
"Permisi, saya di minta oleh Bu Alita untuk mengantar contoh box kosmetik agar bisa di lihat langsung oleh anda."
Violin menaikan wajahnya dan melihat pria yang duduk di belakang meja.
Violin mengedarkan pandangannya kepada pria itu. Dia benar-benar sangat familiar dengan pria yang duduk anteng di kursi.
"Simpan di atas meja." Pria itu menunjuk meja kerjanya.
Violin maju ke depan dan wajah pria itu semakin terlihat oleh dirinya. Violin semakin penasaran siapa pria itu yang wajahnya sangat dia kenal.
"Juju?" pekiknya hingga dua pria yang berada di dalam bersamanya tertegun dengan mata yang membulat sempurna.
Junior benar-benar terkejut. Dia tidak menyangka bahwa ada orang lain yang mengetahui nama kecilnya itu.
"Siapa kamu?" tanya Junior dengan wajah penuh tanda tanya.
"Beneran Juju'kan?" Violin kembali menyebut nama yang sudah lama sekali dilupakan oleh pria itu.
"Maaf, kamu salah orang. Dia bukan Juju. Dan kami tidak tahu siapa itu Juju yang kamu maksud." Pria bertubuh tegap dan berjas itu menghampiri Violin.
"Enggak mungkin, Kamu pasti Juju. Kamu pasti ingat siapa aku? Aku Olin teman kecilmu." Violin memperkenalkan nama kecilnya.
Pria yang dikenal sebagai Junior itu kemudian mengerang kesakitan di kepalanya. Dia merasa pusing dan tidak nyaman.
"Maaf, tugas anda sudah selesai. Sekarang silahkan kembali atau saya akan bertindak tegas terhadap anda."
Pria yang awalnya terlihat ramah tiba-tiba berubah menjadi sosok yang penuh ancaman.
Violin langsung keluar ruangan itu dan dia masih terus meyakinkan dirinya kalau yang dia lihat tadi adalah sahabatnya di masa kecil. Dia tidak mungkin salah akan hal itu. Dia sangat hafal betul wajah sahabat masa kecilnya yang menghilang sejak kecelakaan yang menimpa kedua orang tua sahabatnya.
"Kamu Juju. Sahabatku Juju yang hilang dan selalu aku cari-cari selama ini. Aku mau ikut kerja di Jakarta hanya karena aku ingin mencarimu." Violin turun ke lantai lima dengan menggunakan lift.
Violin di dalam lift terus mengingat wajah pria yang tadi dia lihat.
"Kalau kamu buka Juju. Kenapa wajahnya mirip dan kenapa dia juga terlihat sangat sama dengan sahabatku. Sahabat yang terpisah saat kami duduk di sekolah menengah pertama."
Violin ke keluar lift dan dia mendapati seseorang sudah menunggunya di sana.
"Violin! Kamu kemana saja? Sudah satu jam sejak kepergianmu? Apa sejauh itu lantai sepuluh?" teriak Bu Alita dengan sangat keras dan membuat telinga Violin seakan-akan ingin pecah.
Violin langsung lari dan Bu Alita menjadi geram terhadap karyawannya yang suka ngeyel. Bu Alita tidak bisa memecat Violin karena memang dia memiliki kecekatan dan kecepatan dalam bekerja. Violin juga sangat teliti hanya saja dia sering mangkir jika di beri perintah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments